11. Badai Lagi

1438 Words
Meskipun saat ini mereka masih berada di rumah Avira tapi sikap dingin yang ditunjukan Rea pada Danis sejak terakhir mereka berbicara masih terpatri dengan jelas. “Yang,” panggil Danis ketika mereka berdua berada di dapur. Tadi Danis sengaja menyusul istrinya hanya untuk berbicara. “Yang masih marah?” tanya Danis dengan nada manja. Jujur saja sebenarnya Rea merasa lucu terhadap nada bicara Danis namun dia tidak mungkin tertawa sekarang juga. “Yang,” rajuk Danis lagi. Tapi Rea masih tidak peduli pada lelaki itu. “Anarea Lingga Karandio!” seru Danis. Rea menghentikan antifitasnya sejenak karena mendengar Danis memanggil nama lengkapnya plus menambahkan nama Karandio yang merupakan nama belakang Danis sendiri. “Maafin aku Yea. Aku akan jujur sama kamu, serius.” Bujuk Danis dan berhasil. Setidaknya sekarang wanita dihadapannya ini mau bertatap muka dengannya. “Terserah kamu,” Rea meleggang meninggalkan Danis yang kini sangat kesal. Bagaimana tidak? dia telah rela melupakan harga dirinya hanya untuk membujuk Rea berbicara dan apa yang ia dapat? Wanita itu memang berhasil mengeluarkan suaranya namun hanya untuk berkata demikian. Danis tidak menyukainya sama sekali. Danis mulai frustasi menghadapi Rea. Namun ia tidak akan menyerah sebelum wanita itu mau berbicara padanya dan mereka akan menghabiskan malam yang e****s seperti sebelumnya. Danis menyusul Rea dan berjalan disamping kirinya. Kemudian tanpa aba-aba ia langsung mengecup pipi Rea, itu membuat Rea sangat terkejut dan pipinya kembali merah merona. “Jangan tergoda Rea!” peringat hati kecilnya. Danis memiliki tekad yang kuat untuk meluluhkan Rea. “Kamu jangan marah lagi yang,” bujuk Danis untuk yang kesekian kalinya. Gemas juga Rea mendengar Danis memanggilnya yang. Apa maksud Danis sejak tadi memanggil Rea dengan panggilan itu. Rea masih bertanya-tanya. Ingin rasanya secara langsung ia mengitrupsi Danis namun sifat tidak mau kalah dan gengsi masih saja setia padanya. “Ya udahlah,” Danis menyerah. Ia sengaja melakukan itu seakan dirinya sudah putus asa. Danis ingin melihat apakah istrinya akan menyusulnya atau malah semakin mengabaikannya. Danis pergi menuju kamar tamu yang telah disiapkan Avira untuk mereka berdua. Rea berada di ruang tamu bersama Avira dan suaminya yang memangku Kila yang sudah tertidur pulas. “Danis dimana dek?” tanya Avira. “Udah tidur duluan kak, kecapean dia,” jawab Rea berbohong. Dia tahu betul kenapa lelaki itu memutuskan pergi ke kamar. Menurutnya Danis kecewa padanya karena susah sekali dibujuk. “Ohh lebih baik kamu susul, pengantin baru nggak boleh pisah lama-lama.” Ucap Avira sambil tertawa lucu membayangkan apa yang adiknya lakukan dengan Danis. Sementara itu pipi Rea kembali merona untuk kesekian kalinya hari ini. “Kakak apaan sih?. Nggak ada yang seperti itu.” Ucap Rea ketus. Sesaat Avira merasa ada yang salah. Dia masih ingat betul kalau Rea masih berhubungan dengan Fahri dan jujur sebenarnya Avira juga setuju dengan hubungan mereka dulu karena Fahri benar-benar membuktikan untuk menjaga adiknya. Tapi itu dulu sebelum Rea menikah dengan Danis. “Jangan bilang kalau kalian belum pernah itu?, dan kamu masih belum memutuskan hubunganmu dengan Fahri?” tanya kakaknya. Amar yang sedari tadi mendengar percakapan mereka memilih pergi menidurkan Kila dari pada mengikuti alur cerita mereka yang kelewat sensitive. “Sudah dan belum,” jawab Rea singkat padat dan jelas. Avira menganga kemudian tertawa. “Jadi kalian sudah melakukan itu Yea? wah semoga cepat isi deh,” ucap Avira sambil mengelus tangan adiknya. “Tapi kenapa kamu belum memutuskan hubunganmu sama Fahri?” tanya kakaknya dengan nada sedih yang tidak dibuat-buat. “Aku bingung harus memulai dari mana kak,” jawab Rea. Dia memang bingung. Tidak tahu harus bagaimana. Meskipun seminggu ini Fahri dan dirinya sudah tidak saling berhubungan tapi Rea semakin merasa bersalah terhadap kekasihnya itu. Di sisi lain dirinya juga merasa bersalah terhadap Danis. “Kamu harus memutuskan pilihanmu dek. Kalau memang kamu masih mencintai Fahri, kamu harus tegas pada Danis tapi kalau kamu memang menaruh hati sama suamimu itu, kamu juga harus bisa memutuskan Fahri.” Begitulah nasihat Avira sebelum dia meninggalkan Rea untuk menyusul suami dan anaknya. Sehingga kini Rea hanya seorang diri di ruang tamu. Ia memikirkan sesuatu. Hal yang begitu sulit baginya. Kenapa dia harus memilih antara Danis dan Fahri. Pertanyaan yang menguras energi untuk memperoleh jawaban yang akurat namun yang manakah yang pasti diantara mereka berdua. Fahri adalah lelaki yang jelas mencintainya namun mereka hanya sepasang kekasih sedangkan Danis, lelaki yang juga memiliki banyak kekasih diluar sana dan belum tentu mencintainya tapi mereka adalah suami dan istri. Rea tidak tahu apa yang harus dilakukannya, maka menuju kamar dan tidur adalah yang terbaik untuk saat ini. Ia langkahkan kaki menuju kamar tamu yang sudah ditempati Danis lebih dahulu. Dibukanya pintu dengan perlahan takut orang yang berada di dalam sudah tertidur. Saat sampai ditepi ranjang, ia melihat Danis membelakangi pintu dan tidur disisi kiri. “Kenapa dia tidur disisi kiri padahal biasanya tidur disisi kanan?” Hati Rea bertanya. Ah dia mulai memperhatikan suaminya. Dengan hati-hati Rea naik ke atas tempat tidur itu dan merebahkan tubuhnya disisi yang kosong kemudian dia menghadap ke pintu dengan kata lain dia membelakangi Danis. Saat akan memejamkan mata, Rea merasa ada pergerakan disisi Danis kemudian tangan besar itu melingkar dipinggangnya. “Aku sudah terbiasa memeluk istriku,” katanya memberikan penjelasan atas apa yang dia lakukan. Sementara itu Rea hanya diam mencoba menikmati perlakuan manis yang diberikan Danis padanya. “Maaf Rea,” Danis kembali berucap. “Aku nggak tahu kalau ucapanku sama mama tadi sore bisa buat kamu marah. Rea, aku nggak suka kamu diam seperti ini.” Danis semakin mengeratkan pelukkannya. Rea terkejut mendengar perkataan suaminya. Dia bertanya-tanya apa Danis mencintainya tapi itu tidak mungkin karena lelaki itu jelas mempunyai banyak kekasih diluar sana. Mungkin ini adalah cara Danis menenangkannya agar tidak marah lagi. Tapi kata-kata yang Rea dengar selanjutnya mampu memberikan sedikit rasa percaya pada Danis. “Aku janji nggak gitu lagi demi kamu.” Janjinya sambil mempererat pelukan pada pinggang Rea. “Kenapa?” tanya Rea pada akhirnya. Benar, dia harus tahu kebenarannya. Alasan yang membuat Danis memutuskan pacar-pacarnya diluar sana. Jujur sedikit banyaknya Rea berharap jawaban Danis adalah karena Danis mencintainya tapi harapan itu pupus saat ia mendengar jawaban dari mulut Danis. “Aku tidak tahu,” hanya itu. Tapi Danis tidak tahu kalau jawaban singkat itu sangat mengena di hati Rea. Entah kenapa air matanya mengalir begitu saja. Ada rasa tidak rela atas jawaban yang Danis berikan. “Rea,” panggil Danis karena Rea sudah diam sejak sepuluh menit yang lalu. “Kamu sudah tidur?” tanya Danis. Rea masih tetap diam, tidak mungkin dia menjawab sudah padahal belum tidur sama sekali. “Ah istriku sudah tertidur,” keluh Danis yang kemudian menyurukkan kepalanya diantara rambut Rea yang jatuh disekitaran leher dan punggungnya. Danis mengendus-ngendus aroma istrinya itu. Mau tidak mau Rea bergerak karena kegelian. “Danis jangan lakukan itu!” eluh Rea. “Kamu belum tidur?” tanya Danis lagi. Padahal dirinya tahu kalau Rea memang belum tidur. “Ihh jangan ngendus Danis, geli!” Protes Rea untuk kedua kalinya pada Danis yang masih melakukan kegiatan mengendusnya. “Tapi aku ingin kamu, Yea,” ucap Danis. Rea termenung. Tiba-tiba ia merasa sesak. “Aku ngantuk.” Tolaknya Rea. Ia masih bingung, bila dirinya melakukannya lagi dengan Danis maka secara tidak langsung dia telah menyakiti perasaan Fahri sekali lagi. “Aku tahu kenapa kamu nggak mau melakukannya. Kamu lebih memikirkan perasaan kekasihmu dari pada suamimu,” suara Danis kecil dan sendu. Rea terbelalak mendengar ucapan itu. Danis seakan tahu apa yang ia pikirkan. Danis benar, Rea lebih mementingkan perasaan Fahri dari pada Danis, itu kenyataan. Tapi kenapa saat mendengar ucapan Danis rasa bersalah Rea lebih besar dari rasa bersalahnya pada Fahri. Perasaan bersalah itu semakin menjadi saat Danis berhenti memeluknya dan mulai membelakanginya. Rea kehilangan. Kini Rea yang melakukan pergerakan untuk menghadap punggung Danis. Dia ingin memeluk suaminya. Dia ingin menenangkannya dan membuatnya percaya bahwa dirinya ada disini meskipun statusnya dan Fahri masih berpacaran. “Maaf menguping,” ada jeda disana. “Tapi aku nggak sengaja dengar pembicaraan kamu sama kak Avira.” Danis melanjutkan kalimatnya. Sejak Danis berucap tak ada lagi yang berbicara. Tidak Danis ataupun Rea. Mereka berdua memilih diam sampai tertidur sehingga tidak ada penyelesaian di malam ini. Apa cinta sesulit ini untuk saling menyadari bahwa mereka membutuhkan satu sama lain. Cinta tidak memerlukan alasan untuk saling memiliki. Bila cinta telah hadir ia datang dengan sendirinya. Meski terkadang cinta harus melewati waktu yang sulit namun cinta akan berujung bahagia ketika kita ikhlas meskipun cinta tak saling memiliki. Jika mereka berdua telah memilih diam untuk mencintai maka mereka perlahan-lahan saling menyakiti. Karena cinta tak seharusnya diam. Saat mereka tak mampu mengungkapkan perasaan masing-masing maka diam akan saling menyakiti. Entah sampai kapan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD