10. Cemburu (2)

1487 Words
Jika Rea seperti angin yang kadang berhembus lembut namun kadang berhembus kencang maka Danis dapat digambarkan seperti apa. Angin adalah sesuatu yang akan memberikan kenyamanan yang luar biasa bila berhembus lembut namun akan sangat menakutkan bila menjadi badai. Lalu apakah badai datang dengan sendirinya?, tentu tidak. Badai datang karena perubahan cuaca dan perubahan cuaca ada karena sang pencipta. Maka bila perasaan Rea kini seperti badai tentu saja yang menjadi penyebab utamanya adalah Danis yang dengan sengaja menciptakan jarak antara mereka dengan cara diam-diam masih memiliki kekasih hati dan bukan hanya satu. Tapi sebenarnya Rea juga bukan istrinya yang baik karena dia pun memiliki kekasih. Lantas siapakah yang dapat disalahkan disini. Apakah takdir? Ya, Rea menyalahkan takdir yang tak berpihak kepadanya. Padahal dirinya sendiri belum tahu apa akhir dari takdirnya ini. Setelah membanting pintu Rea turun mencari sosok Karla yang masih menghargainya dirumah ini. “Ma?” panggil permpuan itu. “Iya Rea kenapa? mama ada didepan!” teriak Karla dari arah depan membuat Rea menghampirinya. Sebisa mungkin Rea menutupi kesedihannya karena bagaimanapun juga ia tidak ingin ibu mertuanya tahu soal pertengkaran yang baru saja terjadi. “Danis mana sayang??” tanya mama mertuanya. “Ada dikamar ma.” Jawabnya sebiasa mungkin. “Gimana Rea udah nggak sinis-sinisan lagi kan sama Danis?” Karla mengedip-ngedipkan matanya. “Kalau Danis macam-macam bilang sama mama ya, biar mama pukul dia,” lanjut Karla masih dengan senyum jailnya. Seandainya Karla tahu tentang keadaan mereka sekarang mungkin Danis akan dimarahi habis-habisan tapi sayangnya Rea tidak punya hak sebesar itu pada Danis. “Ma Rea izin ke rumahnya kak Avira ya ma, kangen aja pengen ngobrol-ngobrol,” Karla sedikit memicingkan matanya curiga mengingat ini baru masuk minggu kedua Rea resmi menjadi menantunya. “Kamu nggak lagi berantem sama Danis kan Rea?” tanyanya semakin curiga. Rea hanya menggeleng tanpa bersuara. “Ya udah kalau gitu biar mama suruh Danis yang ngantar kamu ke rumahnya Avira,” Rea lagi-lagi menggeleng sambil mengibas-ngibaskan tangan didepan dadanya. “Nggak usah ma biar Rea pergi sendiri aja.” “Nggak baik sayang kalau kamu sendirian, bentar ya mama panggil Danis dulu,” Karla melenggang pergi tanpa tahu isi hati Rea seperti apa saat ini. Niat hati ingin menghindari Danis tapi malah sebaliknya. Tidak lama setelah itu Karla kembali lagi sambil membawa Danis lengkap dengan jeket kulit yang menenpel dibadannya. Keren. Itu kata pertama yang terlintas dalam benak Rea. Ah bahkan dalam keadaan marah pun Rea masih sempat memuji Danis. “Ya udah kalian berangkat gih nanti kemalaman,” ucap Karla pada anak menantunya. Sebenarnya Karla tahu pertengkaran itu karena sewaktu dirinya habis membentak Danis didapur tadi tak sengaja dia menangkap sosok Rea yang berlari menaiki anak tangga sambil mengusap air matanya namun Karla membiarkannya karena disisi lain dirinya juga ingin membuat Rea sadar perasaan apa yang ia miliki untuk putra bungsunya itu. Sementara itu selama perjalanan tak ada satupun yang mengeluarkan suara. Danis dan Rea masih dalam aksi diam-diaman seakan tak peduli satu sama lain padahal diam-diam mereka berdua saling melirik untuk sekedar memastikan ekspresi apa yang sedang terjadi diwajah satu sama lain. Tapi pada akhirnya Danis yang tidak tahu alamat Avira yang menjadi pembicara pertama diantara mereka berdua. “Ehmmm, alamat kak Avira dimana??” tanya Danis tanpa sedikitpun menoleh pada istrinya itu. Rea sendiri hanya menyodorkan secarik kertas pada Danis. “Ohhh,” Danis berdeoh saat tahu dimana alamat yang ditulis istrinya dalam kertas itu. Setelah itu mereka berdua kembali diam hingga mobil itu berhenti tepat dihalaman rumah minimalis milik Avira dan keluarga kecilnya. Rea yang memang sudah memberitahu kakaknya melalui sms, membuat kakaknya itu membuka pintu ketika mendengar suara mobil dihalaman rumahnya. “Rea, Danis ayo masuk,” ajak Avira sambil memeluk adik bungsunya itu. Mereka berdua ditambah Kila anak kakaknya duduk diruang tamu sebelum Rea menyusul kakaknya kedapur saat itu pula dirinya berpas-pasan dengan suami kakaknya yang bernama Amar. Rea langsung menyalami laki-laki itu. “Mas Amar,” tegurnya. “Sama siapa Rea?” tanya Amar. “Danis mas, dia ada diruang tamu bersama Kila,” jawabnya sambil matanya menunjuk kearah ruang tamu. Amar mengangguk mengerti dan segera melangkahkan kakinya keruang tamu. Disana Danis dan Kila asyik bermain membuat Amar menyunggingkan senyumnya samar-samar. Disana Danis dengan lepas tertawa saat ia berhasil membuat bocah lima tahun itu terbahak-bahak setelah ia menggelitik perut kecil itu. “Ampun om, ampun hahahaa,” tawa Kila memenuhi ruangan itu lagi. “Sayang om dulu,” pinta Danis sambil menyodorkan pipinya. Dengan malu-malu gadis kecil itu mulai mencium Danis kemudian tanpa diduga ia melontarkan pertanyaan yang membuat Danis terbengong. “Kalau ante Yea sayangnya dimana om??, mama sama papa kalau sayang itu disini,” ucapnya sambil menunjuk bibir mungilnya. Amar yang melihat itu juga ikut terkejut, dirinya tak menyangka Kila pernah melihat dia dan istrinya berciuman. Segera ia menggendong Kila sambil tertawa sumbang dan menatap Danis. “Sorry Dan, Kila emang kelewat pintar kadang-kadang,” Amar berucap sambil sesekali menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Kenapa mas??” tanya Avira pada suaminya setelah ia dan Rea sampai di ruang tamu sambil membawa beberapa aneka kue kering. “Nothing.” Jawab Amar. Avira mengangguk namun Rea masih merasa ada yang aneh melihat suaminya masih tersenyum malu-malu. Danis yang merasa diperhatikan oleh istrinya menoleh dan sekali lagi tersenyum. Sedangkan Rea masih meminta jawaban dengan cara menunjukan kerutan pada keningnya. “Nanti aku certain,” kata Danis dan diikuti anggukan oleh Rea. “Kalian nginap ya Rea, kakak udah siapin kamar untuk kalian,” ucap Avira sambil tersenyum manis, ia pun bergantian menatap adiknya dan Danis. “Biar aku aja yang nginap kak, Danis pulang aja karena besok dia kuliah pagi,” keputusan Rea membuat Danis terdiam menatap kosong ke kue kering itu. Tapi dirinya tetap Danis yang biasa. Acuh meskipun kali ini hatinya bertolak belakang. “Ohh ya sudah,” ucap Avira pada adiknya padahal dirinya pun merasa janggal terhadap sikap Rea yang sedikit aneh tapi karena Danis terlihat acuh seakan tak ada masalah, Avira hanya mengedikan bahu. Disaat yang bersamaan Danis mengangkat telponnya yang berdering, Danis meninggalkan mereka semua menuju pintu keluar untuk mengangkat telpon. Ekspresi Rea yang melihat itu seketika berubah drastis. Wajahnya murung-semurung murungnya. Pasalnya dia yakin Danis sedang berbicara dengan salah satu kekasihnya diluar sana. Karena tidak tahan pada akhirnya Rea menyusul Danis yang menelpon kelewat lama. “Danis,” teriak Rea pada sosok jangkung yang berdiri tak jauh darinya. Danis menoleh. “Kenapa ?” tanyanya dengan ekspresi yang tak terbaca. “Kenapa? Kamu tanya kenapa? Kamu lama diluarnya. Nelpon siapa sih?” jelas ada nada cemburu disana. Danis mengernyitkan dahinya. “Ini telpon dari mama Yea, mama nyuruh aku nginap juga disini,” jelas Danis seakan tak ingin Rea salah paham. “Ohh,” jawab Rea. Danis tak tahu saja hati Rea kini sedang berlega-lega ria. “Jadi kamu akan nginap juga?” tanya Rea harap-harap cemas. “Iya.” Danis mengangguk dan lagi-lagi Rea menghembuskan napas lega. “Kenapa??” tanya Danis melihat Rea yang sedikit-sedikit menyembunyikan senyum bahagianya. “Nggak kenapa-kenapa.” Jawabnya yang kini langsung membalikan badan untuk menutupi rasa leganya. Danis tersenyum simpul saat mengetahui keinginan istrinya yang sesungguhnya tapi Danis masih bingung dengan sikap Rea ini. Dirinya yakin Rea sedang kecewa padanya tapi untuk membuat istirinya itu jujur adalah hal yang mustahil tapi bukan Danis namanya bila tidak bisa membuat wanita itu menceritakan sendiri keluhananya. Karena ranjang akan membantu Danis dengan senang hati. “Tante Yeaaaaaaa,” teriak Kila saat Rea sudah berada diruang tamu.  “Tante kata mama kapan ada adek bayi?” tanya Kila dengan polosnya. Mana ia tahu apa maksud dibalik pertanyaannya itu. Rea yang mendengarkan pertanyaan keponankannya tiba-tiba langsung salah tingkah dan ia tambah salah tingkah saat dengan percaya dirinya Danis yang berada dibalik badannya menjawab pertanyaan itu. “Sabar sayang ini om sama tante lagi proses,” jawab Danis sambil nyengir tanpa dosa. “Danis jangan ngomong gitu sama Kila,” tegur Rea yang kini pipinya sudah semerah tomat. “Hahaha,” tawa Danis yang kemudian berhenti dan tiba-tiba mencium bibir Rea membuat si empu bibir melotot. Untung saja Danis mencium Rea sambil menutup mata Kila. “m***m,” kata Rea namun pipinya kembali merona. “Tapi kamu suka.” “Nggak. Dasar mesum.” Sanggah Rea. “m***m sama istri sendiri nggak apa-apa dong,” kata Danis. “Iya dari pada m***m sama kekasih kamu yang aku tahu lebih dari satu.” Ucap Rea dan langsung pergi. Danis melongo. Bukan. Bukan karena berapi-apinya omongan itu. Bukan juga karena melihat Rea pergi tapi makna dari kalimat itu cukup menjawab kenapa tadi sore Rea tiba-tiba marah dan dingin padanya. Istrinya tengah cemburu. Itu kesimpulan yang Danis buat sehingga kini Danis merasa sudah memiliki hati istrinya. Iya, dia senang dan entah kenapa. Yang pasti ada rasa bahagia luar biasa dalam dirinya. “Ayo sayang,” ajak Danis pada Kila yang dari tadi hanya mendengar percakapan aneh om dan tantenya. Danis menggendong Kila dengan sayang. . . Tbc. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD