Danis dengan pelan meninggalkan tempat tidur agar Rea tidak ikut terbangun. Ia membersihkan dirinya terlebih dahulu. Setelah itu ia melangkahkan kakinya menuju dapur. Danis tidak tahu saja kalau Rea sebenarnya sudah terbangun sejak Danis memasuki kamar mandi. Tapi Rea sengaja tetap memejamkan matanya agar Danis tidak menyadarinya. Kini giliran Rea yang membersihkan dirinya.
Sementara itu, Danis sudah berada di dapur.
“Rea mana, Dan?” tanya mamanya saat mereka berdua berpas-pasan di dapur.
Danis menolehkan kepalanya ke arah Karla. “Tidur ma.” Jawab Danis singkat namun membuat mamanya tersenyum malu-malu.
Karla sedikit mengerlingkan matanya. “Apa sekarang gunung es mama udah bisa dicairkan oleh Rea??” godanya. Karla merasa geregetan dengan tingkah Danis.
“Mama bisa aja.” Balas Danis sekenanya.
Karla berdecak. Susah sekali membuat Danis berkata jujur. Karla hanya berharap Danis tidak merasakan penyesalan nantinya. “Danis mama mau ngomong serius sama kamu. Tolong kamu putuskan semua pacar kamu. Mama nggak mau Rea sakit hati dan meninggalkan kamu nantinya. Mama nggak mau kamu menyesal.” Ucap Karla dengan tegas.
Danis mengalihkan tatapannya pada mamanya. “Mama tahu dari mana kalau aku punya banyak pacar?” Danis sempat melongo tapi buru-buru ia kembali memasang wajah datar.
“Apapun yang kamu lakukan mama bisa mengetahuinya, Dan. Kamu playboy di kampus, dan asal kamu tahu juga mama punya banyak mata-mata. Jadi cepetan kamu putusin tuh pacar-pacar kamu. Masa udah punya istri secantik Rea masih aja gak berubah,” Karla mendelik sebelum terkekeh. “Bentar lagi punya anak kalau produksinya lancar.” Karla terkikik geli mendengar kalimat terakhirnya. Tapi apa yang ia katakan tadi memang benar.
Anaknya adalah playboy, badboy, entah apa lagi sebutan yang lainnya tapi yang pasti semua yang berhubungan dengan mempermainkan perempuan melekat pada Danis sejak terakhir kali dia menjalin hubungan yang serius dengan Felicia. Tapi kalau soal pelajaran tidak perlu dipertanyakan lagi. Dia juga salah satu mahasiswa jenius meskipun sering bolos kuliah. Dari situ juga dia bisa dengan mudah memikat gadis-gadis cantik dikampusnya, tentu saja selain ketampanan yang turun dari papanya.
Karla menghela napasnya membayangkan betapa hancur perasaan Danis sejak ditinggal pergi oleh Felicia. Tapi seketika matanya melotot saat mendengar perkataan Danis yang keterlaluan.
“Nggak mau ah ma. Rugi tahu diputusin.” Danis tergelak. Hal itu semakin membuat mamanya marah. Apa-apaan anaknya ini menjawab semua kalimatnya dengan kata kurang ajar seperti itu. Seorang Karla saja bias merasakan sakit hati dan kecewa mendengar kata-kata Danis, apalagi seseorang yang tanpa mereka ketahui telah mencuri dengar pembicaraan itu. Ada sepasang telinga yang ikut larut dalam obrolan mereka. Dia Rea.
Jujur, air mata saja tak dapat menggambarkan perasaannya saat ini. Kenapa dia marah? Tidak ada yang salah bukan? Dia tidak seharusnya mendefinisikan percintaannya dengan Danis hari ini adalah semata-mata karena cinta. Tidak, dia memang tidak seharusnya berharap seperti itu tapi apa daya hatinya telah berharap pada Danis dan hatinya telah berkhianat pada Fahri.
Iya, Fahri.
Kekasihnya itu apa kabarnya? Bukan sekedar kabar biasa tapi bagaimana kabar lelaki itu dihatinya?
Rea sudah mulai melupakan keberadaan lelaki itu. Perasaannya terhadap Fahri sudah tersamarkan oleh keberadaan Danis disisinya. Lantas apakah Rea adalah w************n yang mudah jatuh cinta? Ah cinta? Apa benar yang dia rasakan saat ini adalah cinta? Namun apalah artinya itu setelah dia mendengar perkataan Danis yang menyakitkan.
Kata-kata yang diam-diam menusuk hatinya, menorehkan luka dan memupus harapan yang mulai ia tanam dalam dirinya. Rea sadar bahwa Danis tidak sepeduli itu dengannya, mungkin percintaan mereka dapat didefinisikan sebuah nafsu belaka bagi Danis. Mungkin Danis sudah menang karena tubuh Rea sudah menjadi miliknya, Rea tidak lagi berguna bahkan tidak pantas lagi untuk siapapun apalagi Fahri, lelaki itu berhak mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik darinya, dia telah kotor karena sesuatu yang selama ini selalu dijaganya telah hilang, telah ia serahkan pada Danis yang dianggapnya suami.
Tapi Rea berulang kali berpikir bahwa dirinya hanya berstatus istri bagi Danis karena dalam kenyataan lelaki itu memiliki banyak pacar diluar sana yang tentu saja jauh lebih cantik dari dirinya sendiri. Ada lagi seseorang yang lebih nyata dari itu, Felicia.
Kejadian ini membuat Rea kembali yakin bahwa Danis masih mencintai gadis itu. Karena semakin dia sering mempermainkan wanita, artinya dia belum bisa melupakan masa lalunya. Dan sekali lagi kenyataan itu kembali menohok hati Rea, kenyataan bahwa Danis tidak serius menikah dengannya.
“Hussss Danis mama tidak suka kamu mempermainkan menantu mama. Kamu harus putus sama pacar-pacar kamu itu. Titik!” bentakan Karla membuat Rea tersadar dari lamunannya. Otak boleh encer tapi Danis tetap tak punya hati. Karla juga bingung kenapa anak bungsunya menjadi seperti ini. Padahal di dalam keluarga mereka tak ada yang bersikap seperti Danis. Rea yang sudah bisa mengendalikan dirinya segera melangkahkan kaki kembali ke kamarnya. Menangis dalam diam adalah salah satu cara untuk melampiaskan segala kesakitan.
***
Satu jam berlalu sejak kejadian itu. Namun Rea masih enggan untuk keluar kamar. Mata memang terpejam sedari tadi tapi kantuk tak kunjung datang kembali. Dirinya merasa sangat hina karena menyadari perasaan Danis padanya hanya sebatas nafsu belaka.
Pintu terbuka, “Yea kamu sudah bangun?” suara Danis menggema dalam otaknya. Ia tak peduli.
“Rea bangun sekarang! Kamu tahu ini jam berapa? Sudah sangat sore.” Ucap Danis lagi. Rea mau tidak mau menggerakan badannya dan segera turun dari tempat tidur tanpa sedikitpun berniat menatap ke arah Danis. Dirinya dengan malas melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sementara itu Danis yang melihat perubahan istrinya hanya bertanya dalam diam dan mengedikan bahu seolah menunjukan sikap teracuhnya. Sampai akhirnya Rea keluar dari kamar mandi setelah beberapa menit. Danis tidak tahan melihat sikap dingin yang ditunjukan Rea.
Danis menatap Rea dengan kening berkerut. “Kamu kenapa lagi?” tanya Danis lembut. Tapi justru itu yang membuat Rea semakin muak pada pria itu. Dengan tenangnya Danis bertanya, sementara tanpa sadar dia baru saja memporak porandakan perasaan Rea.
“…” Tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut Rea. Ia bisa menahan semuanya. Rea hanya menatap Danis dengan dingin.
Danis yang melihat itu sedikit gugup tapi ia dengan cepat kembali mengusai dirinya dan membuang jauh-jauh rasa gugup itu. “Rea please ngomong sama aku. Jangan kayak orang begok!” Danis mendengus tak suka. Rea yang mendengar itu semakin nelangsa. Danis mengatainya bodoh. Danis sama sekali tidak peduli dengan perasaannya.
Melihat ekspresi terluka yang sempat terlihat di wajah Rea membuat Danis sedikit menyesali ucapannya. Tapi Danis berpura-pura tidak peduli.
Pada akhirnya Rea tidak tahan untuk mengeluarkan suaranya. “Apa peduli kamu??” pertanyaan Rea sangat mengena dihati Danis. Istrinya itu benar, memangnya kenapa kalau Rea tak mengacuhkannya? Apa pedulin? Danis kebingungan tapi dinginnya Rea sangat membuatnya tidak nyaman apalagi mereka baru saja menikmati keromantisan yang indah. Rasanya aneh bagi Danis. Dia tidak menginginkan situasi yang seperti ini.
Dalam kebingungannya Danis berkata, “aku nggak ngerti sama jalan pikiran kamu. Kamu tu seperti angin yang kadang berhembus lembut namun kadang berhembus kencang. Apa lagi salah aku Rea?” kata Danis seakan benar-benar terluka melihat sikap Rea.
“Maaf. Tapi kamu nggak perlu sok peduli gitu, aku memang istri kamu tapi itu hanya status, kan? Selebihnya kita ini hanya orang asing. Kamu tidak menyukai aku begitu juga denganku.” Kalimat terakhirnya adalah sebuah kebohongan besar. Dirinya jelas mulai menyukai Danis atau mungkin sudah menyukai Danis sejak mereka pertama kali bertemu dulu.
“Jadi apa yang seharian ini kita lakukan atas dasar apa Rea?” tanya Danis dengan tampang bodohnya membuat Rea bergeming malas.
Baginya, Danis adalah sosok yang mudah sekali memanipulasi keadaan. Rea sekarang tahu kalau Danis terlalu pandai berpura-pura. Ia adalah pemeran yang hebat. Dan Rea sama sekali tidak menyukai itu. Apalagi kalau kenyataanya dia telah terpedaya oleh kepalsuan Danis. Rea merasa bodoh karena terjerumus dalam pesona playboy seperti Danis.
Seharusnya Rea tetap menjaga hatinya untuk Fahri, bukan malah menikmati perannya sebagai istri sementara Danis Karandio. Rea menghembuskan napasnya dengan keras. “Kamu bebas berpendapat Danis. Aku nggak peduli!” Rea membalas Danis dengan ketus. Ia tidak sudi terlalu lama satu ruangan dengan Danis karena bisa saja ia kembali luluh dengan rayuan Danis.
“Tapi Yea..” belum sempat Danis melanjutkan kalimatnya, suara Rea memotongnya. “Terserah!” ucap Rea sambil meninggakan Danis dan membanting pintu kamar mereka.
Danis terkejut. Ia terperangah melihat tingkah laku Rea. Semua itu diluar perkiraannya. Danis hanya bisa bertanya dalam hening perihal sebab musabab kenapa istrinya itu marah-marah.
***