Mantan Suami Kejam

1093 Words
Arsen merasakan nikmat ketika Namira mengulum miliknya dan Arsen merasakan dirinya akan sampai. Arsen semakin menekan kepala Namira. Arsen menumpahkan seluruh cairannya di dalam mulut Namira. Arsen menyeringai menatap wajah sayu Namira dan air mata masih mengalir di pelupuk mata wanita tersebut. Lidah Arsen terjulur mengusap air mata Namira, dan rasa asin kembali dirasakan oleh dirinya. Arsen menatap tubuh Namira yang menggoda dirinya untuk semakin menyentuh wanita itu, lalu mengoreskan beberapa tanda di tubuh wanita itu. Sepertinya menyenangkan sekali untuk dilakukan oleh dirinya. “Namira sayang, tubuhmu memang menggoda sekali. Lihat? Kau seperti p*****r sekarang sayang, bagaimana lidahmu yang menghisap milikku tadi dan memainkannya begitu lihai. Hahaha. Kau memang p*****r bukan? Pelacurku tersayang. Namira jangan menangis, hei! Unutk apa menangis. Kau sudah pulang ke rumah sayang. Ini rumahmu sekarang, dan aku akan memanjakanmu lagi dengan sentuhanku.” Ucap Arsen menarik tangan Namira kasar. Namira terhuyung dan tubuhnya dilempar menuju ranjang. Namira menatap pada Arsen yang tergelak melihat Namira yang mundur dan menggeleng. Ketika melihat Arsen mengeluarkan pisau lipat di tangannya. “Sayang, kenapa kau mundur? Ayo ke sini. Kita bersenang-senang sayang.” Arsen berjalan pelan, menghampiri Namira yang masih telanjang dan berusaha untuk menutupi tubuhnya dengan selimut. “Ah! Kau mau menutupi tubuhmu dengan selimut sayang? Hei! Tidak usah ditutupi baby. Tubuhmu yang indah itu tidak pantas untuk ditutupi. Malah lebih pantas untuk aku cicipi lagi.” Arsen menjilat bibirnya, menatap m***m pada Namira yang sudah menangis mendengar apa yang dikatakan oleh Arsen pada dirinya. “Hiks! Jangan! Aku mohon … lepaskan aku.” Arsen tertawa kecil mendengar Namira yang kembali memohon pada dirinya. “Sayang, sejuta kalipun kau memohon pada diriku. Aku tidak akan pernah melepaskan dirimu sayang. Aku malah ingin kau terkurung di sini bersamaku. Dan kau menjadi pelacurku yang berguna. Karena kau sudah tidak berguna menjadi istri, yang meminta cerai dan sok meminta tolong pada teman ayahmu itu. Ups! Teman ayahmu itu juga sudah mati kan?” tanya Arsen kemudian tertawa kencang sambil menatap pada ujung pisau di tangannya, “Bagaimana berikan sedikit goresan di pahamu? Wah! Itu hal yang tampak menyenangkan sekali dilakukan sayang. Ukir namaku di pahamu yang mulus, bukankah itu hal menarik?” tanya Arsen, naik ke atas ranjang. Lalu menarik selimut yang menutupi tubuh telanjang Namira. “Waw! Lihat tubuhmu ini. Indah sekali. Tubuhmu butuh lukisan sayang. Aku senang hati membuat tubuhmu ini dipenuhi oleh lukisan yang sangat indah sekali tentunya.” Arsen tertawa kecil melihat Namira yang kembali beringsut menjauhi dirinya. “Kemana kau mau lari Namria. Sini, bersama mantan suamimu yang tampan ini, baby. Kau butuh sentuhan dan juga sedikit lukisan saja.” Ucap Arsen, menarik kaki jenjang Namira. Lalu membawa Namira untuk mendekat padanya. Arsen memerhatikan wajah cantik Namira. Kemudian tertawa kecil. “Namira. Namira. Namira. Namira. Namira. Namira. Oh … Namira. Kau kenapa sangat canitk, hah?!” Arsen bertanya, lalu menghirup aroma tubuh Namira di ceruk leher Namira. Namira ketakutan. Arsen ini lelaki kejam. Bukan sekali dua kali. Namira melihat mantan suaminya yang kejam ini membunuh orang. Arsen akan tertawa kencang setelah dia berhasil membunuh orang, lalu menatap penuh obsesi dan rasa kepuasakan pada darah yang akan memenuhi pisau lipatnya. “Kenapa kau takut? Hem?” tanya Arsen mengusap pipi Namira lembut. Lalu matanya melihat pada mata indah penuh ketakutan Namira. “Oh… aku tersinggung kau menatapku penuh ketakutan sayang. Sstt… jangan takut. Kita akan bersenang-senang bukan? Tapi sayangnya ini sudah siang sayang. Aku harus pergi bekerja. Kau selamat. Tidak jadi diberi lukisan pada pahamu yang indah ini.” Arsen melempar kembali tubuh Namira di ranjang, lalu mengakang kan kaki Namira. Arsen menjilat paha Namira. Namira menahan lenguhannya dan menangis ketika dirinya kembali dilecehkan oleh Arsen. “Aromamu masih harum Namira. Aku sudah tidak sabar untuk menancapkan milikku ke dalam lubangmu yang sempit ini. Apakah masih sempit sayang? Atau punyamu sudah longgar!” “Ashhh!” Namira mendesah ketika merasakan dua jari Arsen masuk ke dalam bagian intimnya. Lelaki itu mengeluar masukan jarinya di dalam bagian intim Namira. Arsen tertawa kecil lalu mengeluarkan jarinya yang terdapat cairan Namira di jarinya. Arsen menjilat jarinya di depan Namira. “Hem… masih terasa manis sekali sayang. Kau memang selalu manis. Aku selalu jatuh dalam rasa manis milikmu sayang. Jangan menangis dan jangan mencoba untuk kabur. Kau tahu apa yang kau dapatkan bukan?” tanyanya, diangguki oleh Namira. “Oh… burung kecil yang patuh. Bagus. Kau sudah tahu apa yang kau terima berani kabur dari sini. Bom! Semua tubuh akan hancur di panti asuhan tempatmu tinggal. Oh! Atau kau mau, anak-anak itu dijual di pasar gelap sayang? Tentu saja aku senang hati melakukan itu.” Namira menggeleng. “Aku mohon … jangan lakukan itu. Jangan sakiti mereka. Hiks. Jangan ganggu mereka.” Mohon Namira dengan air mata yang terus menetes. Arsen tersenyum. “Tentu saja semuanya ada di tanganmu sayang. Nyawa mereka ada di kamu. Kau bersikap baik, maka mereka hidup. Kau menjadi buruk yang ingin bebas dari sangkarnya. Maka kau tahu bagaimana orang-orang suci tanpa dosa itu, yang selalu tertawa dan tersenyum polos. Hanya mengerti makan, minum, dan tidur saja. Lalu bermain. Mereka akan menjadi mainanku. Mengeluarkan jantung mereka dari dalam tubuh mereka, bukan sesuatu yang susah sayang. Kau mengerti cantik?” tanya Arsen. Namira mengangguk, menghapus air matanya kasar. Menatap Arsen yang masuk ke dalam kamar mandi. Namira menatap pada kamar yang dipenuhi foto telanjangnya dalam berbagai gaya. Namira meremas dadanya yang begitu sakit sekali. “Ma, Pa. Lebih baik kalian- Hushhhh! Napas Namira tertahan ketika melihat pisau yang lewat di depan wajahnya hampir mengenai wajahnya. “Ikut dengan orang tuamu?” Namira menatap pada Arsen yang sudah keluar dari dalam kamar mandi, dengan handuk yang mengantung di pinggang lelaki itu. Arsen membuka handuknya dengan santai di depan Namira. Namira menutup mata. Napasnya masih tersenggal dengan apa yang dilakukan oleh Arsen tadi. “Kau tidak akan bisa ikut dengan orang tuamu Namira. Kau harus merasakan surganya dunia bersama diriku, cantik. Jangan pernah berniat untuk mengakhiri nyawamu cantik. Nyawamu dan hidupmu itu adalah milikku sayang.” Ucap Arsen sudah keluar dari dalam walk in closet, memakai pakaian kerjanya. “Nyawaku milik Tuhan ku!” ucap Namira membantah. “Tuhan? Kau percaya dia itu ada? Lucu sekali sayang. Terus saja menyebut nama Tuhan mu itu. Dia tidak akan datang dan menyelamatkan dirimu. Karena nyawamu itu milikku sayang. Kau mati di tanganku bila aku ingin kau mati.” Ucap Arsen menatap tajam pada Namira, yang kembali bergetar ketakutan. “Terus saja ketakutan, dan itu sungguh menyenangkan sekali.” Arsen tertawa kencang sambil bertepuk tangan dan menyenandungkan harmoni yang menakutkan di dengar oleh Namira.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD