Setelah menempuh perjalanan berjam-jam lamanya mobil mewah itu akhirnya berhenti di garasi rumah besar itu. Hari pun sudah berganti malam Inges dan Raden tiba di istana megahnya, dilihatnya gadis itu masih tertidur pulas membuat Raden tak enak hati untuk membangunkannya. Jadilah dia menggendong tubuh mungil itu keluar dari dalam mobil dengan hati-hati agar tidak membangunkannya.
"Kenapa rasanya hangat dan nyaman ya?" gumam Inges yang masih terbawa arus tidur lelapnya dan mengira kalau dirinya masih berada dalam alam mimpi. Inges pun menggosok-gosokkan kepalanya di d**a bidang duda tampan itu.
"Enak ya digendong begini serasa kek jadi ratu, apa langsung aku bawa ke kamar saja ya biar lebih leluasa?" goda Raden.
Deg
"Kenapa suaranya nyata sih, kan cuma mimpi?" lirih Inges.
Raden hanya terkekeh mendengar ucapan gadis itu.
Inges mulai membuka matanya perlahan ternyata ia tidak sedang bermimpi. Seketika wajahnya terasa memanas, pipinya kini sudah semerah buah tomat. Untungnya pencahayaan di halaman ini tidak terlalu terang jadi wajah tomat Inges masih bisa di sembunyikan.
"Tolong turunkan saya tuan!" pintanya dengan suara pelan dan wajah yang masih tertunduk.
"Baiklah tapi hutangmu padaku menjadi bertambah sayang, karena kau sudah membuatku menggendong tubuh berat mu ini." Bisik Raden di telinga Inges lalu perlahan menurunkan tubuh gadis itu.
Sungguh di sini Inges benar-benar dirugikan dan dia sangat diuntungkan..
"Dasar kutub utara padahal lu sendiri yang mau menggendongku malah sekarang minta bayaran. Kamu yang untung dapat nyentuh aku seenaknya malah aku yang di suruh bayar. Dasar lemari es tua!" gerutu Inges dalam hati.
"Tapi tuan saya kan tidak pernah meminta tuan menggendong saya, kenapa saya harus bayar juga?" Inges mencoba untuk protes tapi sayang pernyataannya diabaikan begitu saja.
"Masuklah Malaika sudah menunggumu di dalam, besok pagi baru aku antar kau pulang. Aku sudah lelah malam ini! " ujar Raden mengacuhkan ucapannya.
Inges yang ada di hadapannya kini hanya bisa mengangguk tanpa suara dan menuruti perintah. Tetapi baru saja selangkah dirinya beranjak dari hadapan Raden langkahnya kembali tertahan karena tiba-tiba pergelangan tangannya ditarik sehingga membuat Inges masuk ke dalam pelukan pria itu.
"Terimakasih sudah hadir kembali walaupun dengan sosok yang berbeda!" ucap Raden dengan tulus disertai senyum sumringah di wajahnya tampannya.
"Cih, kau hanya berterimakasih pada wajah ini bukan pada ku." Inges hanya bisa membatin kembali dengan wajah kesalnya.
Secepat mungkin Inges meninggalkan Raden setelah pelukan itu dilepasnya, pergi tanpa mengucapakan satu kata pun. Sekilas ia menengok ke belakang dilihatnya Raden kini sedang sibuk berbicara dengan ponsel yang menempel di telinganya.
"Mama kecil sudah kembali." Pekik Malaika yang melihat Inges menutup pintu besar itu.
Malaika yang sedang menuruni tangga dengan pengasuhnya langsung berhamburan ke arah mama kecilnya itu dan Inges juga menyambutnya dengan tangan terbuka.
"Halo sayang mama sangat merindukan mu nak." Ucap Inges yang kini sudah sibuk menggendong Malaika.
"Baik mama, aku senang mama kembali lagi ke rumah!" jawab Malaika yang masih erat melingkarkan tangannya di leher Inges.
Tak nampak sedikit pun raut wajah terkejutnya. Karena Malaika sedari awal sudah tau wajah asli Inges yang sangat mirip dengan mendiang sang mama.
"Malaika bisa mengenali mama nak?" Tanya Inges ragu-ragu seraya menatap lekat sang malaikat kecilnya.
"Kenal dong sangat kenal malah. Mama kecil adalah gadis bernama Inges yang selalu setia menjagaku setiap hari dan membawaku ke kampusnya," tutur anak pintar itu.
Inges hanya bisa mengangkat kedua alisnya sambil terus menatap bingung kenapa anak kecil itu tetap bisa mengenali dirinya bahkan tidak terkejut sama sekali dengan penampilannya kini. Karena sama sekali Inges tidak pernah menampakkan wajah aslinya di hadapan Malaika.
"Sejak pertama kita bertemu Lika sudah tau kalau mama kecil mirip dengan mama yang sudah ada di surga. Makanya Lika langsung panggil dengan sebutan mama kecil waktu itu." Lanjutnya lagi.
"Tapi bagaimana bisa?" tanya Inges yang masih memasang tampang heran dan tak percayanya. Ternyata ia tidak berhasil menutup wajahnya di hadapan gadis kecil satu ini.
"Bisa dong karena Malaika anak yang cerdas. Liat senyuman dan sepasang mata ini saja Malaika sudah tau kalau itu mama." Malaika membentuk senyuman di bibir Inges dengan menarik ujung bibir Inges dengan kedua telunjuknya.
"Wah benarkah, kamu sungguh luar biasa sayang." Puji Inges sekali lagi, lalu mengusap lembut kepala anak itu dan mencium gemas pipi tembam nya.
"Nona mari makan dulu, hidangan sudah siap!" ajak bu Ani yang datang dari arah dapur.
Inges mengangguk dan menurunkan Malaika dari gendongannya lalu menuntunnya ikut bersama ke dapur. Inges sedari tadi memang belum makan lagi kecuali sarapannya di rumah sakit pagi tadi. Di perjalanan ia hanya tertidur pulas jadi tidak sempat makan. Raden juga sama ia belum makan sama sekali.
"Silahkan tuan makanannya sudah siap." Ucap bu Ani lagi ketika melihat tuannya sudah berdiri di ujung meja makan dan seketika membuat Inges menoleh ke arahnya.
"Pantas saja hidangannya jadi sebanyak ini, ternyata si kutub juga ikutan makan." Batin Inges yang sedari tadi heran melihat hidangan di meja makan yang lumayan banyak karena Inges mikirnya hanya ia sendiri yang makan. Sementara Malaika jadi penontonnya.
Raden duduk di samping Inges, bu Ani kini tengah sibuk mengambilkan makanan untuk tuannya. Setelah selesai bu Ani meninggalkan meja makan itu. Inges dan Raden menyantap makanan mereka dalam diam. Hanya terdengar suara dentingan sendok dan garpu serta piring yang beradu.
*****
"Bu An apa perintah saya sudah dilakukan?" pinta Raden setelah menyelesaikan makan malamnya.
"Sudah tuan." Ucap bu Ani yang kini masih sibuk membereskan hidangan di meja makan serta piring kotor di sana.
Raden sebelumnya memerintahkan bu Ani untuk merapikan kamarnya.
"Mama kecil harus tidur di kamar Aika!" Rengek gadis kecil itu, Inges sedari tadi hanya menjadi pendengar yang baik menyimak pembicaraan orang tua dan anaknya.
"Baiklah kalian bisa sekamar malam ini!" Raden tidak bisa menolak permintaan anak semata wayangnya.
"Wah wah maksud si beruang kutub ini apa sekarang, ucapannya seolah-olah aku akan terjebak bersamanya di rumah ini." Inges membatin.
"Baik papa, terimakasih papa beruang!" ucap Malaika seraya berhamburan ke kursi tempat papanya duduk.
Raden mengangkat anak perempuannya itu lalu meletakkannya di atas pangkuannya dengan posisi tubuh Malaika di arahkan menghadapnya jadilah Malaika langsung merangkul leher papanya lalu mendaratkan sebuah kecupan di pipi kanan mulus Raden.
So sweet sekali papa dan anak ini. Batin Inges
"Bu An tolong antar kan Malaika ke kamarnya ya!" pinta Raden kembali sembari menurunkan Malaika.
Bu Ani langsung mengambil alih perannya, dengan cekatan dia menggendong Malaika ke atas tubuhnya dan membawa anak itu pergi meninggalkan ruangan itu.
"Sekarang giliran kamu ikut aku!" titah Raden kini pada gadis bertubuh mungil itu.
Mau tidak mau Inges hanya bisa menuruti perkataan tuannya. Untuk beberapa saat dia menunggu raden beranjak dari tempat duduknya. Raden masih sibuk dengan ponselnya setelah 10 menit berlalu Raden pun beranjak dari kursinya di ikuti Inges yang mengekor di belakang. Mereka berjalan menuju lantai dua rumah mewah itu. Bu Ani sudah terlihat berada di ujung tangga atas dan menghilang di balik pintu kamar Malaika.
Langkah inges terhenti ketika tuannya sudah terlebih dulu masuk ke dalam ruangan itu. Raden ternyata mengajak Inges masuk ke dalam kamarnya.
"Kenapa kamu masih berdiri di sana. Aku bukan menyuruh mu untuk menjaga pintu!" ucap Raden lembut.
"Sungguh aku lebih suka dia menjadi kutub utara dari pada dirinya yang sekarang. Sangat menakutkan!" gumam Inges dalam hati.
"Ah ya aku masuk sekarang!" Inges melangkah masuk dengan was-was dan penuh waspada.
Jangan-jangan aku mau diperkosa lagi di sini? Pikir Inges.
"Singkirkan pikiran kotor mu itu. Aku masih waras untuk berfikir meniduri mu!" Raden dengan nada sinis nya melihat raut wajah Inges yang nampak cemas dengan pikiran tersembunyi nya.
"Syukurlah." Gumamnya pelan.
"Apa kamu bilang?" kini suara Raden sedikit meninggi.
"Tidak tuan aku tidak bilang apa-apa!" ucap Inges yang kini sudah berada di di hadapan tuannya dengan jarak begitu dekat.
Ini orang tau saja apa yang aku pikirkan. Gumam Inges dalam hati dengan wajah tertunduk ia tidak ingin tuannya itu membaca pikirannya lagi.
"Mulai sekarang dan seterusnya kamu akan tinggal di rumah ini dan tidur di kamar ini!" Raden mulai menjelaskan dengan menekan setiap kata yang dia ucapkan.
Dalam Sekejap Inges langsung menaikkan wajahnya menatap tuannya itu dengan tak percaya.
"Tapi tuan... "
"Tidak ada tapi-tapian. Kamu tidur di sini dan aku akan tidur di sana!" lanjut Raden sambil menunjuk ke arah sebuah pintu yang ada di sebelah nakas.
Ruangan itu adalah ruang kerja Raden sekaligus kamar cadangannya kalau ia sedang dalam suasana hati yang buruk.
Inges hanya bisa pasrah kini, ia akan tinggal bersama pria kutub utara ini.
"Untuk malam ini kamu bisa tidur bersama Malaika di kamarnya, dan selanjutnya di sini lah tempat mu, segala keperluan kamu ada di lemari sebelah sana. Kalau kamu khawatir aku akan bertindak macam-macam silahkan kunci pintunya!" tutur Raden lagi seraya menunjuk ke arah pintu walk in closet.
Jelas lah aku sangat sangat khawatir, dasar kutub menyebalkan. Batin Inges.
Raden pun melangkah ke ruang kerjanya meninggalkan gadis kecil itu di kamarnya. Entah apa maksud dan tujuan lelaki itu meminta gadis itu tinggal di sana. Ketika hendak menutup pintu ia kembali berpesan pada Inges dengan senyum indahnya.
"Ingat aku sudah mengeluarkan banyak uang untuk menyelamatkan tubuh dan nyawa mu itu. Jadi lakukan apa pun yang aku perintahkan!" Raden mengingatkan dan menghilang di balik pintu.
Gadis itu hanya bisa terduduk lemas di tepi ranjang menatap lantai tempat kini kakinya berpijak.
"Kenapa hidup ku jadi kacau begini sih sampai kapan aku akan terjebak di sini bersama si kutub itu!" gerutu Inges seraya mengacak rambutnya sendiri.