**13 itu telulas**

1086 Words
Selesai mengantar Reres, kini Juna segera berjalan ke kamar Leon setelah sebelumnya mencium tangan dan menyapa sang mami. Leon masih tertidur karena ini adalah hari minggu sepertinya ia ingin bermalas-malasan. Juna segera rebah di tempat tidur merebahkan tubuh sedikit keras hingga buat tempat tidur empuk itu bergoyang cukup kencang dan buat Leon terkejut. Leon menoleh mendapati Juna di sampingnya. "Mas juna ah," kesalnya. "Bangun, ayo buruan. Itu tadi Bagus dateng telat deh jadi pahlawannya Reres." Mendengar ucapan Juna, leon segera membuka matanya dan duduk seraya menyadarkan diri. "Ngapain dia Mas?" "Reres enggak ngomong sih. Yang jelas waktu gue dateng dia lagi megangin baju Reres di depan gerbang kaya ngancem gitu,' jawab Juna memprovokasi sang adik. "Wah sialan. Dari dulu enggak ada berubahnya dia. enggak kesian sekrang adiknya enggak punya siapa-siapa lagi. bukannya ngejagain," kesal Leon. "Reres masih punya kita, jangan khawatir. Lo tuh, katanya sayang tapi mana effort-nya?" Leon menatap sang kakak, "Gue harus ngapain lagi Mas? Dia katanya udah ada pacar enggak bisa ngapa-ngapain gue." "Selama janur kuning belum melengkung. Selama itu pula lo masih bisa memperjuangkan." Leon kemudian berdiri dan berjalan ke luar kamar. Juna terkekeh sendiri melihat kelakuan sang adik. ia menatap kamar leon ada foto keluarga mereka lengkap dengannya dan memang Juna merasa keluarga Yogi lebih bisa menerima dirinya dengan baik. Sungguh bagi Juna berada di sini adalah kebahagian terbesar dalam hidupnya dan ia tak akan membiarkan keluarganya terluka atau ada yang menyakiti orang-orang yang ia sayangi. Sementara Leon saat ini berjalan menuju kamar Reres ingin bertanya tentang yang terjadi padanya pagi tadi. Namun ia terhenti saat melihat gadis itu berada di dapur tengah memasak bersama sang mami. Leon kini berjalan menuju dapur menghampiri Reres yang tengah memotong sayuran. "Eh, aak mami udah bangun?" sapa reina dijawab anggukan Leon lalu mengecup pipi sang mami. "Tadi Bagus ke sini res?" Leon bertanya dijawab anggukan oleh reres. Mendengar pertanyaan Leon membuat Reina ikut menatap Reres dengan penasaran. "Kakak kamu kesini?" "Iya nyonya mami. Mas bagus ke sini. Ya, udah tau bapak sama ibu enggak ada. Dan-" Reres menatap keduanya terlihat ragu untuk mengatakan apa yang dilakukan sang kakak padanya, "Mas juna bilang kalau dia narik baju lo dari luar pagar?" Leon lalu memegang bahu Reres memutar tubuh Reres, memerhatikan tangan kemudian wajah gadis itu, "Enggak diapa-apain kan?" Reres menatap dengan bingung lalu menggeleng. Sementara reina gemas sendiri melihat kelakukan anak laki-lakinya. Sejak tadi ie tersenyum melihat kelakuan Leon pada Reres. "Alhamdulilah kalau dia enggak ngapa-ngapain lo." Reres jadi canggung lalu memilih kembali memotong sayuran. Sementara Reina membuat bumbu untuk sarapan pagi ini. Leon duduk di kursi makan menatap reres dan sang mami. "Mandi dulu sana terus ajak Mas Juna sama papi siap-siap sarapan." Reina meminta pada Leon yang segera dijawab anggukan oleh sang anak laki-laki. "Kak Luna mana mi?" tanya leon kemudian berdiri dari duduknya. "Kayaknya masih tidur deh. Kak luna kayanya sampai subuh tadi masih asik telponan." "Ealah, sama Kak gio ya?" "Maybe, udah sana mandi terus sarapan." Lagi Reina memerintahkan anak laki-lakinya untuk segera mandi dan kemudian sarapan. Leon mengangguk kemudian segera berjalan ke kamar. Di sana Juna masih asik bermain dengan ponsel miliknya masih merebahkan tubuh di tempat tidur. Leon melirik sambil mengambil handuk dan pakaian. "Hmm, pasti chat sama Kak Biyan." ledek Leon. Juna menjulurkan lidah, "MAu tau aja anak kecil." "Ish, ish, kelakuan anak muda indonesia. Pacaran terus!" Leon kemudian berjalan ke kamar mandi meninggalkan sang kakak yang kini menertawakan dirinya. "Sirik aja jomblo." *** Siang hari Juna menemani Luna merapikan ruang lukis yang berada di lantai tiga rumah. Ruangan itu sengaja dibuat Reina untuk Luna agar bisa melukis dan menyimpan semua lukisan yang pernah ia buat di sana. Hari ini gadis itu meminta tolong sang kakak untuk membantunya merapikan lukisan-lukisan miliknya yang sudah hampir setahun ini tak ia jamah. Setahun belakangan semangat melukis Luna seolah hilang. Ia juga bahkan tak mau kuliah lagi karena merasa salah ambil jurusan. Luna memilah lukisan yang mungkin akan ia buang. "Yang itu mau di kemanain?" tanya Juna melihat sang adik memilah beberapa lukisan. "Buang," jawab Luna enteng. "Kok dibuang sih?" "Ini gambar aku jaman smp Mas Jun, udah kebanyakan baget. Kalau disimpan juga buat apa?" "Ya, disimpan aja. Ruangan ini juga masih luas banet buat nampung ratusan karya kamu dan ribuan mungkin puluhan ribu buku gambar kamu. Kita rapihin aja, jangan di buang," larang Juna, sementara Luna mengangguk menyetujui. Juna menatap Luna yang kini tengah sibuk dengan kegiatannya. Sebenarnya, belakangan Luna telah banyak berubah ia tak lagi melukis Juna jarang mendapat kiriman gambar melalui chat. Luna selalu memperlihatkan hasil karyanya pada Juna setiap kali ia selesai menyelesaikan gambar. "Kok kamu serkanag jarng banger ngelukis lun?" Luna menoleh lalu duduk di kursi kayu yang biasa ia duduki saat melukis atau menggambar. "Enggak tau kak aku kaya udah males. Mungkin lagi jenuh." "Mau kuliah lagi?" Luna menggeleng. "mas Juna tau kan aku udah ga tau deh nih mau apa. Kayanya aku ngecewain mami sama papi deh." Juna berjalan mendekat lalu mengusap-usap kepala sang adik perempuan. Setelahnya ia bersimpuh menyamakan tubuh dengan sang adik. Sedihelihat Luna selalu seperti ini. "Hei, inget enggak mami pernah bilang apa?" LUna mengangguk. "Lakukan apapun yang mau kamu lakukan asal itu positif dan yang paling penting aku harus bahagia." Juna menggenggam tangan Juna. "yang buat mami sama papi bahagia berarti kebahagian kamu. mereka mengerti bnaget kalau hal yang buat kamu bahagia itu melukis. Mereka bangga sama kamu Luna dan yang mereka harapkan adalah kebahagian kamu. Mas juga bangga banegtsama kamu Lun. Jadi jangan merasa kamu ngecewain ya. Kamu itu kebahagiaan dna kebanggan kita semua." Luna tersenyum membuat matanya menjadi layaknya bulan sabit. Buat jantung Juna berdegup lebih keras. Pria itu sedikit menarik diri ke belakang takut jika gadis yang ia sukai itu mengetahui jika saat ini ia sedang tak baik-baik saja akibat senyuman yang ditunjukan Luna. "Mas Juna selalu bisa buat Luna lebih baik. MAs Juna memang kakak terbaik di dunia." Luna lalu memeluk Juna erat. Tentu saja ini buat Juna canggung hanya saja ia mengetahui betul jika sampai saat ini Luna benar benar masih menganggapnya seorang kakak. dan hanya itu yang Luna rasakan dan juna. Juna ingin sekali memeluk Luna. Hanya saja ia takut tangannya enggan melepaskan dan memilih menahan diri membiarkan Luna memeluknya smenetra ia menahan tangannya agar trak menyentuh gadis yang ia cintai itu. Luna lalu melepaskan pelukannya pada Juna. ia menatap sang kakak yang kini membelai rambutnya. "Kalau mas Juna nikah nanti, aku boleh minta supaya Mas tetap sayang sama aku kaya gini?" "Mas akan selalu sayang sama Luna, akan selalu dukung dan jaga Luna." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD