**5 itu limo**

1405 Words
Leon kini berada di rumah bersama sang Mami. Keduanya sibuk menonton televisi. Hari ini Leon lelah dengan kuliah. Jadi, ia putuskan tak mengikuti kelas hari ini. Sejak kecil sebenarnya Leon jarang sekali belajar. Namun, ia selalu bisa mendapatkan nilai yang terbaik. Itu yang buat Luna sering merasa iri dengan sang adik. Luna begitu rajin belajar selalu masuk sepuluh atau lima belas besar. Hanya saja Luna merasa ia belum mendapatkan yang terbaik. Si sulung yang cantik, anak dari Reina dan Yogi itu sangat pandai melukis. Luna begitu mencintai dunia kertas dan warna. Di sisi lain Aluna juga ingin menjadi bagian dari Karuna. Waktu Luna kecil Yogi sering sekali mengatakan tentang Karuna yang akan menjadi milik Luna. Kini Yogi goyah, Leon yang begitu pandai malah tak ingin menjadi pengurus perusahaan seperti sang ayah dan ibu. Ia bercita-cita menjadi dokter dan itu yang ia jalani dengan sungguh-sungguh. Sejak sekolah menengah pertama, Leon mengambil jalur akselerasi. Dan itu bukan hal yang sulit dilakukan oleh Leon. Sejak kecil ia ingin menjadi dokter. Karena Reres sering sekali sakit dulu. Padahal itu karena Reres yang selalu meminta makan es krim. Padahal tenggorokannya sering sekali terganggu setelahnya. Reina melirik pada sang anak bungsu yang tengah sibuk dengan ponsel miliknya. "Kamu emang enggak ada kelas di kampus?" Leon mengangguk. "Libur buat ujian semester aja." "Masa? Bukannya Minggu depan." Leon melirik pada sang mami. "kok mami tau?" "Kan kamu bilang kemarin itu." Leon garuk kepala malu sendiri. Ternyata sang mami masih mengingat semua yang ia katakan. "Mi, dulu waktu ketemu papi gimana?" Reina menoleh menatap sang anak bungsu. "Papimu itu underestimate sama mami. Mami kalau kerja di marahin terus. Sebel deh pokoknya enggak ada baiknya deh papi." "Kata papi enggak gitu." "Emang papi ngomong gimana?" "Papi bilang jatuh cinta pada pandangan pertama sama mami." "Preet," refleks Reina begitu mendengar apa yang dikatakan Leon. Melihat sang mami yang kesal buat Leon terkekeh geli sendiri. Yang ia ketahhui adalah hubuhgan mami dan sang papi selalu baik-baik saja. meski ada pertengkaran kecil tapi, bisa mereka selesaikan dengan baik. Leon selalu memimpikan mempunyai kekasih yang baik dan lembut. Ya, meski definisi lembut sama sekali tak ia temukan pada sosok sang ibu. Namun, ia menemukan sosok itu pada Reres. Reina bangkit ia harus ke kantor Yogi untuk mengantarkan makan siang. "mau anterin mami enggak?" Leon mengangguk begitu mendengar pertanyan sang mami. Ia segera bangkit kemudian berjalan untuk mengambil kunci mobil di kamarnya. *** Sore hari, Jakarta selalu riuh dan padat. Jam pulang kantor selalu ramai. Semua ingin segera kembali pulang untuk bertemu dengan keluarga mereka. Reres dulu begitu sebelum takdir berkata lain lalu mengambil kedua orang tuanya. Hari ini sedikit berbeda karena sang kekasih yang menemani. Di dalam mobil, Reres sejak tadi terdiam. Sejujurnya ia masih sedikit linglung. Bisma memegang tangan sang kekasih buat gadis itu menoleh lalu tersenyum. "Cerita semua nanti kalau kita sampai ya?' Reres menggeleng. "Yang ada aku nangis kagi Kak." "Nangis aja, kalau kamu memang mau nangis jangan ditahan justru itu akan buat kamu makin sakit. Aku enggak mau kamu sakit." Reres mengangguk, Bisma begitu bisa andalkan. Ia selalu bisa mengatakan semua pada pria itu. Meskipun, hubungan mereka tak terlalu di sukai oleh sang ibu dulu. Nina selalu merasa Bisma tak baik karena gaya pakaiannya yang sedikit urakan saat ia masih berada di sekolah menengah atas. Namun, menurut Reres sang kekasih adalah orang yang baik dan begitu bisa mengerti dirinya. Itu yang buat ia bertahan dnegan Bisma. dan terbukti beberapa tahun berlalu hubungan mereka baik-baik saja dan sang kekasih selalu ada untuknya. Mobil itu melaju ke sebuah kawasan perumahan. Mereka tak pulang ke rumah Reina. Bisma menyewa sebuah Kost elite dan selalu membawa Reres ke sana. Namun, hanya sebatas mengobrl saja hubungan mereka tak sejauh itu. selain sesekali saling kecup, cium dan peluk. setelah tiba keduuanya segera turun dari mobil seraya membawa beberapa kantong makanan, lalu berjalan masuk ke dalam . Kamar Bisma ada di lantai tiga. Kost itu memiliki dua ruangan seperti kost pada umumnya. Hanya saja lebih luas, terdapat AC, WIFI, dan fasilitas lain seperti sarapan gratis juga sebuah lemari pendingin kecil di maasing-maasing kamar. Bisma mengambil dua botol kopi dingin untuk dirinya dan Reres. Kemudian berjalan menghampiri sang kekasih yang tengah duduk di karpet dan bersandar pada tempat tidur. Bisma lalu duduk di samping Reres yang segera bergerak mrebahkan kepalanya ke bahu Bisma. "Apapun yang terjadi, aku bakal jagain kamu ya. Jangan sedih, setelaah aku lulus, aku akan cari kerjaan lalu akan nikahin kamu." Reres mengangguk mendengar semua ucapan kekasihnya. Ia senang sungguh, selalu ada namanya dalam masa depan yang di katakan Bisma. Buat ia merasa berharga dan diinginkan. Reres menghapus air matanya, lalu Bisma berikan kecupan singkat di kening kekasihnya. "Jadi sekarang kamu balik lagi ke rumah majikannya Ibu?' "Iya, Nyonya mami enggak mau aku sednririan di rumah." "Hmm, seenggaknya ada yang bisa nemenin kamu. jadi enggak sednirian,' ucap Bisma meski ada rasa cemas yang terlihat dari caranya berbicara. Reres melirik, "Kakak masih curiga sama hubungan aku dan Juna?" Bisma menggeleng terbata. Sejak SMU ia selalu tak bisa menerima kehadiran Juna yang mengganggu hatinya. hubungan Reres dan Juna terlalu dekat. Itu yang selalu ia khawatirkan. "Juna sekaraang udah punya pacar. Aku udah cerita kan ke kakak?" Bisma tersenyum lalu menganggu. "Yes my bee. kamu udah bilang semua ke aku. Aku sayang banget sama kamu Res." "Aku juga sayang banget sama Kakak.' Kecupan singkat diberikan Bisma pada bibir kekasihnya. Reres memeluk Bisma buat sang kekasih memeluknya erat lalu bertubi-tubi kecup pucuk kepala kekasihnya. pelukan sang kekasih selalu buat ia merasa nyaman. "I love you bee." 'Love you too Honey." sahut Reres. "aku kangen ibu." "Berdoa. Itu caranya, hmm. Please, jangan terlalu sedih. Aku enggak mau kamu sakit." Reres melepas pelukannya menatap sang kekasih yang kini tersenyum hangat. Gadis itu mungkin satu dari banyak gadis tambun yang berbahagia karena berhasil diterima dnegan baik oleh pria. Sekarang ini ada sebagian laki-laki yaang begitu mementingkan fisik, bahkan ada yang terang-terangan mengatakan hanya menjadikan wanita sebuah objek. Bayangkan betapa piciknya mereka yang terlahir dari rahim seorang wanita dengan tega mengatakan semua itu seolah itu adalah hal yang biasa saja. Betapa sedih hati seorang ibu jika anak mereka mengatakan hal semacam itu. *** Luna saat ini tengah duduk di sebuah Coffee shop. Ia terkadang ke luar sendirian untu sekedar hilangkan penat. Luna sebenarnya berkuliah jurusan bisnis. Hanya saja ia merasa penat sekali hingga memutuskan mengambil cuti. Reina dan yogi jelas tak melarang apa yang dilakukan sang anak sulung. Sejak dulu keduanya telah mengerti jika anak perempuan mereka begitu menyukai seni melukis. Hanya saja, Luna memilik ambisi untuk menjadi sakah satu bagian dari Karuna Textile. Sejak kecil luna begitu menyukai ketika Yogi membawanya ke kantor. Luna begitu senang melihat kegiatan orang tuanya bekerja. Hingga jadi bagian Karuna adala menjadi cita-cita Luna. ia tak menginginkan jadi pemilik secara instan tentu saja. Namun, kebaikan sang anak gadis. Juga prestasi yang kurang menurut Yogi. Itu selalu buat Yogi takut Luna akan dimanfaatkan, atau kurang cakap dalam menjalankan perusahaan. Hanya saja Yogi belum tau, kalau Juna telah membantu Luna memahami sedikit banyak konsep dan banyak hal tentang Karuna. Dan anehhnya Luna dengan cepat menangkap semua yang dijelaskan Juna. "Luna?" Sapaan seseorang buat Luna menoleh. Seorang pria jangkung, dengan senyuk manis menyapannya. Dia Gio kakak kelas luna saat gadis manis itu smu. Keduanya berkenalan saat sama-sama menngikuti ekstrakurikuler film. Gio adaalah wakil ketua eskul tersebut. "Gio sunbae?!" (Sunbae=kakak kelas) Gio tersenyum, "Kirain lo lupa sama gue " "Aih,aih enggak dong Kak. Mau duduk apa mau berdiri?" tanya luna meledek. "Lesehan aja kayanya lebih enak," sahut Gio. "Aih, merakyat ya si Kakak. Mau ke mamna kak?" Gio duduk di kursi yang ada hadapaan Luna. "mau ke sini.' Luna mengangguk. "Kakak suka nongkrong di sini juga?" Gio menggeleng. "Ini kafe gue, modal minta orang tua. Hahhaha." Luna ikut tertawa seraya bertepuk tangan, matanya yang sipit seperti Yogi ikut menghilang ketika ia tertawa. "bangga ya kak modal ortu?" "Yoi lah." "Bagus kak, yang penting enggak pakai uang rakyat." "Aih, dalam ya kata-katanya Nona Luna." Keduanya larut dalam obrolan akrab. Seperti biasanya selalu ada saja banyolan yang tercipta dari kedua orang itu. ** .... .. ... assalamualaikum.. sebelumnya aku mau minta maaf, Di part sebelumnya aku udah revisi. Tapi, aku baru cek tenyata nggak ke revisi. dan kemarin aku revisi lagi tapi, hari ini aku lihat ketikannya masih kacau. Aku emang biasa ketik kacau bannget dari laptop. terus aku revisi dari hapr :"( mohon mmaf yang kemarin baca part 4 yang kacaau balau kaka dan bunda sekalian ..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD