Pungguk Merindukan Bulan

2306 Words
Jennie menggerakkan tubuhnya yang terasa kram. Kepalanya pening dan tubuhnya terasa dingin, lalu dia membuka matanya pelan-pelan, dirinya berada dalam pelukan seseorang berbaring di sofa ruang kerjanya. Jennie menggosok matanya yang masih sedikit kabur, dan akhirnya, pandangan Jennie semakin jelas, dia kaget bahwa sosok yang tertidur di sofa bersamanya adalah Beha! Jennie kembali menggosok kedua matanya dengan tangan, mencoba memperjelas pandangan matanya, barangkali, dia salah lihat. Tapi sosok lelaki di sofa yang dilihatnya tidak berubah, jadi Zayn Malik misalnya. Di sana, tetap terbaring dalam tidur lelap si Beha. Beha pantry! Beha yang kerjaannya di pantry nyiapin makanan dan minumannya karyawan. Beha si office boy. Serta merta, Jennie mendorong tubuh Beha yang masih terlelap kasar. Dia benar-benar kaget dan pusing dengan apa yang terjadi. Rumor kacau antara dirinya dan Beha baru saja beredar kemarin, ini malah dia mengulang kejadian kemarin dengan runtutan kejadian yang lebih parah. Kalau ada yang tahu kejadian ini, celaka dua belas, bisa kacau semuanya. Beha yang semula terlelap, terbangun karena Jennie mendorongnya. Lelaki itu mengerjap kaget dan menemukan Jennie sedang memandangnya dengan murka, dan Beha sadar bahwa ini adalah kisah Cinderela berakhir. Semuanya kembali ke asal, Jennie yang menduduki posisi staf penting Bank NCB versus dirinya yang hanyalah OB bersenjatakan sapu dan pel. "Be! Lo ngapain gue? Apa yang terjadi semalam?" teriak Jennie emosi. Dia teringat kata- kata Suzy bahwa bisa saja Beha menjebaknya dan karena kejadian hari ini, dia hampir yakin apa yang dikata Suzy memang benar. Beha menjadikannya target sasaran cewek yang bisa dijerat dengan perangkap cinta dan lalu, diporoti hartanya. "Hhgh?" Beha tidak menjawab pertanyaan Jennie. Otaknya masih loading, matanya baru saja terbuka, tapi Jennie sudah merepet seperti petasan tahun baru. "Jawab! Beha! Lo jebak gue? Rumor yang beredar kemarin, lo juga yang nyebarin? Jahat banget kamu ya!" Jennie memukul lengan Beha keras. "Eu...Je...Jennie...aku...." Beha bingung menjawab pertanyaan Jennie. Bukannya nggak mau jawab, atau berusaha menghindar tapi Beha perlu waktu untuk setidaknya mengumpulkan nyawa yang berserak selama tidur. "Bangun kamu!" Jennie menarik lengan Beha dengan bar-bar. Sekarang sudah jam lima pagi, dan Jennie berpikir dia harus segera pergi dari kantor sebelum ada orang yang tahu keberadaannya dan Beha, lalu membuat keadaan semakin kacau. "Gue nggak mau tahu ya, kalau sampai ada rumor lagi nyebar, berarti memang lo yang nyebarin rumor ini, dan gue nggak bakalan diem. Gue pasti bakalan bikin lo nyesel udah bikin masalah sama gue!" ancam Jennie. "Sekarang lo enyah dari depan gue! Jangan sampai ada yang tau kalau lo sama gue di ruangan sini. Awas ya!" Mata Jennie yang sebenarnya tidak terlalu lebar, sekarang terlihat lebar di mata Beha, akibat Jennie melotot karena marah. Beha membalikkan badannya, tanpa kata menuruti perintah Jennie tanpa bantahan. Dia tidak membela diri atau melontarkan kata sanggahan. Meski apa yang dituduhkan Jennie tidak benar dan kejadian semalam bukan seratus persen salahnya, tapi justru, ada rasa penyesalan merayap dalam hati Beha sebab Beha merasa dia bukannya membuat Jennie terhibur dari rasa sedihnya, tapi malah dia menambah beban dan rasa sedih Jennie. Padahal kemarin, Beha pengen meringankan beban hati Jennie yang nampak sangat kacau, dia pengen menjadi tempat curhat dan pengen ngelihat Jennie ceria lagi, tapi kenyataannya, malah dia terhasut bisikan iblis, dan menambah goresan luka pada Jennie. Ya...malam tadi, memang Jennie terlalu mabuk, kesadarannya di bawah rata-rata dan Jennie lebih dulu menciumnya, tapi seharusnya dia yang nggak mabuk dan berpikiran jernih bisa mencegah hal itu, bukannya malah terpancing membalas kecupan Jennie. Ah, penyesalan memang selalu datang belakangan, kalau datang duluan, namanya pendaftaran, dan inilah hasilnya, Jennie sangat terluka dan membencinya, dan Beha tidak bisa menyalahkan Jennie. Sebelum benar-benar keluar dari ruangan Jennie, Beha menoleh, dan melihat Jennie menangis tersedu tanpa suara. Konon, tangisan tanpa suara adalah tangisan ekspresi dari rasa sakit hati yang mendalam. Lagi-lagi, Beha merasa terhanyut oleh kesedihan Jennie dan ingin sekali menghapus air mata wanita itu. Tapi, entah bagaimana caranya. Jennie sudah pasti membencinya, dan nggak sudi lagi bertemu Beha karena kejadian ini. Beha terus tenggelam dalam penyesalannya dan tanpa disadari Beha, Jennie sudah berjalan melewatinya, tanpa kata, tanpa pesan seolah Beha adalah mahluk tak kasat mata yang tidak perlu diperdulikan. Beha menatap punggung Jennie menjauh, menghilang di elevator, lalu dia berbalik menuju pantry, ruang kerjanya di mana dia bercokol dengan minuman, perabot kotor, lap, pel dan sapu. Sampai di sana, Beha mendudukkan diri di sofa usang yang kemarin menjadi tempat Jennie tidur, sementara dirinya, berbaring di tikar. Sebuah kenangan manis yang sekarang menjelma menjadi gosip liar yang beredar di kantor dan membuat Jennie pujaan hatinya merasa tidak nyaman. Ya...siapa juga yang mau digosipkan buruk seperti ini? Sama OB lagi, sosok miskin harta, tak berpangkat, tak berpendidikan, tak memiliki apa-apa. Beha menghela napas, menghempaskan tubuhnya di sofa, duduk terpekur seorang diri. Dia menatap sekeliling, lalu jarinya menyentuh sofa yang dia duduki perlahan, seakan takut sofa itu rusak. Sofa ini menjadi awal sebuah mimpi indah yang dilaluinya bersama Jennie. Mimpi yang meski hanya sekejap sempat menguarkan perasaan bahagia untuknya. Mengingat kembali kenyataan yang baru terjadi, kebencian yang berkobar di mata Jennie, penyesalan Beha semakin mendalam dan Beha ingin melakukan apapun untuk menebusnya dan membuat Jennie kembali gembira. Suara radio melantunkan sebuah lagu yang kerap dinyanyikan oleh segenap manusia patah hati di negara ini. Rasa yang tepat, di waktu yang salah, tapi bahkan bagi Beha apa yang terjadi dengannya adalah rasa sepihak yang salah, dan juga waktu yang tidak akan pernah tepat. Dia dan Jennie adalah sebuah ketidakmungkinan, seharusnya dia sadar hal itu dari awal. Dirinya adalah, pungguk merindukan bulan. *** Tas yang dibawa Jennie melayang layaknya UFO dalam apartemen Jennie. Bukan, bukan ada kekuatan mistis yang menggerakkannya, tapi memang Jennie melemparkan tas itu begitu saja begitu masuk ke apartemennya. Perasaannya saat ini sangat kacau dan campur aduk. Kepalanya masih berdenyut meninggalkan rasa pening yang tidak nyaman. Sepanjang waktu dia berpikir bagaimana mungkin dia semalam tidur dalam pelukan Beha di ruangannya? Gila! Itu hal yang gila dilakukannya, terlebih saat baru kemarin beredar gosip bahwa dia nginep di kantor sama Beha, bukannya memperbaiki keadaan, dia malah membuat suasana semakin parah. Gimana kalau ada yang lihat kejadian semalam? Bisa-bisa dia dipanggil sama divisi kode etik, dan dapat surat peringatan. Itu sih nggak seberapa, tapi rasa malu dan jadi trending topic di kantor bakalan lebih membuatnya nggak nyaman. Jennie menghembuskan nafas pelan, hari-hari kedepan nampak suram. Dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri mengapa dia sampai melakukan hal itu, mencium Beha—ya...dia ingat bagian ini meski dia nggak mau terlalu mengakui, dan tidur bersama di sofa, meski dia dan Beha bener-bener tidur, bukan melakukan hal yang iya-iya, tapi tetep aja, semua orang bakalan berpikir bahwa dia dan Beha melakukan kegiatan bercocok tanam— dalam tanda kutip, di kantor dan hal ini termasuk pelanggaran norma dan etika kelas berat. Semalam, Jennie memang merasa sangat kalut, selain karena gosip yang beredar dan juga rasa muak karena selama ini bekerja di dalam divisi yang dipimpin Chandra, lelaki yang dibencinya setengah mati. Jennie benar-benar tidak menyangka bahwa usahanya bekerja dengan baik hingga mendapatkan promosi kenaikan jabatan dan gaji malah berujung bertemu Chandra, sosok yang tidak ingin dia temui lagi dalam hidupnya. Kekalutan Jennie bertambah dengan kejadian yang dilakukan Chandra di X2, menyeretnya semakin dalam kepada kenangan masa lalunya yang pahit dan ingin dilupakannya. Jennie meremas sofa cushion dan melemparnya sembarangan, merasa frustasi, karena Chandra bahkan sudah mulai berani memaksanya, dan melecehkannya. Memang, Chandra mabuk, tercium bau alkohol dari badannya, tapi Jennie yakin, meski tidak mabukpun, Chandra tetap akan melakukan hal-hal menjijikkan apapun yang dia inginkan. Karena itu, Jennie yakin bahwa semakin lama, Chandra akan semakin berani mendesaknya, apalagi lelaki itu memiliki kekuasaan di kantor. Jennie merasa putus asa. Pengajuan pindah divisi nggak bisa dilakukan dalam tempo singkat, harus ada rekomendasi dari atasan, itu berarti rekomendasi dari Chandra dan Jennie nggak yakin Chandra akan memberikan rekomendasi untuk pindah divisi. Rekomendasi naik jabatan hanya bisa dilakukan jika performa kerja bagus dan masuk dalam seleksi asessmen, hal itu akan terjadi dalam waktu enam bulan. Singkatnya, Jennie masih harus bertahan berdekatan dengan Chandra selama paling tidak enam bulan, dengan kenekatan Chandra di X2, Jennie merasa nggak mampu menahannya, apalagi tidak akan ada yang peecaya kalau Jennie mengatakan Chandra melecehkannya di X2. Jennie mengusak wajahnya, batinnya terasa sesak oleh beban. Bagi Jennie, Chandra adalah sosok kejam yang hanya akan menghancurkannya. Karena semua hal yang menekannya itu, Jennie perlu seseorang untuk membagi kegalauannya dan semalam, Beha adalah satu-satunya orang yang membuat dirinya nyaman. Dia masih ingat bagaimana Beha mencoba untuk menghiburnya meski pria itu tampak gugup dan bingung nggak tahu harus gimana. Jennie masih bisa mengingat bagaimana jemari Beha mengusap lembut rambutnya dan punggungnya, berusaha memberikan ketenangan pada dirinya yang berada dalam kegundahan. Jennie masih ingat wajah imut Beha yang menurut Sherly glowing kayak artis Korea, dan ya...Jennie akui bahwa kulit Beha termasuk jenis kulit yang bagus. Dengan perawatan minimalis, Beha memiliki kulit yang nampak sehat dan berwarna cerah. Jineen masih ingat wajah cantik Beha. Jennie aku bahwa dia, entah bagaimana, ngerasa nyaman saat dekat dengan Beha. Lalu tiba-tiba saja, Jennie masih ingat ciuman Beha dan tubuhnya mendadak meremang. Dia mengingat bagaimana dia mencium Beha terlebih dahulu dan lalu, Beha membalas ciumannya, sebelum akhirnya, dia jatuh tertidur. Wajah Jennie pias. Dia merutuki dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencium Beha? Apa yang ada di otaknya sampai melakukan hal itu, dan memperparah gosip yang sudah beredar. Hanya satu harapnya, apa yang terjadi semalam tetap rahasia, karena, jika tidak, entah bagaimana dia menghadapi hari-hari kedepan. Jennie mengacak rambutnya frustasi. Beban berat dan kegalauan permasalahannya, karena bertemu Chandra kini malah bertambah dengan kejadian semalam yang benar-benar gila. Jennie nggak tahu gimana harus menghadapi konsekuensinya jika ada yang tahu dan menyebarkan gosip ini, juga, dia nggak tahu gimana harus ngadepin Beha nanti di kantor. *** Sepanjang hari, Jennie meringkuk di tempat tidurnya, dia tidak berminat melakukan apapun, otaknya sudah terlalu penuh oleh permasalahan yang timbul. Jam menunjukkan pukul sebelas dan Jennie memang nggak berminat pergi ke kantor. Ponselnya dari tadi berbunyi, tapi diabaikannya. Nomer kantor dan beberapa kali nama Lisa tertampang di layar, disusul beberapa kali nomer Sherly dan Suzy. Mereka pasti nyariin karena dia nggak masuk kerja tanpa pemberitahuan, seperti kemarin. Tapi, kalau kemarin Chandra berhasil membuatnya datang ke kantor, kali ini Jennie bersikeras, apalagi, Chandra sudah melakukan perbuatan tidak menyenangkan padanya. Jennie menolak patuh pada Chandra. Jennie masih tidur-tiduran malas sambil merenung kejadian yang dilakukannya semalam bersama Beha saat ponselnya kembali berdering. Jennie awalnya akan mengabaikannya, tapi ternyata nama Chandra tertera di layar, membuat mata Jennie membulat karena kaget. Berani-beraninya Chandra menelponnya setelah melakukan tindakan tidak bermoral dan mengatakan kata-kata sampah. Jennie mengumpat-umpat. Jennie membiarkan ponselnya terus berdering, dia bersumpah tidak akan menanggapi Chandra. Nggak lama kemudian, nama Lisa tertera di layar dan Jennie akhirnya mengalah, mengangkat panggilan dari Lisa dengan enggan. "J! Lo kemana aja? Lo baik-baik aja kan?" tanya Lisa heboh saat Jennie mengangkat panggilannya. "Iya. Gue baik-baik aja kenapa sih?" "Ya ampun! Pak Chandra uring-uringan pas tahu lo nggak masuk. Kali ini lebih parah dari kemarin tahu! Staf AO banyak yang kena bentakan dari dia hari ini. Salah dikit langsung ngamuk dia. Bener-bener serem." "Seremnya kayak kingkong ngamuk?" "Eh, bercanda aja lo! Pokoknya serem banget. Dia teriak-teriak manggilin gue, nanya kenapa lo nggak masuk kerja?" Pas gue bilang nggak tahu, duh auto kena omel gue. Lagian, lo kenapa sih nggak masuk kerja? Nggak ada kabar sama sekali lagi. Gue kira, lo diculik kolong wewe abis dari X2." "Lo sebenernya kenapa?" "Gue lagi stres." "Stres kenapa? Soal gosip? Lo tenang aja, tar lagi, gue panggil Beha, dan gue bakalan skorsing dia sebulan, jadi dia ga bakalan macem-macem, dan kapok berusaha jebak-jebak lo." "Apa? Skorsing?" Jennie kaget mendengar ucapan Lisa. "Iya...biar dia nggak banyak tingkah, orang kaya dia perlu ditegasin! Jangan sampai dia macem-macem ye kan." "Tapi...kan belom tentu Beha yang nyebar rumor itu?" ucap Jennie merasa tidak enak karena seolah semua kesalahan ditimpakan pada Beha. "Kalau bukan dia siapa lagi? Nggak mungkin lo kan? Kemarin kan lo datang siang ke kantor pas gosip udah nyebar. Ya menurut gue pasti Beha yang ngegosip." "Tapi...bisa aja orang lain yang liat mungkin? Atau kita bisa telusuri dulu siapa yang pertama nyebar gosip itu." "Jennie...Jennie...ya lo kira gampang nyari kayak gitu? Udah paling bener ya si Beha itu pasti pelakunya." "Btw, lo hari ini nggak masuk kerja?" "Iya, gue nggak enak badan." "Kenapa nggak ngabarin? Telpon gue kan bisa. Lo udah ke dokter?" "Belom. Gue mau tidur aja palingan ntar sembuh abis tidur." "Ya udah nanti gue kesitu sama Pak Chandra." "Ehhh!! Nggak usah!! Gue bisa delivery order aja nanti!" Jennie segera menolak kehadiran Lisa bersama Chandra. Jennie nggak mau ketemu Chandra apalagi setelah kejadian semalam di X2. "Udah nggak apa-apa, sekalian nganter makan, lo belum makan kan?" "Nggak usah Lisa, thanks banget, gue bisa mesen delivery aja nanti." Jennie mengelak kedatangan Lisa. "Kenapa emang?" "Itu...eng...gue mau istirahat aja. Kalau lo datang ama Pak Chandra kan gue jadi sungka mau istirahat. Masa ada bos datang, gue malah tiduran." Jennie beralasan. "Iya juga sih...." "Ya udah kalau gitu gue kirim makanan aja. Lo mau makan apa?" "Apa aja Lis, makasih." "Oke sama-sama. Ntar pulang kantor, kita ke apartemen lo deh ya. Kayaknya, lo kecapean dan stres gara-gara rumor ga jelas ini deh." Lisa berasumsi. "Get well soon ya, Je. Kantor sepi nih ga ada lo. Mau salam ke Pak Chandra ga? Dia kayaknya kangen sama lo tuh hihihi," ucap Lisa disertai tawa kecil. Bagi semua orang yang melihat penampilan Chandra, lelaki itu emang sosok high quality yang didambakan, tapi tidak bagi Jennie. "Enggak, makasih." "Heran, padahal ganteng, kaya, atletis, kok bisa sih lo nggak geter sama sekali hatinya?" "Eh, Lis, gue pusing nih, pengen rebahan dulu, gue tutup telponnya deh ya." Jennie mengalihkan pembicaraan, lalu menutup panggilan telpon setelah Lisa mengatakan 'oke'. Jennie menghela nafas pelan. Apa Lisa akan tetap berbunga-bunga dan menganggap Chandra sosok idaman jika tahu apa yang dilakukan Chandra padanya di X2? Mungkin, Chandra akan tetap mendapatkan pembelaan, di negara ini, keadilan sosial bagi seluruh rakyat good looking masih berlaku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD