4. Cemburu (1)

1704 Words
*** Danis yang melihat istrinya semakin malu merasa sangat puas. Ia sukses mengerjai perempuan itu. Danis merasa dirinya gemas ingin mencubit pipi Rea yang merah. “Danis apa kamu tidak akan pergi kuliah?” Rea mengalihkan pembicaraan mereka walaupun terkesan tidak sopan. Ia tak peduli. Ia tahu kalau Danis masih mahasiswa semester 5 di sebuah Perguruan Tinggi Negeri, jurusan Manajemen. “Tidak. Nanti sore aku kuliah.” Jawabnya. Rea hanya mengangguk. “Ok, kalau begitu kamu ajak Rea jalan aja Dan!” Seru Karla. “Boleh juga tuh ma. Kita ke mana sayang?” Ucap Danis menanggapi ucapan ibunya dan bertanya pada Rea yang sedari tadi masih merasa deg-degan karena Danis terus-terusan memanggilnya sayang. Secara, Fahri saja yang merupakan kekasihnya jarang sekali memanggilnya dengan panggilan semesra itu. “Terserah”. Jawab Rea singkat padat dan jelas. Ibu mertuanya yang mendengar itu merasa iba karena ia mengerti bagaimana perasaan gadis itu. Tapi dengan segala kemampuannya ia akan membuat Rea jatuh cinta pada Danis sehingga tak perlu ada perpisahan diantara mereka meski dirinya sendiri tidak tahu apa alasan Danis memaksa ingin menikahi putri sahabat ibunya itu. “Baiklah aku yang akan memutuskan.” Tegas Danis pada akhirnya. Rea hanya mengangguk malas. Dan disinilah mereka sekarang. Berkeliling di salah satu mall yang selalu ramai dikunjungi orang-orang. Rea yang tiga tahun lalu pernah mengunjungi tempat ini sempat terkagum tapi ia segera menepis perasaan itu. Danis menggenggam tangan istrinya seakan takut kehilangannya. Rea yang merasakan genggaman Danis jadi salah tingkah dan pikiran tentang dirinya berarti bagi Danis beberapa detik lalu berada dalam otaknya. “Itu tidak mungkin,” Suara Rea terdengar seperti desahan namun sempat terdengar oleh Danis. “Apanya yang tidak mungkin?” Tanya Danis yang kini sudah mantap menatap Rea. “Tidak!” Jawabnya singkat. Bodoh juga dirinya karena merasa kecewa atas ketidak mungkinan itu. “Yakin??” Danis tak berniat untuk berhenti bertanya. “Tentu saja!” Rea juga tak kalah dengannya. “Baiklah,” Danis yang mengakhiri. Entah kenapa Rea tersenyum puas, merasa bangga karena Danis mengalah darinya meskipun itu hanya hal kecil tapi tetap ada perasaan behagia yang sedari tadi membuatnya bingung. “Kita mau ke mana dulu?” Tanya Danis. “Ke toko buku. Mau cari n****+,” jawabnya dengan senyum mengembang. Memang kalau soal n****+, Rea tidak pernah mau ketinggalan. Lagi pula ia akan memanfaatkan kesempatan ini untuk memborong n****+ terbaru dan best seller. Tentu saja dengan uang Danis. Salahnya sendiri mengajak Rea jalan-jalan. “Ini juga, ini juga, dan ini juga deh,” itu n****+ tiga buah terakhir yang dipilih. Rea kesulitan membawa banyaknya buku yang dipilihnya. Kini total buku tersebut menjadi tujuh buah. Itu pun sudah sangat dikuranginya mengingat uang yang akan membayar semua pembelian buku adalah uang suaminya. “Yea sini aku bawain,” tangan Danis terulur. Tanpa ia sadari bahasanya berubah menjadi aku-kamu pada Rea. Rea segera memberikan beberapa buku pada Danis namun lelaki itu malah mengambil semuanya dari tangan Rea.  “Eh?” Rea terkejut. “Siniin aku bawa beberapa,” Ucap Rea sambil berusaha mengambil beberapa buah buku yang direbut Danis darinya tadi. “Nggak. Biarin aku aja.” Danis bersikukuh untuk membawa buku-buku tersebut. Tanpa sadar mereka telah sampai di depan kasir. Banyak mata memandang seakan iri dengan tingkah laku kedua insan itu.  “Ya ampun mbak beruntung sekali mendapat suami seperti dia. Dengan rela membawa setumpuk n****+ demi istrinya,” itu tadi suara perempuan yang ikut mengantri di belakang mereka. Sejak mendengar kalimat perempuan itu pipi Rea tak ingin berhenti merona. Ia tahu betul kenapa permpuan itu sampai tahu bahwa mereka sudah menikah. Cincin yang sengaja tak bolah dilepas oleh Danis mampu membuat siapa saja yang melihat itu merasa iri. Rea dan Danis yang mendengar itu hanya tersenyum. Danis sendiri tanpa sadar merasa hatinya berbunga-bunga dan seakan ada banyak kupu-kupu yang beterbangan di perutnya. Hingga selesai mengantri dan membayar buku-buku itu perasaan Danis masih tidak berubah. Dirinya bahagia meskipun belum paham apa penyebabnya. Saat menuju parkiran tanpa sengaja ada pertemuan tak terduga antara Danis dan masa lalunya, dan Rea berada diantara mereka berdua. “Danis,” sapa gadis itu dihadapan Danis dan Rea.  “Kamu?” Rea dapat melihat tingkah yang tak wajar dari Danis. Rea bertanya-tanya dalam hati kenapa Danis terlalu jauh berbeda. Sikapnya memang terlihat begitu muak dan benci pada gadis yang bahkan Rea sendiri tidak tahu siapa namanya. Tapi mata itu cukup jelas membuat Rea mengerti bahwa Danis rindu. “Apa Danis merindukan gadis ini?” Rea sedikit was-was. Entah kenapa dirinya merasa benci ketika harus berada ditengah-tengah mereka berdua dan menjadi penonton yang hanya bisa mendesah pasrah dengan apa yang akan terjadi nantinya. Sebenarnya ada hasrat ingin pergi namun disuatu tempat dalam hatinya mengatakan bahwa ia harus bertahan. “Lagi pula tidak ada masalah kan Yea?terserah siapa perempuan ini.” Lagi, Rea berbicara sendiri dalam heningnya. Rea bersikap tak peduli mengingat hatinya tidak mencintai Danis jadi seharusnya tidak akan ada yang namanya bertengkar karena cemburu. “Biasa aja Yea, kamu dan dia hanya suami dan istri!” Tegas Rea namun ketika dia mengulang lagi kata terakhir dari kalimatnya, Rea merasa sesuatu yang tajam sengaja menembus dinding hatinya yang tipis. “Cemburu?” Rea meringis. Mana mungkin dia seperti itu? Danis bukan Fahri yang dia cintai. Danis hanya lelaki jahat yang memperistrinya hanya karena main-main. Percayalah, cepat atau lambat hubungan pernikahan ini akan berakhir, kan?. Sayangnya ketika pemikiran itu terlintas dibenaknya Rea semakin merasa aneh. Ditambah tadi saat melihat mata Danis berkata Rindu, d**a Rea mendadak pengap seolah tanpa udara hingga rasanya ingin pergi saja. “Tidak mungkin!“ Perkataan Rea membuat dua orang itu menoleh padanya. Rea sadar dari kelakuannya saat perempuan itu mengulurkan tangannya pada Rea. “Felicia. Kamu Rea, kan?”  “Iya. Aku Rea istri Danis.” Rea kembali meringis menyadari bahwa dirinya baru saja mengakui status yang selama ini selalu ingin ia ingkari. Felicia mengangguk. “Aku masa lalunya Danis. Dulu kami hampir menikah namun gagal,” kekeh Felicia. Kata-kata Felicia membawa mata Rea untuk menatap Danis dengan tajam. “Jadi laki-laki ini hampir pernah menikah tapi aku tidak mengetahuinya?, dasar laki-laki kardus!” maki Rea diam-diam. Sementara Danis hanya bingung melihat Rea menatapnya seperti itu. “Kenapa?” pertanyaan Danis lantas membuat perasaan Rea semakin kesal. Pasalnya pertanyaan itu bukan untuknya tapi untuk perempuan yang sekarang tersenyum manis pada Danis tanpa menghiraukan tatapan tajam Rea. “Kenapa kamu kembali, Ici?” Ici, adalah singkatan dari Felicia. Danis yang membuat nama itu. Felicia sedikit menyunggingkan senyumnya saat Danis masih memanggilnya dengan nama itu. “Aku merindukanmu Danis!” jawaban itu memperparah tatapan tajam Rea untuk Felicia. Pada saat seperti ini hasrat lain dalam diri Rea muncul dengan tiba-tiba. Rea ingin mencekik Felicia sekarang juga. “Sepertinya aku harus pergi, karena disini sedang ada reuni antara para mantan.” Ketus Rea dan pergi begitu saja meninggalkan Danis dan masa lalunya itu. Rea melangkahkan kakinya kesembarang arah, sejujurnya Rea tidak tahu apa-apa tentang kota Jakarta. Dia hanya menuruti nalurinya yang mengatakan dia harus pergi dari dua sejoli yang penuh rindu itu. “Are you serious?” “Dua sejoli apanya?” Omelan Rea terus berlanjut. Kakinya ia hentak-hentakkan seperti anak kecil. “Danis bahkan tidak menahanku!” “Dia tidak menyusul sama sekali.” “b******k! Ngapain dia nikah sama aku? Jika dia saja tidak peduli aku sedang terlantar disini,” “Nikah saja sana sama mantan kalau masih peduli sama dia.” Ketus Rea. Dia berdecak untuk kesekian kalinya sebelum telapak tangan yang terasa besar dan hangat itu menggenggam pergelangan tangannya. “Sudah puas curhatnya hem?” “Danis?” Rea terkejut melihat Danis yang kini sedang menatapnya sambil tersenyum mengejek.  “Apa Danis mendengar semuanya?” Seriously, dia tadi baru saja mengeluhkan ulah Danis yang masih merindukan mantannya. Ini terlihat berbahaya bagi Rea, bisa saja Danis besar kepala dan mengira yang tidak-tidak. “Aku mendengar semuanya kalau kamu mau tau,” Jelas Danis. “Apa?” Teriak Rea. “Kamu cemburu heh?” Ejek lelaki itu. “Enak saja. Aku hanya sedikit tidak suka melihat orang yang sudah memiliki status sebagai suamiku berlaku seenaknya. Mana ada suami yang rela menelantarkan istrinya.” Rea membela diri. Benarkan dia tidak cemburu? Tidak mungkin perasaan secepat itu datang padanya. Rea tidak semurah itu untuk jatuh cinta. “Aaa begitu ya?” Danis mengangguk-anggukkan kepalanya. “Ya sudahlah ayo kita pulang, mama pasti sudah menunggu menantu kesayangannya ini. Lagi pula aku ingin meminta jatah sebagai suami agar kamu tidak menjadi istri yang durhaka.” Rea mendelik kaget mendengar penuturan Danis. Apakah maksudnya Rea harus tidur dengannya? Rea jelas tidak sudi. “Kita pulang. Tapi kamu jangan harap bisa sentuh aku.”  “Nah ini baru Yea. Jangan berubah dan jangan sampai jatuh cinta denganku.” Ucap Danis ketika berhasil menyusul istrinya. “Nggak akan!” “Yakin?” Goda Danis. “Ok! Aku percaya.”  Selama dalam perjalanan menuju rumah, Rea sangat ingin menanyakan perihal Felicia tapi dia gengsi setengah mati. Rea takut Danis kegeerean dan bertindak semena-mena padanya. “Gak mau makan dulu, Dan?” tanya Rea ditengah kepadatan kota Jakarta. “Aku belum lapar. Kalau kamu mau makan kita bisa mampir direstoran dulu.” Jawab Danis dengan dingin, kembali pada mood awalnya dulu saat pertama kali mereka bertemu. Rea menggeleng atas tawaran Danis tadi. Moodnya juga tiba-tiba berubah akibat aura yang Danis keluarkan. Buat apa dia makan sendirian. Lebih baik dia makan dirumah saja. Setelah itu sepanjang mobil berjalan tidak ada percakapan diantara mereka.  Rea berubah murung ketika tanpa sengaja dia mendapatkan jawaban atas sikap Danis yang semakin dingin padanya ini padahal tadi ketika ditoko buku Danis sudah sedikit mencair, bahkan tadi Danis menggodanya tapi sekarang? Danis menjelma menjadi kulkas berjalan yang siap untuk membekukan atmosfir disekitar mereka. Rea yakin Danis sedang memikirkan Felicianya. Sikap Danis yang seperti ini sedikit menyentil hati Rea, hingga sampai mobil Danis terparkir dihalaman rumah, mereka berdua masih saling diam, bahkan Danis dengan tak acuh meninggalkan Rea sendirian membawa dua buah kantong plastik yang berisi n****+-n****+ yang tadi ia beli. Rea berhenti sejenak untuk menatap punggung Danis yang sedikit lagi hilang dibalik pintu. “Aah Felicia begitu berpengaruh rupanya,” lirih Rea sambil mengukir senyum perih. Ia tidak tahu kenapa perasaannya sedikit mellow melihat kelakuan Danis setelah bertemu mantannya. . . Tbc. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD