Ayah Kembali
Tok tok tok
Suara ketukan pintu terdengar keras dari luar sana. Inges yang sedari tadi bersantai di kamarnya bergegas keluar untuk melihat siapa tamu yang tidak tau sopan santun menggedor pintu dengan kasar hanya untuk bertamu malam-malam begini.
"Nak perbaiki wajahmu!" pinta sang ibu yang baru saja keluar dari dapur setelah melihat wajah anak gadis nya yang tak seperti biasa.
"Hehe maaf bu inges lupa, tapi bahasanya ibu itu lho dahsyat sekali!" seru Inges yang masuk kembali ke kamarnya.
Suara ketukan pintu masih terdengar nyaring dari luar sana. Asih dengan langkah hati-hati menghampiri pintu rumahnya sambil mengingat apakah ia ada janji dengan seseorang di malam ini.
Siapa yang bertamu jam segini, teman inges tidak mungkin mereka baru saja pulang sore tadi. Rentenir juga mustahil lah aku tidak pernah berhutang pada lintah darat manapun. Apa jangan-jangan perampok atau pemuda yang sedang mabuk? Ah tapi itu juga mustahil ini baru pukul 9 malam dan di luar sana juga masih ramai orang, batinnya dengan ragu ia mengintai dari balik gorden jendela yang ada tepat di samping pintu tersebut. Terlihat sosok seseorang yang sangat ia kenal berdiri di sana dengan tatapan tajam dan raut wajah yang tidak bisa di gambarkan terus menggedor pintu rumahnya. Asih masih mematung di jendela.
"Ibu ngapain berdiri di situ, bukannya buka pintu malah berdiri di sana?" tegur anak gadisnya yang baru kembali dari kamarnya membuat Asih tersadar dari lamunannya.
"Eh Inges." Hanya itu yang terlontar dari bibir ibunya dengan nada suara rendah dan bergetar. Raut wajahnya nampak khawatir dan ketakutan yang tidak bisa Asih sembunyikan lalu menghampiri sang anak.
"Memangnya siapa di luar bu, sampai ibu ketakutan dan gemetar seperti ini? " tanya Inges penasaran dengan apa yang sudah di lihat ibunya di luar sana.
"Sayang yang di luar sana adalah bapak mu." Ucap bu Asih seraya memandang lekat wajah anaknya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Apa, bapak?" Inges memberikan tatapan heran karena selama ini gadis itu menganggap bapak nya sudah lama mati.
"Buat Inges dia sudah mati bu. Ya sudah ayok kita tidur dan tidak perlu repot-repot membukakan orang gila itu pintu. Nanti juga dia pergi sendiri." Lanjutnya lagi.
"Kamu tidak boleh bicara seperti itu nak. Walau bagaimanapun dia tetap bapak kandung mu. Ibu tidak mau kamu menjadi anak durhaka." Tegas Asih yang tak terima dengan ucapan anaknya.
Inges yang mendengar ucapan ibunya langsung memutar kedua bola matanya dan menghela nafas kasar.
"Huh iya bu. Lantas sekarang kita harus bagaimana. Menerima dia sebagai tamu tak di undang? Lagian buat apa sih kita harus menghormatinya bu. Dia sudah menghilang belasan tahun lalu dan sekarang tiba-tiba muncul seperti jelangkung!" Inges mulai geram.
"Inges sekali lagi ibu tegaskan jaga bicaramu nak. Tetaplah jaga sopan santun mu!" bentak sang ibu.
"Ya sudah kalau begitu ibu saja yang meladeninya. Inge masuk ke dalam saja." Pamitnya dengan kesal dan melangkah kembali memasuki kamar.
Melihat sikap anaknya Asih juga tidak bisa berkata apa-apa. Dia kembali lagi mematung di ruangan tengah itu sambil memikirkan apa yang harus ia lakukan. Sayup-sayup terdengar suara orang berbicara dengan kasar dari luar sana.
"Heh bocah kemana penghuni rumah ini?" tanya pria dengan suara serak dan terdengar kasar di luar sana.
"Em anu saya tidak tau pak," jawab suara yang lain lagi dengan nada ketakutan yang diikuti dengan derap suara langkah yang cepat. Sepertinya anak yang ditanya tadi lari karena takut.
"Sialan kemana kamu Asih. Awas saja aku tidak akan melepaskan mu!" kembali lagi terdengar suara kasar di luar sana dengan langkah cepat pergi dari rumah itu.
Asih akhirnya bisa bernafas lega lelaki yang ia kenali sebagai suaminya itu akhirnya pergi meninggalkan rumahnya dengan amarah karena tidak berhasil membuat tuan rumah keluar menemuinya.
****
Ceklek
Pintu kamar terbuka membuat Inges sedikit terkejut melihat ibunya yang tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu.
"Ah ibu kirain siapa." Jawabnya dan menoleh ke arah sang ibu yang kini menghampirinya dan duduk di tepi ranjang tempat tidurnya.
Inges yang tadinya sedang bersandar di tembok tempat kasurnya berada karena fokus dengan ponsel yang ia pegang, membaca chat di group WA kelasnya langsung menghentikan kesibukannya dan mendekati sang ibu.
"Mulai sekarang kamu harus ekstra hati-hati nak. Sedikit saja kamu lengah akan sia-sia waktu 19 tahun yang kita sembunyikan!" Asih mulai memperingati.
Inges menghela nafasnya dengan berat.
"Berarti sekarang aku harus 24 jam berada di balik riasan ini." ucapnya mempertegas pernyataan ibunya tadi. Ibunya hanya mengangguk-anggukan kepala.
"Ibu khawatir kalau ayahmu akan mengetahui wajah asli mu dan itu akan menghancurkan kehidupan kamu. Kapan saja ia bisa menjual mu pada laki-laki tua bangka itu."
"Hidup kita sudah tenang dalam 19 tahun terkahir meskipun kita selalu berpindah dari kota A ke kota B. Tapi mengapa harus sekarang ayah menemukan kita di saat hidup kita sudah sangat baik seperti ini!" gadis itu kecewa, dengan berat Inges terpaksa memanggil lelaki itu dengan sebutan AYAH. Ia tidak ingin mendengar celotehan ibunya yang tidak terima dengan sikapnya terhadap laki-laki tidak tahu diri itu.
"Ini lah hidup nak, tidak ada yang bisa menebak apa yang akan terjadi di masa mendatang. Semuanya tersimpan dengan sangat rahasia. Sejauh apapun kita melangkah menghindari ayahmu suatu saat kita pasti akan kembali lagi ke titik yang sama. Mau tidak mau kita harus menyelesaikan masalah ini sendiri. Kita hadapi sama-sama" ucap sang ibu dengan suara lirih sepertinya sekarang Asih sudah mulai berkaca-kaca.
"Selama ada aku di sini tidak akan ada yang bisa menyakiti kita bu. Mau itu ayah sekali pun tidak akan pernah bisa menghancurkan benteng pertahanan kita. Ibu jangan khawatir aku sudah cukup memiliki pengetahuan sejauh ini bu!" timpal Inges dengan sangat percaya diri seraya mengangkat kepalan tangannya sudah seperti para pemuda di jaman dahulu yang menyuarakan sumpah pemuda.
"Halah kamu bocah, pengalaman hidupmu masih seperti jagung yang baru bertunas. Jangan sampai lupa diri dan meremehkan lawan mu. Sudah lah nak, oh ya kurangilah sedikit pekerjaan sampingan kamu itu agar kuliah mu juga tidak terbengkalai. Ibu masih bisa menghidupi kamu dengan gajinya ibu!" pinta Asih yang sedikit memberi penekanan pada kata-kata terakhirnya.
Anak gadisnya itu hanya memberikan senyum penuh makna sambil menaik turunkan kedua alisnya. Asih langsung mencubit pinggang anak gadisnya itu, ia tau sang anak sedang menggodanya sekaligus memohon agar semua aktifitas yang Inges jalani tidak ada yang perlu dikorbankan.
"Aw sakit bu. Baiklah akan Inge kurangi bu. Tapi bolehkah Inge tetap bekerja di rumah tuan Raden saja bu.?" pintanya kembali seraya memperlihatkan wajah memohon nya dengan harapan sang ibu menyetujui permintaannya yang satu itu.
Asih pun menganggukkan kepalanya tanda setuju.
Malam pun terlewati dengan tenang kembali setelah ada insiden tamu tak di undangnya hendak ingin mengacaukan ketenangan rumahnya malam itu.