**7 itu Pitu**

1087 Words
Malam seperti biasanya Yogi rebah bersama istri kesayangannya. Hanya saat ini suasana di antara mereka yang berbeda. Reina kesal karena sikap Yogi siang tadi di kantor. Meski ia tak mengatakan apapun tapi, dari tatapan Yogi jelas menyiratkan jika ia seolah tak setuju jika Juna yang akan menjadi CEO dari Karuna. "Aku enggak tau apa yang membuat kamu menolak tentang pengangkatan Juna tadi siang.' Reina buka suara setelah sejak tadi mereka berdua hanya saling diam tak saling buka suara. Yogi menoleh pada sang istri lalu hela napas. "saya enggak menolak.' Reina menoleh pada sang suami, ia lalu menatap dengan kesal kepada sang suami. "Kamu memang diam tapi, aku tau dengan jelas kalau diam mu itu adalah penolakan, kamu enggak setuju dengan apa yang saya katakan. kalau saya mau Juna yang memimpin karuna. Kenapa?" Yogi menunduk, lalu memilih kembali menatap layar ponselnya. dalam hatinya jelas ia tau Juna memang sudah layaknya anak baginya. hanya saja ia sadar betul jika Juna bukan anak kandungnya. itu yang buat ia ragu.meski tau dan sadar betul jika Juna telah memiliki kemampuan untuk memimpin dengan baik. Yogi ingin perusahaan di pegang Leon yang sama sekali tak tertarik dengan dunia bisnis. Leon lebih ingin menjadi seorang dokter. Sementara Luna kurang cocok menurutnya meski ia memiliki ambisi pada Karuna. "Kenapa? Karena Juna bukan anak kandung kamu?" Tanya Reina menerka. "Ya enggak gitu Sayang," Yogi menoleh, menatap sang istri dengan mengiba minta Reina menghentikan semua perdebatan ini. Namun, tentu saja jelas jika Reina tak mungkin menghentikan apa yang telah ia mulai tanpa mendapatkan jawaban yang jelas. "Kalau kamu jawab nggak berarti iya. Juna itu anak aku, sejak kecil aku yang merawat. Kita yang ngajarin dia dulu, bahkan sampai masalah pendidikannya Juna. Dia selalu tanya aku dan kamu. Segitunya kamu sama Juna Pi, hidup lebih dari dua puluh tahun dia sama kita harusnya kamu udah enggak lagi memikirkan tentang hubungan darah antara kita." Yogi dan Reina jelas punya pemikiran berbeda. Layaknya perempuan dan laki-laki. Pihak perempuan yang lebih menggunakan perasaan dan Yogi pihak laki-laki yang lebih menggunakan logika dalam banyak hal terutama mengambil keputusan, Bukan ia meragukan kemampuan Juna tapi, selalu ada keinginan agar anak kandungnya yang menjalankan perusahaan. bukan orang lain. Reina kesal pada suaminya ia memilih mengambil bantalnya dan berjalan ke luar memilih untuk tidur bersama Luna. Yogi bangkit lalu menahan langkah sang istri. "Mami jangan marah dong." "Papi sadar enggak sih kalau kamu udah bersikap enggak adil sama Juna?" Reina menghentikan langkahnya tanpa menatap pada sang suami. "Maafin saya ya? kasih saya waktu untuk memikirkan itu semua. Bukan saya enggak percaya Juna." "Terus apa? Masih berharap anak kamu yang pegang perusahaan? Masih mau maksa Leon untuk ambil bisnis? Leon udah semester enam kedokteran pi. Cita-citanya jadi dokter. dari dulu aku udah bilang ya kalau aku enggak mau kita memaksakan keinginan anak." Reina mengatakan hal yang paling sering ia katakan dulu. "iya, maafin saya. Jangan bobo sama Luna lah, saya enggak bisa bobo enggak sama kamu." Yogi sedikit menarik tangan Reina yang segera diikuti sang istri. Keduanya kembali ke tempat tidur. Yogi bahkan menepuk-nepuk bahunya agar sang istri rebah di sana. Meski kesal, Reina rebah di pelukan sang suami. Rambut Yogi telah putih sebagian tapi, ia masih begitu mencintai sang istri yang dulu tak pernah tak masuk dalam tipe wanita idamannya. Kini Reiina malah membuat ia menjadi seorang bucin akut sampai usia yang sudah lebih dari setengah abad ini. Sementara di luar kamar, Leon tengah mengerjakan tugas di ruang tengah. Yang jaraknya jauh dari kamar kedua orang tuanya. tentu saja ia bisa sedikit banyak mendengar pertengkaran keduanya. Saat itu Reres datang membawa segelas kopi panas untuk Leon. Sebagai temannya begadang mengerjakan tugas malam ini. Setelah sampai di ruang tengah Gadis itu segera meletakkan cangkir di atas meja. Tanpa Reres sadari jika sesekali Leon melirik dan tersenyum malu. "Minum dulu Yon,'" Reres mempersilahkan. "Thank you Res. Duduk sini dulu lah temenin gue.' ajak Leon. Reres duduk di samping pemuda yang usianya beberapa tahun lebih muda darinya itu. "Susah ya?" "Hmm, enggak sih. Lumayan," jawab Leon. "Beberapa kali aja susah karena gue yang enggak belajar." Reres menatap Leon lalu tersenyum. IA membelai rambut Leon layaknya adik sendiri. "Enggak apa-apa sesekali enggak bisa. Lo enggak harus jadi super sempurna. Lo selama ini udah ngelakuin yang terbaik Yon." Reres mengatakan itu dengan tulus. buat sejuta bunga bermekaran di hati Leon tanpa diketahui Reres. "Lo, udah punya pacar belum sih Res?" tabnya Leon. Reres menatap Leon, "Hmm, Udah. sebenernya gue udah punya pacar. sejak gue Sma cuma emang gue sengaja enggak bilang ke lo dan yang lain.' seolah ada sayatan dalam hati Leon. Sejak lama sekali ia jatuh cinta pada Reres. "Kenapa? Kenapa lo milih untuk diam?" "Waktu itu kan lo bilang suka sama gue. Gue enggak mau nyakitin lo Yon." JawabReres. "Terus kenapa sekarang lo memilih bilang ini ke gue?' "Karena gue yakin aja lo udah punya seseorang dalam hati lo.' Reres mengatakan apa yang kini ia rasakan. "Kenapa lo yakin banget?'' Gadis itu terkekeh kecil, "Leon, kita udah gede. Gue juga percaya lo akan memilih perempuan lain yang lebih pantas untuk lo. yang jelas itu bukan gue. Gue yakin akan ada banyak perempuan yang jatuh cinta sama lo. Lo ganteng, pinter, jenius, lo sempurna. akan ada banyak perempuan sempurna yang nunggu lo. Gue gendut gini kok/" reres ucapkan apa yang ia pikirkan. Leon hela napas. Masih saja ada sikap tak percaya diri dari Reres. "Mami gue juga gendut. Tapi, papi bis abanget sayang sama mami sampai ngebucin mami dari dulu sampai sekarang. Its not about perfecto, tapi, ini perkara hati sih." Sungguh sejak dulu perkara kisah cinta Yogi dan reina selalu jadi hal yang hangat untuk didengarkan Leon. Leon ingin jatuh cinta dan menikah hingga tua dengan seseorang yang ia sukai sejak lama. Ia ingin disayangi dan dimanja seperti Yogi. Sejak dulu yang ia idamkan jadi perempuan iytu adalah Reres yang juga adalah teman masa kecilnya. Perempuan yang menjadi salah satu semangatnya untuk menhjadi dokter. salah satu keinginan terbesarnya adalah agar ia bisa menjadi dokter untuk mengobati Reres yang dulu sering sakit. lama kelamaan Leon kecil jadi semakin menyayangi gadis yang dulu acap kali ia panggil kakak. lama -kelamaan ia tak pernah memanggil Reres dengan sebutan kakak. Bukan karena ia ibin bersikap tak sopan atau karen aia menganggap Reres adalah anak dari pembantunya. hanya saja leon membayangkan jika ia dan reres akan menjadi sepasang kekasih. Tak mungkin kan jika ia memanggil Reres dengan sebutan kakak. begitu yang ada dalam pikiran anak itu. Kini semua seolah jadi impian belaka. Apalagi sejak ia tau jika Reres talah memiliki kekasih tadi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD