Ruang Cafetaria Golden High, 09:30 am.
Ruang cafetaria nampak penuh dan gaduh seperti biasa. Para siswa di Golden High sibuk berlalu lalang menuju counter makanan untuk mengambil jatah sarapan mereka yang rutin diberikan dengan jadwal reguler Golden High. Waffles dan espresso menyambut perut para siswa pagi ini.
Suara langkah kaki yang saling bertumpah tindih di cafetaria tatkala menyambut kedatangan Alicia dan Brittany--yang kini duduk di pojok cafetaria.
Meja cafetaria disusun serapih mungkin dengan masing-masing empat kursi yang mengelili. Lampu gantung yang menghias langit-langit, memberi penerangan yang tidak terlalu menyilaukan. Sementara pintu cafetaria yang terbuat dari kaca transparan menjadi saksi sibuknya para siswa yang keluar masuk cafetaria.
Brittany menyibak rambutnya ke belakang sesudah menyiuk waffles ke dalam mulutnya. "Nic bilang, Mr. Wilson menganggu kalian kemarin. Apa itu benar?"
Alicia mengangguk. "Aku tidak ikut menemui Amanda karena Mr. Wilson memintaku ke ruangannya untuk memverifikasi beberapa data kepindahan," katanya kecewa.
Brittany mendecak pelan. "Sayang sekali, ya. Sejujurnya, Amanda membuatku penasaran." Ia kemudian merogoh saku celana jeansnya dan menyodorkan kartu nama Nic untuk Alicia. "Hubungi Nic kalau kau dalam keadaan darurat."
Kalau bukan karena ancaman Nic, Alicia enggan menerima kartu berlambang kepolisian yang diberikan Britt kepadanya. Ia tersenyum kecil sembari menyimpan kartu nama tersebut di dalam saku jaketnya. "Kau dan Nic terlihat sangat dekat." Alicia berbasa-basi.
Britt kembali menyiuk waffles dan menunjuk Alicia dengan sendok--berisi waffles itu. "Nic sudah seperti saudara untukku. Dia memang terkadang menyebalkan dan---" Britt menjeda kalimatnya, saat tiba-tiba seseorang (dan temannya) duduk mengisi dua kursi kosong di hadapan mereka. Britt mengangkat kedua alisnya. "Ace?"
Alicia yang tengah serius--menatap sarapannya--sontak mendongak saat mendengar nama "itu" dengan sangat jelas. Ace Blake dan Luke Hauld, kini duduk di hadapan mereka (tentu saja Ace dengan ekspresi tanpa rasa bersalahnya dan Luke dengan wajah yang nampak terpaksa).
Britt meletakkan sendoknya kembali--tampak tak berminat melanjutkan sarapannya--dan menatap Ace tajam. "Apa. Yang. Kau. Lakukan. Disini. Mr. Blake?!" ia bertanya penuh penegasan.
Lelaki berambut quiff itu nampaknya baru saja mengubah gaya rambutnya menjadi undercut dan menghitamkannya. Sekilas, Ace terlihat mirip dengan Nicholas. Atau, Ace memang sengaja meniru gaya rambut Nicholas? "Menikmati sarapanku," katanya datar--sementara pandangannya tetap tertuju kepada netra biru Alicia.
Alicia yang sadar dengan perubahan rambut Ace yang ala Nicholas itupun termangu sejenak. Entah perasaannya saja, atau Ace memang meniru gaya rambut detektif muda--yang sudah mengancamnya--itu. "Hey, rambut abu!" seru Ace tiba-tiba. "Kenapa kau menatapku begitu, huh?!"
Alicia mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya menggeleng pelan dan menyiuk waffles dengan sendoknya. "Kau mengingatkanku dengan seseorang," kata Alicia di tengah atmosfer canggung di meja mereka. Ia lalu memasukkan sendok berisi potongan waffles ke dalam mulutnya, sementara Britt dan Luke hanya saling melempar pandangan heran.
Ace menyilang kedua tangannya di d**a tanpa melepas pandangan dari Alicia. "Britt, kudengar si rambut abu ini akan berkencan dengan detektif m***m itu?"
"Uhuk!"
Brittany sontak terbatuk dengan pertanyaan gila barusan. Ia bahkan tak sengaja menyenggol minuman Alicia hingga isinya tumpah membasahi lantai. Brittany yang merasa bersalah, segera bangkit. "Astaga, minumanmu..." Ia mengangkat telunjuknya ke udara dan berkata, "Tunggu sebentar, aku akan menggantikannya!" kepada Alicia. Dan sejurus kemudian, gadis berambut pirang itu sudah berlari kecil menuju counter.
Sejujurnya, Alicia ingin mencegah Brittany karena ia bisa melakukannya sendiri. Tapi sudah terlambat. Sementara itu, Ace malah mendengus kasar dan memutar bola matanya malas--karena pertanyaannya terinterupsi oleh hal bodoh yang dilakukan Brittany barusan.
Alicia melihat Ace dan Luke bergantian, sebelum akhirnya melanjutkan sarapannya yang tadi tertunda. Sampai tiba-tiba pintu cafetaria terbuka dan menunjukkan sosok Elena dan kedua temannya yang muncul dengan gaya angkuh.
Mereka berjalan melewati meja-meja persegi yang tersusun memenuhi cafetaria hingga ke pojok ruangan, tepat satu meja di depan mereka.
Elena nampaknya tidak menyadari kehadiran Alicia karena langsung duduk di belakang Ace;membelakanginya. Setelah beberapa detik berlalu, Elena sama sekali tidak berbalik. Mungkinkah ia tengah menghindari Alicia?
Alicia yang didorong oleh rasa penasaran, memberanikan dirinya untuk meminta bertukar tempat duduk dengan Luke. "Oh, silakan." Luke bersenang hati.
Alicia kini duduk di sebelah Ace--yang mengernyit bingung di tempatnya--dan bersiap menguping pembicaraan Elena di belakangnya. Ace mendekat dan berbisik, "Maaf sekali rambut abu, tapi aku tidak tertarik dengan gadis urakan sepertimu."
Alicia mengerutkan keningnya dalam. Si bodoh ini bicara apa. "Kudengar kau menghilangkan jepit rambutku," kata seseorang--yang diyakini sebagai Elena--kepada seorang teman di belakangnya. Mungkin Amanda, batin Alicia. "Kau tahu, kan, berapa harganya?!"
"Ah, ya, aku akan menggantikannya," balas seseorang--yang diduga sebagai Amanda. "Kau ini berlebihan sekali. Memarahi seorang teman hanya karena jepit rambut. Memangnya kau tidak takut, seseorang akan membunuhmu seperti yang dialami James?"
Alicia mengernyitkan kening saat mereka mulai menyebut nama James di dalam obrolan, sementara tangannya mengaduk sisa waffles milik Luke di depannya. "Hey, rambut abu, kenapa kau memilih berkencan dengan detektif m***m itu, hm?" Ace penasaran.
Alicia menoleh. "Bukan urusanmu," katanya ketus.
Ayolah, Alicia tidak benar-benar akan berkencan. Bahkan ia tidak mendengar jelas pertanyaan Ace barusan, ia hanya perlu membungkam mulut lelaki itu dengan sesuatu.
Elena tertawa mengejek. "Memangnya siapa yang berani membunuhku? Aku akan membayar mahal untuk menyewa bodyguard sebelum seseorang melukaiku, kau tahu?! Dan soal James, Ah, pria b******k itu sudah merendahkan Jake di depan banyak orang. Kurasa dia memang pantas mati dengan cara yang tragis," katanya enteng.
Seorang teman dengan suara nyaring menyela. "Elena, hati-hati dengan ucapanmu."
"Ah, sudahlah. Kau jangan lupa mengganti jepit rambutku, ya!" Elena bangkit dari kursi. "Ayo kita ambil makanan dulu, hari ini menu kesukaanku, kan?" diiringi gesekan kursi yang di dorong menjauhi meja oleh dua orang lainnya.
Seseorang bergumam. "Ya. Espresso." lalu mereka berjalan melewati meja Alicia.
Disitulah Elena baru menyadari kehadiran Alicia yang duduk disamping Ace--sahabat James. Ia berhenti di depan meja Alicia dan melambai. "Jadi, ini kencanmu?" tanyanya dengan nada sarkastik. Ia lalu melirik Ace--yang menatapnya sinis--dan terkekeh pelan. "Kupikir berkencan dengan detektif tampan itu akan lebih cocok untukmu, Alicia."
Ace sadar Elena sedang menyindirnya. "Lucu sekali. Si rambut abu ini cukup beruntung karena menjadi kencanku dengan mudah. Lihatlah! Sementara dirimu..." mata hazel Ace menyusur tubuh Elena dari atas sampai bawah. "Harus merendah dulu hanya untuk duduk di meja yang sama denganku."
Semburat merah menahan geram muncul di pipi Elena. Ia kemudian berdeham, "Sudah ya, Alicia. Semoga kencanmu menyenangkan." dan berbalik meninggalkan meja Alicia dengan kedua temannya mengekor di belakang.
Ace menggeleng tak habis pikir. "Dasar murahan!" Ia menatap Alicia serius sekarang. "Menurutmu, apa kurangnya aku dibanding detektif itu?"
Alicia menaikkan kedua alisnya tinggi. Pertanyaan retorik. Ia mengangkat bahunya acuh dan beranjak saat Brittany kembali dengan secangkir kopi plastik di tangannya. "Kau mau kemana, Alicia?" tanya Brittany.
Alicia mengambil minumannya dari tangan Britt tanpa aba-aba, "Menghubungi panggilan darurat." dan berjalan melewatinya dengan ekspresi datar. Meninggalkan ketiga orang yang kini menatap punggung Alicia dengan bingung.
Alicia berjalan menuju pintu cafetaria dengan sesekali menyesap espressonya yang masih mengepulkan asap panas. Ia berniat meninggalkan cafetaria untuk memberikan "sedikit" informasi kepada Nic di tempat yang lebih sepi. Mengingat siapa saja bisa menjadi pelakunya.
BRUGG!!
Sampai tiba-tiba suara keras seperti benda besar yang jatuh ke lantai gazled disertai teriakan histeris terdengar dan menghentikkan langkah Alicia. Ia segera berbalik dan mendapati gadis berambut hitam sebahu jatuh bersimpuh di depan tubuh seseorang yang terkapar dan berteriak,
.
.
.
"TOLONG!!"