Kekaguman

1225 Words
Ellie membuka mata perlahan. Sejenak kehilangan arah. Dia kebingungan karena pemandangan tidak biasa yang ada di depannya. "Pagi!" Suara sapaan dingin membuat Ellie bangun dengan serta merta. Di sebelahnya Raven duduk santai, dengan punggung menyandar di kepala ranjang. Raven sedang memandang Ellie. Mungkin bukan memandang, karena matanya terlihat kosong. Tapi kepalanya menoleh dengan tepat ke arah Ellie, yang kini sudah berdiri. Sesaat Ellie menjadi orang jahat karena bersyukur Raven buta. Dia bisa merasakan pipinya basah karena liur. Ellie tahu wajahnya akan tampak sangat mengenaskan dipandang. "Anda sudah bangun, Mr. Wycliff? Tidak ada yang sakit lagi bukan? Kalau begitu saya permisi." Ellie mengucapkan sapaan pagi dengan terburu-buru, ingin segera merapikan diri. "Aku sudah menyuruh Sophie memindahkan barangmu ke sini tadi. Jadi kau tidak perlu kemana-mana. Aku juga sudah menyuruh Jasper memesan tempat tidur baru untuk kau tempati. Tapi sementara belum datang, kau bisa tidur seperti tadi malam." Raven mengucapkannya seperti sedang membahas menu makan malam. Ringan, tenang, dan tanpa beban. Seolah memindahkan Ellie ke dalam kamarnya adalah tindakan terpuji. "Kau tidak bisa melakukan itu!" seru Ellie, marah. "Bisa, dan sudah aku lakukan!" balas Raven. "Kau yang akan bertanggung jawab atas perkembangan kakiku. Jadi akan lebih baik jika kau ada di sini. Kau bisa lebih jelas memantau perkembangannya." tambahnya. "Tapi..." "Memang apa yang kau takutkan? Bukankah sudah aku katakan aku tidak tertarik padamu. Aku juga tidak akan tiba-tiba melompat menyerangmu dengan kaki seperti ini." Raven menunjuk kakinya, yang masih ada di dalam selimut. Ellie ingin melempar sesuatu ke wajah Raven, agar bisa menghapus senyum sinis dan kesan sombong itu. "Bagaimana bisa seseorang yang sedang dalam keadaan lumpuh dan buta bisa begitu percaya diri?" batin Ellie. "Saya tetap butuh privasi Mr. Wycliff. Saya tidak mungkin...." "Privasi macam apa lagi yang tidak bisa kau dapat di sini? Aku buta, Hazel. Aku tidak akan bisa melihat maupun menikmati, meski kau berdansa tango dalam keadaan telanjang di depanku." Wajah Ellie memerah malu. Tango dalam keadaan telanjang tidak perlu disebut jika hanya ingin menegaskan jika dia buta. Dan seperti tadi malam, mulut Ellie yang biasanya cakap membantah setiap keinginan absurd dari pasien, kembali menyerah. Keahlian Raven dalam berdebat berada dalam tingkat yang lebih tinggi dari ada Ellie. Mungkin itu juga yang membuatnya menjadi pebisnis unggulan. Ellie menutup mata, dan menghembuskan nafas berat. "Ingatlah... Kau ke sini karena Stefan yang meminta. Dan anggap saja ini cara agar pekerjaan ini cepat selesai." Ellie membujuk batinnya agar lebih tenang. Raven telah mendorong batas kesabarannya menjadi lebih pendek. Biasanya Ellie akan membujuk dengan manis bila ada pasien yang berulah. Tapi cara itu tidak akan mempan pada Raven. "Jadwal yang kau susun akan dimulai setengah jam lagi. Apa kau akan terus berdiri sambil memandangiku?" Ellie sejenak melotot, dia mengamati mata Raven. Tapi mata beriris gelap itu kosong, Raven hanya melontarkan tebakan jitu. "Sophie menaruh barang-barangmu di salah satu almari di dinding. Cepatlah bersiap! Jadwalku padat sampai siang nanti!" Dengan langkah menghentak menahan amarah. Ellie beranjak dari tempatnya berdiri, mulai mencari barangnya. Dari pada melayani ocehan Raven---yang kemungkinan akan terus berdatangan jika dia diam berdiri---Ellie memilih untuk menyingkir. *** Dalam kariernya sebagai fisioterapis yang masih terhitung singkat, Ellie sudah termasuk dalam terapis handal. Karena itu, pasiennya berasal dari latar belakang beragam. Mulai dari pegawai biasa,tentara, ibu rumah tangga seperti Beth, aktor, sampai atlet kenamaan. Jadi, walau dia masih hijau dalam hal percintaan, sudah bisa dipastikan Ellie terbiasa melihat tubuh pria dalam bentuk apapun, baik yang berbentuk standar rata, berlemak, berotot setara binaragawan dan body builder, maupun bentuk tubuh liat, dengan otot kencang dan terbentuk sempurna, seperti Raven. Namun Ellie harus kembali menyumpah, saat tubuhnya bereaksi berbeda saat melihat tubuh Raven dari dekat. Jika kemarin saat melakukan hydroteraphy Ellie masih sedikit memiliki ruang untuk bernafas, maka hari ini cobaannya lebih berat lagi. Pijatan di darat, memaksa Ellie untuk melihat tubuh Raven dari dekat. Dan pekerjaan ini menjadi dua kali lebih melelahkan, karena selain berkonsentrasi agar menyentuh bagian otot Raven yang tetap, Ellie juga berkonsentrasi untuk tidak melirik ke bagian lain tubuh Raven. Raven berbaring menelungkup, sementara Ellie melakukan pemijatan di seluruh punggung sampai ke kaki. Dan tentu saja, Raven hanya mengenakan celana pendek. Ellie bisa merasakan tubuhnya menghangat, setiap kali tangannya menyentuh Raven. Desiran hangat terus bergantian menerpa perutnya, seiring detak jantung yang menggila. Dalam hati dia berdoa, agar sesi pemijatan ekstra ini cepat selesai. Ekstra karena perawatan ini sebenarnya tidak termasuk dalam jadwal, tapi terpaksa dilakukan karena otot Raven yang sakit tadi malam. "Selesai, Mr. Wycliff." Ellie berdiri dan bergeser menjauh, membereskan perlengkapannya, sementara Raven menggunakan tangannya untuk bangun. Tubuh bagian atas Raven masih terjaga dengan baik, dia masih bisa menggeser tubuhnya hanya dengan mengandalkan kekuatan otot tangan. Dengan begitu Raven mampu melakukan semua aktivitas yang berkenaan dengan kebutuhannya sendiri. Termasuk berganti baju atau melakukan kegiatan kamar mandi. Tadi pagi setelah perdebatan, Ellie melihat bagaimana Raven menjelajahi kamar ini, dengan lancar. Dia sudah menghafal semua lokasi furniture, dan juga penempatan segala kelengkapan sehari-hari. Mulai baju, celana dan lain-lain. Seperti sekarang, setelah berhasil bergeser dari ranjang dan duduk di kursi roda, dengan perhitungan yang sangat tepat, dia menjalankan mesin itu ke kamar mandi. Tanpa kesulitan berarti, dia berhasil menemukan pintu, dan masuk ke kamar mandi. Ellie sudah melihat isi kamar mandi itu, dan seperti ruang kamar ini, perlengkapan di sana telah di rancang sesuai dengan kebutuhan Raven. Lima belas menit kemudian Raven keluar dari kamar mandi dalam keadaan rapi, meski masih ada sedikit aroma minyak aromatik yang tadi di pakai Ellie untuk memijat. Anehnya, meski sekarang Raven berpenampilan santai dengan kaos dan celana panjang santai, aura yang Ellie rasakan memancar darinya, masih sama seperti saat dia melihat Raven mengenakan tuxedo saat pesta dulu. Pria yang ada di depannya itu, adalah cerminan kata dominan yang sesungguhnya. Dia bahkan berhasil mengalahkan kelemahannya sendiri. Ellie membayangkan tingkat kesulitan tinggi, yang dihadapi Raven untuk sampai pada titik ini. Sebersit rasa kagum melingkupi hati Ellie saat menyadarinya. Raven bisa saja bergantung pada Sophie yang pasti tidak akan keberatan membantunya, tapi dia tidak mau. Meski dengan keterbatasan dan penyesuaian alat yang cukup rumit, Raven memilih untuk berjuang mengatasi kekurangannya dan berhasil dengan cemerlang. "Jasper, aku siap." Lamunan Ellie terputus, saat Raven memanggil Jasper memalui telepon. Dia bersiap bekerja "Saya permisi. Mr. Wycliff." Ellie sudah tidak dibutuhkan. Jasper yang akan membawanya ke ruang kerja. "Panggil aku Raven.... seperti tadi malam!" kata Raven, dengan nada memerintah dan tegas. Ellie sejenak ingin membantah, karena dia tidak ingat pernah memanggilnya Raven. Tapi setelah mengorek ingatan dari otak yang lebih dalam. Ellie menepuk kepalanya. Dia meneriakkan nama Raven tanpa berpikir, karena panik saat melihatnya kesakitan. "Tadi malam adalah kejadian tidak sengaja, Mr. Wycliff. Saya minta maaf, tapi saya ingin tetap memanggil anda Mr. Wycliff," bantah Ellie tegas. "HA... Apa kau selalu menolak permintaan pasienmu untuk menjadi akrab? Aku dengar syarat menjadi fisioterapis salah satunya adalah dekat dengan pasien, agar perawatan berjalan lancar." Ellie kembali memukul kepalanya dengan tangan, sebal karena Raven mengetahui sesuatu di luar dunianya. Tentu saja apa yang dikatakan Raven benar. Seorang fisioterapis, memang harus selalu ramah, dan bersikap akrab pada pasien, terutama untuk pasien dengan perawatan jangka panjang, seperti Beth, dan juga Raven. Keakraban itu untuk menumbuhkan ikatan kepercayaan, agar pasien tidak mudah putus asa, dan mengikuti latihan dengan serius. "Diam lagi? Itu berarti aku benar. Kau suka sekali membantah, padahal kau tahu benar akan kalah nantinya." Tawa Raven saat membuka pintu kamar, adalah tawa kemenangan yang menyebalkan. Dia berhasil membuat Ellie menuruti keinginannya dengan sangat mudah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD