Bastard!!

1428 Words
Arsen berjalan penuh gagah masuk ke dalam perusahaan miliknya. Senyuman penuh kepalsuan yang diberikan oleh dirinya pada orang-orang yang menyapa Arsen, seolah mereka percaya, Arsen adalah atasan yang begitu baik dan tampan. Tidak ada kekurangan sama sekali. Padahal Arsen memiliki sisi gelap. “Good morning, Sir. Bukankah ini pagi yang cerah?” tanya seorang karyawan wanita memakai pakaian seksi dan lipstick yang merah menyala di bibirnya. Arsen tersenyum. “Ya, pagi yang sangat indah sekali.” Arsen memang mengakui ini pagi yang indah, kenapa? Dirinya bisa menahan dan membawa mantan istrinya ke mansion miliknya lagi. “Sir, apakah anda mau saya buatkan sesuatu?” tanyanya mendekati Arsen, lalu menyentuh d**a bidang Arsen. Arsen tersenyum menarik pinggang wanita yang menawarkan sesuatu yang lebih menarik untuk dirinya sekarang. “Bagaimana kalau kau menari di depanku sayang, dengan tubuhmu yang indah ini.” Tutur Arsen, tertawa kecil namun tawanya lebih kelihatan menakutkan, namun wanita di depannya menganggap tawa Arsen adalah sebuah hal yang mengundang dirinya untuk melakukan hal yang menyenangkan, bisa memiliki bossnya itu. Dalam sebuah kehangatan ranjang, yang diidamkan oleh para karyawan di sini. “Tentu saja. Saya akan menari di depan anda. Apakah setelah saya menari di depan anda, anda akan membawa saya ke atas ranjang?” tanyanya menggoda, memejamkan matanya, ketika dua jari Arsen perlahan mencoba untuk masuk ke dalam mulutnya. “Hem… kau mau mencobanya? Kehangatan ranjang dan milikku masuk ke dalam lubangmu?” tanya Arsen memberat. Wanita itu mengangguk. “Hem… saya mau merasakannya. Saya sudah lama mengidamkan ketika milik anda masuk ke dalam milik saya, Sir.” Jawabnya, mengulum tangan Arsen dengan tatapan penuh menggoda. Arsen melirik arloji nya. Tidak buruk menempuh perjalanan pulang, ketika dirinya harus membawa wanita ini pulang di pagi hari di kota Barcelona, semua orang yang baru menempuh kegiatan bekerjanya. Sedangkan Arsen bisa menempuh hal yang membuat dia senang. “Oke! Ke rumahku sekarang.” Titahnya, tidak mau dibantah. “Por supuesto señor. Saya sangat bersedia ke rumah anda,” ucapnya tersenyum centil, dan mencium pipi Arsen sekilas. (Spanyol – Tentu saja, Tuan.) *** Namira menatap pada tubuhnya yang telanjang di depan matanya. Namira menangis, dan tidak bisa bebas dari sini. Padahal dirinya sangat ingin terbebas dari sini, lalu dia akan hidup dengan normal kembali setahun belakangan yang dijalani oleh dirinya. Walau tidak ada harta kekayaan yang melimpah menghidupi dirinya, tetapi Namira merasakan kebahagiaan bersama dengan anak-anak panti yang membuat senyuman dan tawanya selalu muncul. Namira menghapus air matanya. Lalu mencari kain yang akan menutupi tubuh telanjangnya. “Ah… kita sudah sampai, sayang.” Namira mendengar nada suara Arsen. Segera mencari kain yang ditemukan olehnya sekarang, hanya gaun tipis. Percuma saja menutupi tubuhnya, tetap akan menerawang dan dapat dilihat. Namun setidaknya ini jadi. Dibanding tidak ada. “Kau mau kamar yang mana?” tanya Arsen. Namira menatap pada pintu kamar lalu menggeleng. Jangan. Namira tidak mau kedua orang itu masuk ke sini. Hem, dia tahu Arsen membawa seorang wanita masuk ke dalam sini. Jangan masuk ke sini. Namira menangkup tangannya dan berdoa. “Bagaimana dengan kamar ini.” Arsen tergelak diluar, dan Namira yakin wanita itu menunjuk kamar tempatnya berada sekarang. “Kau mau kamar ini? Sayang sekali. Kamar ini sudah ada penghuni,” ucap Arsen membuka pintu kamar. Tatapan mata tajam Arsen bertemu dengan Namira yang tampak takut dan menggeleng. “Bastard…” Bisikan itu masih dapat di dengar oleh Arsen, ketika Namira mengucapkannya tanpa suara. “Yes! Itu aku sayang. Kenapa? Kau mau gabung denganku, hem… siapa namamu cantik?” tanya Arsen, tidak tahu nama wanita yang dibawa olehnya ke sini. “Joana. Nama saya Joana.” Jawab wanita itu lantang dengan dagu yang meninggi, dan senyuman penuh kesombongan yang ditunjukan pada Namira yang berdiri sekitar enam langkah di depannya. Ia lebih baik dibanding wanita di depan sana. Memakai gaun warna putih yang begitu lusuh. Lalu wajahnya itu? Tampak menangis. Cih! Kenapa dia harus menangis, ketika dia sudah dibawa oleh Arsen ke sini. Seharusnya dia merasa senang dan bangga. Arsen mau membawanya ke sini. Kalau dia menjadi wanita itu, maka dia akan melayani Arsen dengan baik, agar tidak mencampakkan dirinya. Dan mau mengizinkan dirinya untuk tinggal di mansion mewah dan semuanya serba ada di sini. “Hem… dia siapa?” tanya Joana menunjuk Namira dengan telunjuk kirinya. Arsen tergelak. “Dia siapa? Hem… kau tidak perlu tahu sayang. Kau mau menuruti apa yang saya mau, bukan?” tanya Arsen, mengambil sejumput rambut Joana. Lalu menciumnya. Arsen mendengkus. Ketika aroma rambut Joana tidak seperti yang diharapkan oleh dirinya. “Kau tidak bisa menghuni kamar ini, sayang. Ayo, keluar.” Ajak Arsen, tidak pernah membiarkan wanita manapun masuk dan menikmati kamar ini. Kecuali Namira—mantan istrinya yang cantik dan tampak ketakutan sekarang. Joana menggeleng. “Aku tidak mau keluar. Aku mau di sini!” ucapnya menolak, untuk keluar. Arsen mendengar apa yang dikatakan oleh wanita itu bersedekap. “Kau tidak mau keluar?” tanya Arsen, diangguki oleh Joana. “Hem! Aku mau di sini. Bukankah seharusnya yang keluar itu dia? Saya bisa memuaskan anda, bahkan saya lebih cantik dibanding dia.” Joana percaya diri sekali mengatakan hal yang membuat Arsen tertawa mendengarnya. “Kikikkkikikk…” Arsen terkikik kencang, kepalanya memiring menatap Joana dengan senyuman mengejeknya. “Cantik? Hahahahaha! Cantik! Kau cantik? Aduh! Perutku sakit sekali mendengarnya.” Ucap Arsen memegang perutnya. Namira mendengar ucapan Arsen, memundurkan tubuhnya, lalu dia berlari menuju kamar mandi dan menutup pintu kamar mandi. Sial! Namira tidak mau melihat apa yang akan dilakukan oleh Arsen setelah ini. Wanita itu sungguh berani sekali mendekati Arsen. Joana menaikkan sebelah alis. “Aku memang cantik. Kenapa? Kau mengakuiku cantik, bukan?” tanya Joana berusaha untuk bersikap biasa dan menghempaskan jauh-jauh pemikirkan buruk yang muncul di dalam otaknya sekarang. Tidak mungkin. Ya. Tidak mungkin. Arsen terkenal dengan keramahan juga kebaikan. Ia tahu Arsen tidak akan berbuat jahat pada dirinya. “Kikikikik… hahaha… kikikik… kau mau bermain sayang?” tanya Arsen, mengambil sejumput rambut Joana, lalu setelahnya menarik rambut Joana dengan kasar. Membawa wanita itu keluar dari dalam kamar. Arsen menatap dalam kamar. Namira yang sembunyi. Hihihi. Namira masih tahu tentang dirinya. Hihihi. “Kau akan tahu apa yang aku lakukan padamu! Hahahah! Kita main-main. Satu. Dua. Tiga. Satu. Dua. Tiga. Satu. Dua. Tiga. Hahahahaha. Dua. Tiga. Dua. Tiga.” Arsen menghitung dan masih menarik rambut wanita bernama Joana yang menyerahkan nyawanya sendiri ke tangan Arsen. Arsen menendang pintu bawah tanah dengan kasar. “Hello… Bro! Kau lapar?” Joana terkejut menatap buaya dan singa di depannya. Juga binatang buas yang lainnya. Joana menggeleng. “No! Lepaskan saya. Hiks! Saya mohon. Lepaskan saya. Saya tidak mau.” Joana beringsut mundur, tidak mau dirinya dimakan oleh binatang yang ada di depannya. “Hahahahah…. Lepaskan? Kikikik. Lepaskan kemana sayang?” tanyanya. Menatap pada Joana yang tampak ketakutan. “Jangan menangis, bukankah kau mau bermain-main di atas ranjang. Nah! Itu ranjang.” Tunjuk Arsen pada ranjang singa di depannya. Joana menggeleng. Mencoba mengingsut mundur walau tidak akan pernah berhasil. Joana menangis, menyesali apa yang dilakukan oleh dirinya. “Kau sudah berani menghina Namira. Namira dihina. Hihihi. Kau akan mati dimakan. Hih! Enak sekali. Dagingmu pasti lezat. Bukankah begitu?” tanya Arsen pada singa yang masih di dalam kandangnya yang berterali. “Hah?! Kau suka dagingnya? Makanlah. Kau bisa menikmati dagingnya. Kau terakhir kali memakan daging manusia kapan? Hah?! Sebulan yang lalu. Kasihan. Kau bisa menikmati daging manusia. Kau mau juga?” tanya Arsen pada buaya yang mulutnya sudah menganga lebar. “Tidak. Ini jatahnya. Nanti aku carikan dirimu makanan yang lezat. Oke?” Arsen menarik rambut Joana kembali, dan membuka kandang singa itu sesuai dengan ukuran tubuh Joana, lalu melemparkan tubuh Joana ke dalam kandang singa. Wanita itu langsung dicabik oleh singa kelaparan. Arsen melihat itu semua bertepuk tangan dan tatapan penuh kebahagiaan melihat bagaimana tubuh Joana yang tercabik dan berdarah. “Hihihihi. Kau kenyang. Hahaha. Kau kenyang. Dia menghina Namira, makan dia sampai habis. Dia tidak secantik Namira. Namira sayang, tidak ada yang boleh menghinamu. Tidak ada yang boleh memilikimu. Hihihi. Namira hanya milik Arsen.” Ucap Arsen pergi dari sana, setelah puas melihat tubuh Joana yang sudah tidak bernyawa. Ia senang sekali melihat itu. Bukankah permainan yang dimaksud oleh dirinya begitu menyenangkan? Arsen mau bermain lagi. Hihihi. Arsen akan cari mangsa yang mau diajak bermain. Lalu memberikannya pada buaya—peliharaannya yang kelaparan dan butuh daging manusia. Arsen mengusap lehernya dan matanya menatap datar ke depan, dengan cipratan darah di tangannya. Darah Joana yang mengenai tangannya, ketika wanita itu merontah berusaha untuk kabur. Mana bisa, wanita itu sudah terkurung dan tidur bersama singa. Hihihi. Singa. Singa kenyang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD