Kantor Pusat Kepolisian Kota New York. 08:00 am
Alicia duduk di dalam sebuah ruangan tertutup berukuran dua kali dua meter di kantor pusat kepolisian kota New York. Matanya menatap dingin tembok di depannya, pandangannya kosong. Sementara kedua tangannya terlipat di atas sebuah meja kayu dengan permukaannya yang terbuat dari kaca.
Setelah menemukan nama Alicia masuk ke dalam daftar konsumen narkotika jenis kokain dan sabu di dalam situs deep web, Nicholas memutuskan untuk segera membawanya ke kantor polisi untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait masalah ini. Bagaimanapun juga, Alicia berhak memberikan kesaksian dan melakukan penyanggahan atas tuduhan dirinya terlibat dalam jaringan perdagangan di situs terlarang tersebut.
Beberapa kali petugas kepolisian masuk ke ruangan tersebut dan menginterogasinya, tapi Alicia tetap menutup mulutnya rapat-rapat dan memilih menunggu Nicholas untuk datang kepadanya. Tak lama, permintaannya itu dipenuhi oleh detektif muda tersebut (tentu setelah petugas lain mengatakan keinginan tersebut kepada Nicholas sebelumnya).
Nicholas masuk ke ruangan tersebut dengan wajah dinginnya dan duduk berhadapan dengan Alicia. Iris biru itu bertemu dengan manik hitam kecokelatan yang kini memicing curiga. "Aku ingin sesuatu yang bisa memuaskanku, nona Alicia," kata Nicholas memulai. "Bukan sekadar kata kau tidak melakukannya."
Alicia mendengus kasar dan membalas Nic dengan tatapan tak suka. "Aku dijebak dan kau pasti mengetahui itu, Gray."
Nicholas mengangguk pelan. Ia kemudian menyodorkan beberapa lembar kertas berisi laporan penyelidikannya selama ini ke atas meja, hingga Alicia dapat melihat semua foto dan tulisan-tulisan di depannya tanpa perlu menyentuhnya. "Tapi bagaimana kau menjelaskan ini semua? Si tua bangka itu akan menuntutmu karena ini." Nicholas kemudian bersedekap dan memperhatikan Alicia yang tengah serius menelusuri semua laporan di depannya. "Kurasa kau hanya perlu menyiapkan pengacara sekarang. Mereka tidak akan bermain-main dengan kasus kematian siswa mereka dan akan segera menahanmu di tempat ini."
Alicia tercenung sebentar sebelum akhirnya mendongak dan menatap lurus netra hitam milik detektif muda di hadapannya. "Aku akan menemukan pelakunya sebelum mereka membawaku ke tempat busuk ini," ucapnya penuh penekanan. Ia menyorotkan kebencian melalui kilauan matanya yang biru. "Aku tidak ingin berakhir seperti yang b******k itu inginkan!"
Nicholas menekuk dahinya dalam. "Kau terus bersikap seolah-olah ada orang lain dalam kasus ini, tapi semua bukti menunjukkan bahwa kaulah orang itu, Alicia," katanya dengan nada tinggi. "Kau adalah orang terakhir yang melewati lorong sebelum James tewas dan kau juga mengetahui kandungan sianida di dalam kopi milik Elena. Bagaimana bisa?!"
Alicia menarik tubuhnya menjauhi Nic saat lelaki berambut hitam itu mendesah frustasi dan menyeka wajahnya dengan kasar. "Bagaimana bisa, Alicia?!" ulangnya, kali ini suara Nic justru terdengar putus asa.
Alicia kemudian menggeleng. "Beri aku waktu," pintanya.
Nicholas lalu menarik semua lembaran-lembaran berisi laporan tersebut dan mendekapnya di d**a. Ia kemudian memperhatikan netra biru di hadapannya lekat-lekat sebelum akhirnya berkata, "Aku sungguh ingin percaya kepadamu, bahkan dalam posisimu yang rumit seperti sekarang ini." Ia kemudian memalingkan wajahnya ke arah lain. "Aku tidak akan meninggalkanmu. Percayalah." lalu tubuhnya berlalu meninggalkan ruangan dengan pintu yang dibiarkan terbuka begitu saja.
Setelah tubuh jangkung detektif itu menghilang, Alicia mendesah kasar dan memukul permukaan meja dengan kedua tangannya hingga memecahkan permukaannya yang terbuat dari kaca. "Sial!" Ia berdiri dari kursinya setelah darah menetes dari kedua tangannya dan berlanjut melampiaskan kekesalannya dengan menendang kaki meja berkali-kali. Tak peduli dengan ujung kakinya yang mulai berdenyut nyeri atau pada kaki meja yang rusak karena terus ia tendangi. Alicia benar-benar tersulut emosi sekarang. "b******k, b******k, b******k! Siapa si b*****h ini! Beraninya dia menjebakku seperti orang bodoh begini!"
Alicia mengangkat kursi yang tadi digunakannya untuk duduk dan melemparkannya ke arah dinding hingga benda itu hancur lebur seketika. "Aku akan menangkap si b*****h itu dan membuatnya menyesali semuanya." Ia mengangkat kedua tangannya ke udara dan mengikat rambut abunya seperti ekor kuda. "Si b******k itu harus membayar semuanya," ucapnya sembari mengeluarkan sebatang rokok yang di sembunyikan di dalam ankle bootsnya dan mulai menyesapnya.
Gadis berambut abu itu kemudian berlalu meninggalkan ruangan yang kini telah hancur berantakan--karena menjadi pelampiasan amarahnya. Ia berjalan melewati koridor kepolisian dan membalas tatapan orang-orang yang memandangnya dengan acuh. Karena kini di matanya hanya ada satu ambisi yang terlihat, keinginan besar untuk menangkap seseorang yang sudah menjebaknya.
Alicia menghentikkan langkahnya di gerbang utama kantor polisi. Matanya berkeliling ke sekitar, sementara mulutnya mengepulkan asap dari rokok yang dihisapnya. "Tampaknya orang ini mengenalku lebih dalam dari diriku sendiri." Alicia menyimpulkan. Ia kemudian merogoh saku celana jeansnya dan mengeluarkan ponsel dari sana. Mencari sebuah nama yang mungkin bisa membantunya memecahkan misteri ini.
Ia segera menempelkan layar ponsel itu ke telinganya saat sebuah nama yang dicarinya telah berhasil ditemukan.
.
.
.
"Halo, dad?"