alvin pov
aku datang lebih dulu, setelah menentukan tempat duduk, kubuka kembali aplikasi pesan berwarna hijau, aku mengirimkan pesan kepada riri, aku nggak mau dia terlambat sehingga menunggu nya terlalu lama.
setelah lima belas menit menunggu, kulihat gadis itu datang, aku memang sudah mengikutinya belakangan ini, lebih tepatnya bukan aku sendiri, tapi orang suruhanku yang melakukanya .
kulihat dia gugup, jangan tanyakan bagaimana perasaanku, tentu saja aku juga gugup deg degan mati gaya, terlebih memang aku bukan lah lelaki yang suka tebar pesona pada setiap wanita. atau bukan pria yang suka basa basi kepada orang baru.
untuk menutupi kegelisahanku, ku pandangi terus menerus layar hp ku, bukan aku sibuk tapi aku menyibukkan diriku sendiri.
gadis ini terlihat memperhatikanku semenjak kedatanganya tadi, dia cukup cakap dan lebih bisa menguasai kegugupannya daripada aku.
saat ini dia sedang memesan minuman, mungkin karena aku tak kunjung menawarinya. pun juga tak mengajaknya bicara barang sepatah kata pun, aku akui memang aku ini sedikit egois, tapi aku memang orang yang tidak bisa memulai percakapan. terlebih ini pertemuan kali pertama kami. dan dia seorang perempuan. perempuan didepanku itu kemungkinan yang akan menjadi istriku dikemudian hari .
setelah minuman pesanan kami datang. dan sedari tadi diantara kami saling diam aku memberanikan diri mengawali kata.
aku tak ingin berlama lama menggantungkan nasib ana, pacarku. aku harus segera memilih, jika calon istri yang dijodohkan denganku ini memang lebih baik bagi ku dan keluaragaku aku rela melepas ana .
" kamu " aku menggantung ucapanku kutatap iris matanya, sepanjang penglihatan ku selama ini memang dia wanita baik baik, dan juga menarik.
" a apa kamu menyetujui perjodohan ini" tanyaku lagi
dia tampak gugup, sudah bisa kupastikan kami berdua memang terlalu terkejut dengan semua ini, terlebih riri dia pasti baru mengetahui semua ini. aku tau dari ayah riri. jika aku yang sudah sebulan lalu mengetahui ini aja masih gugup apa lagi dia.
" aaa akuu "