BAB 5: PELINDUNG RAHASIA

1361 Words
Diana terkekeh saat mendengar ucapan Andra. Karena merasa mendapat respon yang tak biasa, Andra menarik dirinya, menatap Diana yang masih tertawa pelan. Ingatkan Andra agar lain kali tak membuat Diana tersenyum seperti itu jika ia tak mau ikut tersipu. ‘Oh God, I got butterflies!’ “Apa ada yang lucu?” “Maaf.” Andra mengerutkan keningnya, tak paham mengapa Diana justru meminta maaf. “Aku hanya heran dengan pertanyaan Abang. Bukankah biasanya pria akan langsung beraksi tanpa meminta?” “Memangnya sudah berapa kali kamu menikah?” Diana terbelalak. “Kamu mengatakan hal tadi seolah kamu sudah menjalani beberapa pernikahan, istriku.” “Maksudku bukan begitu.” “Sudahlah, lupakan saja.” “Abang,” lirih Diana. Andra diam saja, hanya memandang istrinya. “Aku ga keberatan. Sungguh. Aku sadar biar bagaimanapun aku adalah istri Abang.” “Hmm.” “Lagipula, aku harus berterima kasih karena Abang sudah menutupi hubungan kita. Tapi, untuk selanjutnya, tolong biarkan aku mengatasi masalah ini sendirian. Aku ingin mengambil kembali apa yang dulu menjadi milikku dengan tanganku ini.” Andra tak lagi mendebat. Jauh di lubuk hatinya ia kagum dengan perempuan di sampingnya ini. Yang kerap ia temui adalah perempuan-perempuan yang justru memanfaatkan posisinya untuk keuntungan mereka sendiri. Namun tidak dengan Diana, padahal keadaan perempuan itu tak bisa dikatakan baik-baik saja. Ia, tengah hancur, dan masih berusaha untuk memunguti kepingan dirinya tanpa mau Andra bantu. Tak tahan dengan kebekuan yang tiba-tiba saja terjadi di antara keduanya, Diana mengambil ponsel dari tas tangannya. Ia memanggil nomor Bayu. “Bay?” “Hmm.” “Dimana?” “Masih di Rumah Sakit.” “Apa yang lo dapat?” “Gue ga bisa ngintilin mereka, Di. IGD rame banget.” “I see.” “Tapi....” “Apa?” “Gue dapat copy diagnosanya. Beneran lho dia hamil. Dih gila banget tuh orang. Bukannya dia mau ikut Top Model Asia?” “Mungkin supaya nama Astrid naik aja. Yang penting lolos seleksi, sempat di elu-elukan mewakili Indonesia. Masalah dia sampai atau ngga ke grand final kan bukan itu tujuannya. Biar dia booming aja.” “Iya juga sih. Sekarang gue nagih janji lo. Darimana lo tau kalau Astrid hamil?” “Lo ingat waktu gue bikin muffin minggu lalu?” “Hmm.” “Abis nganter kue buat Agung, gue ke kamar mandi. Keram. And then, Astrid masuk. Dia lagi telponan deh kayaknya. Yang kayak lo bilang tadi, Bay. Dia bingung karena dia bakalan ikutan seleksi Top Model Asia. Ya setelahnya, dia ceritalah. Astrid ga bilang sih siapa cowoknya, dia cuma bilang kalau empat tahun terakhir dia cuma pacaran sama satu cowok.” “Empat tahun Di?” “Hmm.” “Terus?” “Semalam gue dapat kiriman Mochi. Angela baru balik dari Tokyo. Agung kan suka banget. Gue ke unitnya, cuma buat ngasih mochi itu. Astrid juga pas ke sana, di depan pintu ciuman sama Agung, dan dibawa Agung masuk ke unit. So, satu-satunya cowoknya Astrid, itu pasti Agung kan Bay?” “Oh My God, babe....” “Hmm. Segitu bodohnya gue.” Jeda. Tak ada yang bicara. “By the way, darimana lo dapat diagnosa itu?” “Gue bilang gue asistennya. Gue harus nyiapin laporan ke kantor. Minta copy diagnosa.” “Segampang itu?” “Entahlah. Karena udah rekanan sama Selekta kali.” “Ya udah, lo simpan aja dulu Bay. Itu bukan untuk sekarang.” “Kartu As?” “Hmm. Semoga.” “Kok semoga? Anyway, lo udah buka sosmed?” “Belum. Kenapa?” “Lo jadi artis, Di! Video lo rame. Gara-gara si Mba yang ngatain lo picik dan pencuri.” "Bu Emma?” “Iya, dia tuh mantan kepala editor majalah Fashion and Brain bukan?” “Iya.” “Lo buka gih sosmed lo. Udah nyebar banget lho di dunia hiburan. Tajuknya Gadis Bertato Bulan. Kok lo bisa nekat gitu, Di? Rencana lo apa sebenernya? Lo beneran mau comeback?” “Bay?” “Apa?” “Apa lo yakin bakalan stay di sisi gue?” “Kok lo nanya gitu sih Di?” Diana terdiam sesaat. Ia akan membuat Bayu banyak mendapatkan kesulitan jika bersamanya. “Diana?” “Gue takut lo akan kehilangan banyak hal, Bay.” “Kayak apa? Pekerjaan gue di Selekta? Gue cuma kacung di sana, Di. Cuma dijadiin alat buat beliin somay! Lo pikir gue akan tetap dipertahankan kalau bukan karena lo? Dan lo berharap gue bertekuk lutut di depan dua sejoli durjana itu?” Diana terkekeh pelan. “Dangdut banget sih pemilihan kata lo.” “Clear ya? Jangan lagi lo duga-duga gue bakal ninggalin lo.” “Hmm. Bay?” “Apa lagi?” “Lo siap nge-release beberapa hal yang tadi gue minta untuk lo siapin?” “Siap banget! Mau kapan nih ditayangin?” “Malam ini?” “Siap! Harusnya dari dulu kita release. Lo bego sih jadi cewek! Sumpah Di, lo bego pake banget!” Diana terkekeh mendengar makian Bayu. “Hati-hati ya Bay. Kita berurusan dengan salah satu orang berpengaruh di Selekta.” “Don’t worry. Bahkan ngelawan CEOnya juga gue ga takut!” “See you tomorrow then.” “Hmm. Bye, Di.” Setelah pembicaraan dengan Bayu selesai, Diana tiba-tiba saja merasa gugup. Andra pasti mendengar semuanya bukan? Bukankah terdengar jika ia begitu dendam? “Abang... maaf.” “Aku paham, istriku.” “Apa?” Andra kembali menatap Diana. Ya, ia mendengar pembicaraan Diana dan Bayu. Dan ia paham hubungan Diana, Agung, dan seorang model yang tengah hamil bernama Astrid itu. Mungkin bukan kaki si perempuan kedua yang terkilir seperti yang Diana ungkap menjelang pernikahan mereka pagi tadi, adalah ‘tongkat’ tunangannya yang terkilir hingga menghadirkan nyawa lain di dalam tubuh Astrid. “Tidak perlu kamu jelaskan lebih rinci. Aku tidak sebodoh itu untuk tak bisa memahami percakapan kalian tadi.” Diana hanya tersenyum kaku. “Kenapa kamu ga sungkan membicarakan hal ini di depanku?” “Karena Abang suamiku. Kupikir, aku ga akan sanggup jika harus menceritakan semuanya. Belum tentu juga Abang mau mendengar. Jadi, kalau sedikit demi sedikit aku terbuka, mungkin Abang tidak akan salah paham padaku.” Andra menegakkan punggungnya, mencengkram lembut kedua lengan Diana, menatap tajam. “Kalau aku jadi kamu, aku akan bermain kasar!” “Seperti membocorkan kehamilan Astrid dan siapa Ayah janin itu ke publik?” “Memang apa salahnya?” “Berita itu akan hilang secepat ia muncul, Bang. Gosip panas selalu seperti itu kan? Digoreng sampai ngebul lalu tiba-tiba anyep.” Andra terkekeh, namun tak menanggapi. Kedua matanya masih lekat menatap iris madu Diana. “Aku ga mau mereka terbebas semudah itu. Aku hidup di dunia ini sendiri. Ga ada yang bisa aku andalkan. Aku meraih semuanya dengan keringatku. Mereka harus merasakan apa yang aku rasakan. Mereka harus kehilangan sedikit demi sedikit hingga akhirnya tak ada yang tersisa. Karena itu yang sudah mereka lakukan padaku.” ‘Aku mungkin bukan pria polos yang baru mengenal wanita. Tapi aku juga bukan laki-laki yang tak menghormati kesucian pernikahan. Mungkin kita butuh waktu untuk bisa saling mencintai. Tapi kamu istriku. Aku akan menjagamu meski kamu ga meminta. Dan selamanya akan seperti itu.’ “Apa kamu tau apa yang kurang dari pernikahan kita?” tanya Andra kemudian. Saat mendengar pertanyaan itu, spontan Diana melirik jemarinya. Tak ada cincin pernikahan di sana. Gegas ia merogoh dompetnya, mengambil cincin yang sempat Andra sematkan saat akad nikah, memasang cincin itu di jari manisnya. Dan semua gerak gerik Diana diperhatikan seksama oleh Andra. “Apa? Kecuali resepsi dan gaun yang aku pakai ini adalah sewaan, semuanya sempurna,” ujar Diana. Lagi-lagi tersenym manis. “Kita belum berciuman, istriku.” Diana tiba-tiba saja merasa gugup. Bahkan Andra bisa melihat semburat merah di wajah istrinya. “Apa kamu mau menolakku?” tanya Andra lagi. Diana menggeleng, namun ia melirik ke Seto yang berada di balik kemudi. “Aku bisa memecatnya jika dia ikut campur,” ujar Andra. Seto menahan kekehannya. “Abang....” “Jadi, kamu mau menolakku?” Diana kembali menggeleng. Respon yang membuat Andra mengikis jarak wajah mereka, memberikan ciuman pertama nan manis dan hangat pada sang istri. “Ingat ini! Aku... suamimu! Pelindungmu!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD