5. Felicia & Danis

1394 Words
Rea baru saja sampai di depan pintu kamar mereka ketika Danis sudah bersiap untuk pergi lagi. Rea mengernyitkan keningnya. Dia merasa heran dan ingin bertanya pada Danis namun dia takut Danis akan salah paham padanya. Sehingga yang Rea lakukan hanya melihat kepergian Danis. Lelaki itu pun hanya melewatinya seolah Rea sedang tidak berpas-pasan dengannya. Seolah Rea hanya pajangan yang tidak berguna atau seperti makhluk yang tak kasat mata. Rea menghembuskan napasnya dengan lirih. “Mau kemana kamu, Dan?” Rea mendengar mama mertuanya bertanya pada Danis. Rea menajamkan pendengarannya agar ia juga mendapatkan jawaban atas pertanyaan itu. Sejujurnya Rea sangat penasaran. “Aku mau langsung ke kampus ma, mau ngumpul bareng teman-teman,” entah kenapa mendengar jawaban itu membuat hati Rea sedikit lega. Ya, hanya sedikit. Perempuan cantik yang Danis panggil Mama itu mengangguk. “Ohh tapi ini baru jam 2, Dan? Katanya kamu kuliah sore?” “Gak apa-apa ma, sekalian ada yang harus Danis lakukan dulu sebelum ke kampus.” Danis mengakhiri sesi tanya jawab dari mamanya dengan memeluk mamanya. Kegiatan itu memang rutin dilakukan Danis sebelum berangkat ke kampus atau keluar rumah. Karla mengangguk dan membisikkan sesuatu pada Danis. “Kamu mau tahu sebuah rahasia?” Karla menjeda kalimatnya. Ia ingin melihat wajah Danis yang penasaran. “Istrimu sedang memperhatikan kita.” Lanjut Karla tapi Danis hanya diam dan sedikit tersenyum kaku. Tanpa melihat kearah Rea, Danis meninggalkan rumah itu. Rea menghela napas berat. Lagi, dia bertanya bagaimana nasib pernikahannya ini. Perasaannya kacau sejak tahu Danis pernah gagal menikah dengan Felicia tapi Rea tahu dia bukan siapa-siapa selain istri sementara Danis, jadi Rea enggan banyak bertanya tentang masa lalu lelaki itu. Rea menutup kembali pintu kamar, dia mendudukkan dirinya pada empuknya tempat tidur yang semalam menjadi saksi air matanya yang tumpah. Ya, Rea semalam menangis. Tentu saja itu masih seputar masalah hidupnya yang secepat kilat telah berubah. “Felicia,” Rea bergumam. “Kenapa Danis dan Felicia gagal menikah waktu itu?” “Apa yang membuat mereka berdua berpisah?” Rea kembali bertanya pada kesunyian. Ingin sekali rasanya dia mendapatkan jawaban itu sesegera mungkin namun untuk apa?, hal itu tidak perlu diketahuinya. Apa pedulinya pada masa lalu Danis. Rea seharusnya fokus tentang masalahnya saja dengan Fahri. Bagaimana dia menjelaskan perihal hubungannya dengan Danis, atau bagaimana caranya mengahadapi reaksi Fahri ketika dia mendengar pernikahan ini. Tapi hati kecil Rea tidak berbohong bahwa dia ingin mengetahui masa lalu Danis dan Felicia, sedekat apa mereka dahulu sampai Danis berada pada dua rasa antara benci dan rindu. Dia ingin tahu. “Rea?” pintu kamar Rea terbuka ketika suara Karla memenuhi pendengarannya. “Hai ma,” sapa Rea pada Karla. Dengan anggun wanita itu mendekati Rea, duduk disampingnya dan menggenggam erat tangan menantunya itu. “Kalian tadi sudah jalan kemana saja sayang?” tanya Karla. “Hanya ke toko buku ma untuk beli itu,” Rea menunjuk kantong yang berisi buku-buku yang tadi dibelinya. Karla memperhatikan buku-buku itu sejenak, kemudian matanya beralih pada wajah Rea. Karla mengernyit saat dia melihat ada yang salah dengan Rea. Kepekaan Karla yang bisa membaca raut wajah orang lain memang patut diacungi jempol. “Ada yang kau pikirkan sayang?” Rea menggeleng, berusaha untuk menipu dirinya sendiri karena Karla tidak bisa tertipu oleh orang lain. Termasuk Felicia dulu. “Ada apa Rea? Katakan pada mama, kamu tahu di rumah ini mama bisa membaca ekspresi orang lain jadi kamu tidak bisa berbohong pada mama.” Karla berusaha membujuk Rea. Karena hal itu bisa membuat Rea nyaman maka hanya dengan menatap sebentar mata mertuanya, Rea yakin mertuanya ini adalah orang yang tepat untuk menerima pertanyaan yang akan ia ajukan. “Ma, siapa Felicia?” Rea sengaja bertanya dari awal agar hal ini tidak membingungkannya. Karla tampak sedikit terkejut namun beberapa detik kemudian ekspresi itu berubah lembut. “Felicia ya? Dia mantan kekasih Danis,” “Sebelum mama menceritakan tentang Felicia, mama mau tanya dulu. Kamu tahu dari mana tentang Felicia, sayang?” “Tadi Rea dan Danis ketemu dia di toko buku ma,” jawab Rea terlihat lesu di mata Karla. “Biar mama tebak, pasti sesuatu telah terjadi ya?” Rea mengangguk. Dia tidak tahu persis apa yang terjadi tapi hal itu menjadikan dirinya sedikit merasa terganggu. “Iya, yang Rea tahu Felicia cantik dan berkelas? Dia tadi mengatakan bahwa dia pernah hampir menikah dengan Danis namun gagal. Apa yang terjadi ma?” tanya Rea. Karla menganggukan kepalanya singkat. “Felicia, saat itu dia gadis pertama yang dibawa Danis ke rumah ini. Dia gadis yang baik, mama sama papa menyukainya. Setelah berhubungan dengan Danis lebih dari satu tahun, saat kelas dua SMA semester akhir mereka berdua berencana untuk nikah muda,” terangnya. “Mama setuju namun papa tidak karena papa takut masa depan Danis akan kacau. Setidaknya itu yang papa pikirkan dulu. Papa minta waktu lima tahun lagi yang artinya Felicia harus nunggu Danis kuliah dulu sampai semester akhir tapi entah apa yang terjadi Danis dan Felicia berpisah,” Karla menghela napasnya. “Sampai saat ini papa tidak tahu apa penyebabnya.” Ucap Karla. “Papa? Itu artinya mama tahu alasannya?” itu yang Rea tangkap dari cerita tersebut. Karla tersenyyum bangga pada Rea. Dirinya memang ingin memancing sejauh mana Rea mampu menanggkap penjelasannya. Karla mengangguk. “Ya. Mama tahu. Felicia memang tidak menceritakan secara detail tapi firasat mama mengatakan hal ini ada hubungannya dengan Alpa karena ternyata Felicia lebih dulu mengenal Alpa daripada Danis,” “Hanya itu yang bisa mama ceritakan sayang. Mama rasa, Danis yang punya hak untuk menceritakan semuanya sama kamu,” Karla menutup penjelasannya. Rea terlihat tersenyum maklum. Pun, dia tidak ingin memaksakan kehendak agar mertuanya menceritakan semuanya. “Terimakasih ma tapi Rea tidak mungkin menanyakan hal ini pada Danis, Rea tidak siap mendengar penolakan darinya.” Kata Rea. Karla tersenyum senang. Sudah dia katakan kalau dia bisa membaca ekspresi orang lain. Karla yakin saat ini Rea sedang cemburu tapi sulit untuk membuat Rea sadar mengingat yang Rea yakini sampai saat ini dia masih mencintai Fahri dan itu memang benar. Mana mungkin hati secepat itu berubah? “Baiklah, sekarang kamu istirahat saja sayang!” Karla mengelus puncak kepala Rea dengan sayang. Setelah itu dia meninggalkan Rea sendirian dikamar. “Danis, Felicia dan Alpa seperti apa masa lalu kalian?” mau tidak mau hati kecil Rea kembali penasaran. “Felicia, saat itu dia gadis pertama yang dibawa Danis ke rumah ini. Dia gadis yang baik, mama sama papa menyukainya,” dan mau tidak mau juga kalimat itu sedikit menyakitkan bagi Rea. Dadanya sesak ketika tahu Danis dan Felicia sedekat itu. Rea menghela napasnya. Dia memilih membuka handphonenya hanya untuk mengalihkan pikirannya yang mendadak dipenuhi oleh Danis dan Felicia. Dia membuka aplikasi yang bernama yang biasa dijadikan orang untuk membunuh rasa bosan tetapi ada juga yang menjadikannya sebagai wadah untuk pamer foto dan kegiatan mereka. Tadinya Rea berharap dapat sedikit mengalihkan kegelisahannya namun bukannya teralihkan malah semakin menjadikan dadanya sesak. “Ke kampus ya kamu? Benar-benar lelaki jahat.” Rea menatap pesan yang terkirim itu sedingin es. Hari ini emosi Rea benar-benar dipermainkan hanya karena dua orang ini. Rea ingin sekali memaki Danis dan berkata kurang ajar padanya sekarang juga. Rea tidak menyangka Danis akan seperti ini disaat mereka baru lima hari berstatus sebagai suami istri. Danis tanpa malu menguploud foto perempuan lain yang baru tadi Rea kenal bernama Felicia dengan caption yang membuat mata Rea ingin mengeluarkan airnya secepat mungkin. Rea kembali memandangi foto dan captionnya itu. @Karandio_Danis Miss my moodboster @Felicia_rachel Rea cepat-cepat menutup aplikasi itu. Sudah berkali-kali dia menghela napasnya untuk mencari ketenangan, dia mencari nomor Fahri untuk segera ditelponnya. Ternyata sudah lima hari Rea tidak mendengar kabar dari laki-laki itu. Rea terlalu sibuk dengan Danis yang selalu saja membuat kepalanya pusing. Namun sudah untuk kesepuluh kalinya Rea menelpon tak ada jawaban dari seberang sana. Rea mulai merasakan kepanikkan. Rea takut dia akan kehilangan Fahri setelah apa yang terjadi pada hidupnya. Karena tidak juga mendapatkan jawaban akhirnya Rea tertidur sambil menangis. Terlelaplah, karena detik yang tadi kamu tangisi akan tetap menjadi masa lalumu. Namun sekeras apapun dirimu untuk lupa, semua itu sia-sia. Sekalipun kamu amnesia, masa lalu itu tidak akan pernah hilang karena suatu saat nanti kamu akan kembali mengingatnya. Cukup kenang dan simpan pada sisi hati yang kosong. Percayalah, Tuhan menyiapkan tempat itu bukan untuk membuatmu menderita dan terluka lagi tapi Tuhan ingin kamu ingat bahwa hidup tak pernah lepas dari sebuah proses. TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD