• KAMAR 011 •

1093 Words
Kamar Ace Blake - 10.30 pm Mereka dipersilakan untuk duduk di lantai beralaskan karpet bulu super empuk berwarna abu di dekat ranjang Ace. Luke akan memimpin pengeksekusian situs gelap malam ini. Karena Luke cukup berbakat dalam bidang meretas software atau situs-situs rahasia. Beruntung ada Luke disini. Ace meminjamkan laptop super mahalnya untuk mendukung aksi peretasan yang sudah mereka rencanakan sebelumnya. Mereka kemudian duduk melingkar dengan Luke sebagai porosnya. Dan Nicholas segera memberikan link yang ditemukannya di TKP kematian Elena kepada Luke. "Aku berhasil masuk!" seru Luke senang. Ia memandangi orang-orang di sekitarnya dengan mimik sumringah--berharap salah satu di antara mereka memberi ucapan selamat atau semacamnya--tapi mereka tak merespons. Mereka hanya memandangi Luke dengan wajah datar. "Hey, apa kalian tidak senang?" Brittany yang duduk di sebelah Luke segera menoyor kepalanya. "Kau baru login. Anak kecilpun bisa melakukan itu," ucapnya sebal. "Cepat, lakukan tugasmu dengan benar, Luke!" Luke menimpali Britt dengan satu dengusan sebal. "Kalian tidak seru sekali, sih," gerutunya sesaat sebelum akhirnya kembali berkutat dengan sistem jejaring web di hadapannya. Sementara Luke sibuk mengobrak-abrik sistem keamaan situs terlarang itu melalui software dan beberapa kali coding, Brittany mengambil sekaleng soda dan sebungkus kripik kentang dari dapur mini di kamar Ace. "Rasanya aneh sekali tanpa Elena. Walaupun dia menyebalkan, dia tetap menjadi role modelku. Selera fashionnya sangat berkelas dan aku selalu mengaguminya," ucap Brittany sembari berjalan kembali ke tempatnya. Alicia tersenyum miring. "Elena malah berpikir sebaliknya. Dia merasa kau menyainginya, Britt," kata Alicia berterus terang. Brittany duduk di tempat semula dan mulai mengunyah kripik kentangnya. "Dia salah menilaiku." Nicholas membuka surel yang baru saja masuk melalui ponselnya dan menekuk dahi dalam saat membaca laporan penyelidikan kematian Elena. "Dari hasil pengamatanku, pelakunya tampak sangat mengenal korban dan tahu seluk beluk asrama ini. Terlihat dari pergerakannya yang cepat dan tidak meninggalkan jejak," ucapnya tiba-tiba. Membuat yang lainnya menoleh penasaran. "Apa aku benar-benar harus memeriksa lima ratus orang sekaligus untuk menangkapnya?" "Itu ide gila, Nic." Brittany meneguk sodanya cepat dan melihat Alicia dan Nicholas--yang berada di depannya--bergantian. "Tapi aku sungguh tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi Jake. Dia pasti shock berat," kata Britt prihatin. "Iya, kau benar, Britt." Ace menyela. "Kalau diingat lagi, Jake selalu terlibat dalam setiap kasus kematian, emm, maksudku, dia selalu berhubungan dengan para korban." Ace memalingkan wajahnya ke arah ponsel di genggamannya. Ia tengah memainkan game terbaru di ponselnya selama menunggu Luke melakukan pekerjaannya. "Jake yang pertama kali menemukan mayat James, lalu sekarang kekasihnya yang berubah menjadi mayat." Nicholas memicingkan matanya curiga. "Tunggu tunggu, anak ini ada benarnya juga." Ia menegakkan badannya dan memandangi mereka berempat bergantian. "Korban saling berhubungan dalam lingkaran pertemanan yang cukup sempit. Artinya, pelaku mungkin adalah salah satu di antara orang-orang terdekat korban." Britt memutar bola matanya malas. "Tapi siapa, Nic?! Semua orang di asrama ini tahu, bahwa Elena termasuk siswi yang berpengaruh. Hanya orang bernyali besar yang nekat melakukan ini tentunya." Ace menggaruk tengkuk lehernya kikuk. "Oke, mungkin ini hal yang sangat serius sekarang." Ia menyimpan ponselnya ke dalam saku celana. "Siapa saja bisa menjadi pelakunya. Tapi kira-kira siapa orang yang memiliki nyali besar dan kolega rahasia dengan bandar n*****a ataupun orang-orang dari situs gelap ini?!" Kata-kata Ace barusan berhasil membuat semua orang di dalam kamarnya bergidik ngeri. Ketegangan tampak pada wajah mereka. Ace benar. Mereka tampaknya tengah berhadapan dengan seseorang yang ahli di bidangnya. Terlihat dari eksekusinya yang tidak meninggalkan jejak dan begitu rapih. Untuk beberapa waktu, hanya keheningan yang menusuk atmosfer di sekitar mereka. Tidak ada yang berani membuka suara karena pada akhirnya mereka sibuk dengan spekulasinya masing-masing. Sampai tiba-tiba, Luke menggeser posisi duduknya. Ia mencodongkan tubuhnya ke depan dan menatap layar laptop yang sedaritadi bertanggar di kedua pahanya dengan ekspresi yang serius. "Sepertinya aku menemukan sesuatu," katanya misterius. Luke baru saja berhasil meretas salah satu pengamanan tersulit yang membuatnya dapat mengakses laman jual-beli rahasia di situs tersebut. Dan ia membelalakan matanya takjub saat itu tautan penuh gambar itu terpampang di hadapannya. "Astaga, ini luar biasa!" Brittany yang penasaran refleks mendekatkan dirinya kepada Luke. Memerhatikan laman situs yang menampilkan banyak gambar senjata api dan beberapa barang illegal lain yang dijual sebegitu bebasnya pada situs itu. "Kau pasti bercanda, Luke," desis Brittany. Luke menggeleng cepat dan menunjukkan hasil temuannya kepada tiga orang yang duduk di sebrangnya. "Mereka menjual senjata api, n*****a dengan berbagai jenis sampai memperdagangkan organ dalam manusia." Ia mencebik. "Mereka bahkan melakukan prostitusi online disini." Nicholas menarik laptop tersebut dari Luke dan memerhatikan situs itu dengan saksama. Betapa terkejutnya Nic, saat yang dikatakan Luke adalah benar. Bagaimana situs itu bisa benar-benar lolos dari petugas keamanan atau cyber police. Ia men-scroll tampilan layar sampai ke bawah. "Luke, bisa kau temukan daftar pembeli yang memesan kokain sepekan ke belakang?" dan mengembalikkan laptop itu kepada Luke. "Entahlah," ucap Luke ragu. "Mungkin aku harus melakukannya secara manual." Nicholas mengangguk cepat. "Kalau begitu, cepat lakukan." dan ia memalingkan wajahnya kepada Alicia yang duduk di sebelahnya. "Alicia, apa kau melihat sesuatu yang aneh di cafetaria? Kudengar kaulah yang memberikan pertolongan pertama untuk Elena." Alicia menggeleng lemah. "Ia hanya membuka mulutnya, mungkin ingin mengatakan sesuatu. Tapi kurasa efek racun itu mematikan fungsi organ dalamnya dengan cepat." Nicholas menggumam. "Aku berharap Elena meninggalkan dying message untuk siapapun di antara kita. Kasus ini mulai membuatku gila." Ia mengerang frustasi dan menyemburkan napas kesal ke sembarang arah. "Apa - apaan ini?!" pekik Luke kaget. Luke membulatkan matanya tak percaya. "Mereka mengirim kokain ke alamat Golden High selama tiga bulan terakhir." Ace langsung menarik laptop di tangan Luke. "Biar kulihat!" untuk memastikan Luke tidak main-main dengan perkataannya. Tapi sejurus kemudian, Brittany merebut laptop tersebut sembari berkata, "Aku juga mau lihat, Ace!" Terjadi aksi saling merebut disana. Ace menatap Brittany kesal sementara tangannya masih berusaha memenangkan laptop tersebut. "Britt, kau bisa melihatnya nanti. Berikan kepadaku!" "Tidak. Aku duluan!" jawab Britt tak mau kalah. Nicholas kemudian bangkit dari tempatnya dan mengambil laptop itu dari Brittany dan Ace. Menengahi keduanya. "Sudah cukup." Ia berjalan mendekati Luke dan memberikan laptop itu kepadanya. "Kalian berdua, mendekat!" perintahnya. Akhirnya, Brittany dan Acelah yang mengalah. Keduanya mengubah posisi duduk mereka menjadi di belakang Luke. Kini, ketiga orang itu mengelilingi Luke karena penasaran dengan tampilan layar yang berisi daftar konsumen dari situs tersebut. Luke men-scroll tampilan layar dengan perlahan hingga mereka sampai pada baris nama-nama konsumen yang memesan kokain pada kurun waktu enam bulan terakhir. Sebuah nama dan foto profil pembeli tiba-tiba muncul setelah Luke meng-klik salah satu pilihan tombol secara random pada daftar itu. Dan seperti menemukan harta karun tersembunyi, mereka berempat menemukan siapa yang sudah memesan kokain dan--mungkin--sianida pada tampilan situs tersebut. Mereka berempat membulatkan mata tak percaya dan saling melemparkan tatapan ngeri saat yang muncul di layar laptop adalah... Nama Alicia Perth dan foto wajahnya yang begitu jelas. []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD