**14 itu patbelas**

1109 Words
Sejak kedatangan Bagus ke rumah Reina, Reres jadi gelisah. Ia sadar dan paham betul sikap sang kakak. Karena itu ia yakin, jika Bagus akan datang lagi untuk meminta uang padanya dann jelas itu akan mengganggu. Apalagi jika Reina dan Yogi mengetahui ini. Reres tak ingin lagi merepotkan keluarga yang telah banyak berbuat baik padanya itu. Ia tak ingin jadi seseorang yang tak tau balas budi. Reres tau sang kakak tak akan berhenti mencari dirinya dan meminta uang. Dan yang paling ia takutkan adalah ketika Bagus nanti datang dalam keadaan mabuk dan akan membuat keluarga Reina terganggu. Gadis itu malam ini masih duduk seraya memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk membuat sang kakak berhenti. Ia lalu mengambil ponsel miliknya dan menghubungi seseorang. "Halo sayang?" "Kak," sapa Reres kemudian ia terdiam. "Kenapa Bee?" "Kak, aku boleh tinggal di kost Kakak? Untuk sementara aja sampai kakak balik dan aku akan cari kost sendiri?" Reres memberanikan diri untuk meminta itu pada Bisma. Hanya itu jalan keluarnya menurut Reres. Ia akan tinggal di tempat Bisma, keluar dari tempatnya bekerja lalu mencari pekerjaan baru tak jauh dari lokasi tinggalnya yang baru nanti. Dan memutuskan kontak sementara dengan keluarga Reina. Ia tau betul jika mereka masih saling berhubungan, Reina tak akan tinggal diam dan akan memintanya kembali ke rumah ini. "Tentu aja boleh Bee, emang ada apa?" "Aku harus ngehindarin Mas Bagus, Kak. Dia udah berani datang ke rumah ini. Jujur, aku takut akan buat Nyonya mami keganggu nanti. Aku juga takut, kalau mas Bagus terus-terusan cariin aku kak." "Kamu ke kost aku aja ya. Tinggal di sana, untuk beberapa saat enggak usah kerja dulu. Aku kirim uang buat kebutuhan nanti. Jangan nolak ya Bee. Aku lakuin ini karena aku sayang kamu dan enggak mau kamu kenapa-napa." Sebenarnya, Reres merasa tak enak bahwa akhirnya ia harus menyusahkan Bisma. Namun, ia tak punya jalan lain. Ia tak punya uang dan merasa jika kekasihnya itu adalah orang yang bisa menyelamatkan ia dari sang kakak. Yang terpenting dengan kepergiannya, Reres merasa tak akan menyusahkan Reina dan keluarga. Meski ia juga tau betul jika Reina tak akan merasa direpotkan untuk itu. "Aku nyusahin ya kak?" "Hei, no sama sekali enggak. Jangan ngomong gitu ya sayang. Enggak sama sekali kok. Kamu udah tau kode masuknya kan? Tanggal ulang tahun kamu ya. Kamu boleh ke sana kapan aja. Aku bakal cepet-cepet balik setelah urusan wisuda dan segala macam di sini selesai. Oke?" Reres mengangguk kemudian menjawab. "Iya kak. Maaf aku enggak bisa nemenin kakak wisuda," sesalnya. Reres tak bisa datang karena hubungan dengan orang tua Bisma tak baik. Kedua orang tua kekasihnya itu adalah orang yang cukup berpengaruh di bidangnya masing-masing. Sang ibu adalah seorang dokter gigi sementara ayah Bisma adalah dokter kepala di salah satu rumah sakit swasta di rumah sakit. Lalu Bisma malah mengambil jurusan bisnis. Itu yang buat orang tua Bisma merasa Reres jadi salah satu penyebab anak laki-laki mereka memilih jadi pebisnis dibandingkan menjadi dokter. "Bisa, kita bisa video call selama acara wisudaku di mulai. Nanti aku kirim uang kamu ke rumah aku naik kendaraan online aja. Jangan naik angkot atau bus umum. Aku takut kakak kamu nguntit kamu. Ya kalau nguntit aja enggak masalah. Aku takut dia ngelakuin hal-hal aneh ke kamu." Bisma jelas khawatir pada sang kekasih. Selama ini ia juga tau apa yang dilakukan sang kakak pada Reres buat ia menjadi sedikit protektif. *** Seperti biasa jika tak bangun kesiangan, Juna selalu menyempatkan diri untuk datang ke rumah sang mami untuk sarapan. Juna sudah di ruang makan bersama Reina, Yogi, Leon, Luna, dan Reres menikmati sarapan nasi liwet ala Reina tapi kali ini dibuat oleh Reres, dengan pelengkap ayam goreng dan sambal buatan Reina kemarin. Semua sudah rapi dan hari ini siap dengan kesibukan masing-masing. "Wah liwetan Reres mirip sama buatan Mami," puji Yogi sambil melirik sang isteri. "tapi masih enakan punya mami." Reina hanya melirik pada sang suami yang belakangan jadi seidikit menyebalkan baginya. Sementara Yogi mencolek bahu Leon yang duduk di sebelah kirinya, meminta si bungsu melirik pada sang mami. Leon malah melirik Reres kemudian mengacungkan ibu jarinya. Reres hanya diam sambil tahan tangis. Ia yang jelas akan sangat merindukan segala yang terjadi di rumah ini. "Mirip sih ini sama buatan Mami enggak ada bedanya." Puji Luna yang malah buat Juna tersenyum. "Kalau kamu bisa Dek?" Tanya Juna sambil menyantap sarapan miliknya. "Bisa lah," Luna menjawab tak mau kalah. "Halah, bisa jadi kacau," sahut Juna disambut kekehan Leon mereka duduk bersebelahan lalu saling ber-tos ria. Lalu disebelah Juna ada Reres yang kini hanya geleng-geleng kepala. Keduanya semakin tertawa terbahak-bahak apalagi kini wajah Luna yang kesal memerah. Luna melirik pada sang mami. "Mami tuh kak Juna sama Leon." "Udah, udah makan yuk habis ini kita jalan udah siang nih." Reina coba mengingatkan buat semuanya kini melanjutkan kegiatan sarapan mereka. Sementara Reres tak banyak bicara. Ia sedikit sensitif hari ini karena merasa sedikit sedih karena garis menjauhkan diri dari rumah ini dengan segala yang ada untuk sementara waktu. Juna melirik ke arah Reres yang ada di sebelahnya. Lalu menyenggol bahu sang sahabat. "Are you okay?" Tanya Juna merasa ada yang aneh dengan Reres. Biasanya Reres cukup vokal termasuk dalam meledek. Reres, Juna, Leon dan Luna memang sering sekali saling meledek dan itu sudah jadi kebahagiaan mereka. . . Setelah sarapan, Reina, Yogi dan Juna berangkat menuju kantor. Jalanan kota pagi ini dengan segala hiruk pikuknya. Dan sudah jadi makanan sehari-hari bahwa pagi seperti ini membuat kemacetan di jalan. Ketiganya berangkat bersama karena akan ada rapat keputusan direksi. Lalu Reina, Yogi, dan Juna kini sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing dari layar ponsel. Yogi duduk di kursi penumpang bersama Juki sementara Juna duduk berdampingan dengan Reina di kursi belakang. Mereka seperti biasa mengobrol tentang banyak hal. Reina suka saat Juna menceritakan tentang kehidupannya. Ia jadi tau hal-hal apa saja yang dialami Juna selama ini. Sementara Juna juga suka menceritakan hal-hal itu pada sang mami. "Kapan-kapan mami sidak apartemen kamu. Ngecek, berantakan apa enggak?" "Enggak Mi, Juna suka bersih-bersih kok," ujar Juna. Reina terkekeh sambil membelai rambut anak lelakinya itu, memerhatikan Juna yang sudah tumbuh dewasa. Reina memerhatikan telapak tangan anak laki-lakinya yang kini bahkan lebih besar daripada miliknya. Ia ingat tangan ini dulu begitu kecil dan bisa ia genggam dengan baik. Tubuh Juna bahkan jauh lebih tinggi darinya. Reina menepuk-nepuk tangan Juna. Sementara, Juna senang saat sang mami terlihat begitu perhatian padanya. "Kok udah gede banget sih kamu Juna?" "Ya, masa aku kecil terus Mi?" Yogi memerhatikan itu sesekali dari kaca dashboard. Melihat sang istri yang penuh kasih sayang berbicara dan beri perhatian pada Juna. Yogi selalu senang jika melihat sang istri yang penuh kasih sayang dan Reina memang seperti itu selalu penuh kasih sayang ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD