6. Rasa

1366 Words
Mobil Danis berhenti di dalam begasi setelah tadi sempat kebut-kebutan dijalan. Dia langsung menuju kamar, dibukanya pintu itu dan melihat Rea sedang terlelap. Danis menatap bantal yang dipakai Rea sebagai penyangga kepalanya, di sana masih basah. “Apa Rea menangis karena postingan itu?” seharusnya Danis tidak perlu menanyakan hal itu lagi. “Ah s**t!” makinya. Dia benar-benar tidak menyangka Felicia akan menjebaknya tadi siang sebelum kuliahnya dimulai. Memang bukan terjebak tidur bersama tapi dia dijebak untuk makan bersama perempuan yang dulu sekali menjadi satu-satunya dalam hidup Danis. Tentu saja Danis tidak tega ketika Felicia memohon agar Danis mau menghabiskan waktu berdua saja dengannya. Tapi Danis tidak menyangka dengan apa yang dilakukan Felicia pada media sosialnya. Wanita yang pernah dicintainya itu membajak aku handphonenya. Felicia mengaku kalau handphone miliknya sudah kehabisan baterai. Dia berpura-pura meminjam handphone Danis untuk menelpon mamanya. Namun ternyata Felicia mengupload foto selfienya dengan caption yang tak pernah terpikirkan oleh Danis. setelah itu tanpa dosa Felicia mengembalikan ponsel dan dengan bodohnya Danis mengambil kembali ponsel tersebut tanpa mengeceknya terlebih dahulu. Tapi pesan dari Rea mengurungkan niatnya untuk memasukkan ponsel tersebut ke dalam kantong celananya. “Ke kampus ya kamu? Benar-benar lelaki jahat!” chat itu dikirim Rea melalui DM. Danis terkejut dan lebih terkejut lagi ketika mendadak banyak notif lain dari akunnya itu. beni_aja @karandio_danis ingat yang dirumah bro -_-! Danis mengernyitkan dahinya tanda tak mengerti. Foto yang diupload masih loading sehingga Danis belum tahu foto apa itu namun caption yang tertulis disitu cukup membuat Danis paham apa yang terjadi. “Felicia!” geram Danis. “Apa maksudmu hah?” tanya Danis dengan kesal. “Kenapa?” Felicia berpura-pura tidak tahu apa-apa. Danis tadinya ingin sekali meneriaki Felicia tapi dia masih mempunyai sopan dan santun sehingga lebih memilih untuk segera pulang ke rumah. Melihat Rea yang tidur nyenyak seperti itu membuat Danis merasa bersalah karena tanpa sadar telah menyakitinya. Danis yakin Rea menangis lalu tanpa sadar tertidur karena kelelahan. Dibenarkannya selimut Rea dan diusapnya pipi Rea. Kemudian dia mencium kening Rea dengan pelan. Lalu dia baru sadar dengan apa yang baru saja dilakukannya. Danis buru-buru menarik diri, dia keluar kamar untuk menghindari perasaan aneh yang tiba-tiba saja hinggap dalam hatinya. Ah apa yang terjadi pada Danis? mana mungkin dia secepat itu menyukai Rea sedangkan niat awalnya hanya ingin bermain-main dengan Rea dan membalaskan rasa sakit hatinya pada kakak kandungnya sendiri yaitu Alpa. Karena pada awalnya yang akan dijodohkan dengan Rea adalah Alpa tapi tadi apa yang dia lakukan? Seharusnya dia bahagia melihat Rea sedih dengan begitu Alpa akan sangat menderita karena merasa bersalah. Danis meneguk habis air dalam gelas yang ia tuangkan tadi. Dengan kesal Danis meletakkan kembali gelas itu ke atas pantri. “Aissssh!” Danis benar-benar kewalahan mengatasi rasa hangat yang tadi sempat hinggap dalam hatinya. “Kenapa?” “Rea? Gak mungkin. Ingat tujuan kamu, Dan!” Danis berbicara sendiri seperti orang bodoh. “Ada apa, Dan?” Suara mamanya mengintrupsi Danis. “Tidak apa-apa ma,” Danis menatap mamanya yang hanya mengedikkan bahu. Tapi sebenarnya Karla sempat mendengar Danis menyebut nama Rea. Entah kenapa Karla mempunyai pirasat yang cukup bagus mengenai hubungan antara Rea dan Danis. Menurut Karla ini adalah kemajuan yang luar biasa mengingat Danis jarang sekali menggerutu seperti tadi. Karla yakin Danis sedang kebingungan terhadap perasaannya sendiri. “Mana Rea?” tanya Karla. “Dikmar ma, tidur.” Jawab Danis. Karla mengangguk dan menasehati Danis. “Tadi dia menanyakan tentang Felicia, kamu sendiri yang harus menceritakan semuanya pada Rea.” “Kenapa harus aku ma?” pertanyaan Danis membuat Karla berdecak. Anak pintarnya mendadak bodoh jika itu tentang cinta. Sepertinya Danis butuh dewi cinta untuk menyadarkan perasaannya itu. “Ya haruslah. Dia istri kamu! Mama sudah menceritakan setengahnya, kamu ceritakan bagian yang pentingnya saja agar Rea tidak salah paham.” “Kenapa memangnya kalau Rea salah paham? Danis nggak peduli,” katanya. “Apanya yang tidak peduli? Mama mendengar sendiri gerutuan kamu sedari tadi. Jangan bodoh Danis, Rea menantu yang pas untuk mama. Mama nggak mau kehilangan dia.” “Jadi kamu harus baik-baik pada Rea. Dia cemburu melihat kamu bersama Felicia tadi, tapi dia tidak pernah mengatakannya secara langsung, dan mama tahu kamu khawatir padanya.” Ucap Karla panjang lebar sambil membuat teh manis untuk dirinya sendiri. Danis mengiyakan tanpa suara. “Satu lagi. Kalau kamu butuh dewi cinta, mama siap menjadi si dewi itu.” Ujar Karla sambil berkedip-kedip manja sebelum meninggalkan Danis yang sedang melongo mendengar perkataan dan melihat kelakuan mamanya itu. *** Danis sedang menimbang-nimbang apakah dia akan menjelaskan semuaya pada Rea atau membiarkan saja salah paham diantara mereka berdua berlarut-larut dan berpura-pura tidak tahu apa-apa. Perasaan bimbang yang dimiliki oleh lelaki itu berhasil membuatnya pusing sendirian. Sejak tadi, setelah mereka selesai makan malam, Danis berdiam diri di dapur tanpa berani menghampiri Rea yang tengah menonton tv diruang tamu. Sedangkan anggota keluarganya yang lain sudah kembali ke kamar masing-masing. Hingga akhirnya lelaki itu memutuskan untuk bergabung dulu ke ruang tv bersama Rea. Siap atau tidaknya dia menjelaskan itu urusan nanti. Setidaknya Danis memberanikan diri untuk menampakkan batang hidungnya pada Rea karena tadi ketika di ruang makan, Danis sama sekali tidak berani menatap Rea apa lagi bertegur sapa dengannya. “Hai,” sapa Danis ketika dirinya sudah duduk di samping Rea. Danis takut-takut untuk tersenyum pada Rea. Danis bahkan merasa bodoh, sejak kapan dia peduli perasaan Rea? “Ada apa, Dan?” tanya Rea. Danis menghembuskan napasnya lirih. Dia akhirnya berani untuk terang-terangan menatap perempuan itu dan berkata, “soal foto itu, aku minta maaf.” Rea mengernyitkan dahinya seolah dia tidak mengerti padahal hatinya merasa dag dig dug entah karena apa. “Foto Felicia,” jelas Danis semakin menatap Rea was-was. Kenapa juga dia harus takut melihat reaksi Rea. “Oh!” tanggap Rea dengan santai. “Bukan apa-apa,” sambungnya lagi. Kini Danis yang mengerutkan keningnya. Dalam hati Danis bertanya-tanya kenapa Rea biasa saja. Tapi memangnya apa yang diharapkannya? Danis merasa sinting dengan pikiran bodohnya itu. Tapi entah kenapa mulut sialannya tidak ingin berkompromi kali ini sehingga dia menjelaskan semuanya pada Rea, “bukan aku yang mengupload foto itu Yea tapi Felicia sendiri yang melakukannnya, sumpah!” “Aku tidak tahu apa-apa, dia beralasan meminjam handphoneku untuk menelpon ibunya, caption yang dia tulis juga tidak pernah terpikir olehku sama sekali.” Terangnya. Rea kembali berusaha tenang meskipun hatinya melega mendengar penjelasan Danis. “Tapi kenapa kamu bertemu dengannya? Padahal kamu bilang akan ke kampus saja.” Tanya Rea masih dengan sikap yang biasa saja meskipun pertanyaannya kentara sekali bahwa dia ingin penjelasan lebih dan anehnya, Danis justru menjelaskan kembali semua itu pada Rea “Dia meminta padaku untuk makan bersamanya, maafkan aku, seharusnya aku mengajakmu.” “Ya sudahlah aku percaya. Tapi jangan membohongiku lagi! Aku tidak suka dibohongi, kalau kamu mau kembali pada manatanmu itu, sana kembali saja!” ucap Rea, yang mendapat gelengan kuat-kuat dari Danis bahwa apa yang Rea pikirkan sama sekali tidak ia inginkan. Rea yang melihat itu menarik sedikit senyumnya tanpa sepengetahuan Danis. Meskipun begitu dia tetap takut ketahuan sehingga dia meninggalkan Danis begitu saja dan menuju kamar mereka. Rea merebahkan tubuhnya, perasaannya menghangat mendengar perhatian Danis. Bolehkah Rea berpikir kalau Danis takut ia salah paham? Hingga dengan rela Danis menjelaskan semuanya bahkan sebelum Rea memintanya. Perhatian seperti itu saja sudah berhasil membuat Rea tersipu, apa lagi kalau Danis memberinya cinta yang tulus. Mungkin Rea tidak memerlukan apapun lagi selain Danis. Bahkan bisa saja ia menerima jikalau suatu saat Fahri meninggalkannya. Astaga!! Rea terlena. Ia menginginkan perhatian lebih dari suaminya itu. Sepuluh menit berlalu, pintu kamar kembali terbuka. Buru-buru Rea memejamkan matanya seolah tertidur. Ia takut sekali eufora rasa bahagianya tadi ketahuan oleh Danis. Rea belum siap dan tidak akan pernah siap memberikan penjelasan apapun sebab memang dirinya tidak mempunyai jawaban apapun atas apa yang baru ia rasakan. Dalam keadaan pura-pura tertidur, Rea merasakan pergerakan disebelahnya, dia yakin Danis kini sedang menatap punggungnya yang memang membelakangi pintu. Rea mendengar Danis menghela napas berat sebelum napas itu teratur dan suara dengkuran halus mulai terdengar. Rea membalikkan badannya dan tersenyum melihat Danis yang tertidur disebelahnya. Diapun ikut memejamkan mata dan pergi ke alam mimpi. Rea berharap semoga hubungannya bersama Danis membaik terlepas apapun masalah mereka sebelumnya maupun kedepannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD