2. Pasangan Tidak Tahu Malu

1135 Words
"Kamu datang atau tidak?" "Kenapa aku harus datang? Tidak mau!" tolak Sherly mentah-mentah. Hanna menghembus nafas. "Benar tidak mau datang? Teman-teman kita pasti ingin bertemu dengan kamu dalam acara itu. Jika kamu tidak datang, mereka akan berpikir kamu tidak berani datang karena belum bisa move on dari Danuarta. Kamu mau mereka berpikir seperti itu?" Awalnya Sherly masih tidak bersedia untuk datang. Namun mendengar nasehat dari Hanna membuat Sherly harus memikirkannya kembali. "Mereka tidak boleh berpikir seperti itu. Aku akan datang!" Perlahan sudut bibir Hanna terangkat. "Bagus! Itu baru Sherly yang aku kenal." Sherly menggeser mangkok mie pedas yang baru saja diantar oleh pelayan. Mulai memakannya dengan lahap, begitu pula dengan Hanna. ___ Enam hari kemudian. Minggu malam. "Ke mana anak ini. Kenapa belum juga terlihat batang hidungnya." Sherly sudah berada di depan gedung tempat acara pertunangan. Kepalanya terus menoleh ke kanan dan kiri mencari Hanna yang belum juga datang. Padahal mereka berjanji untuk bertemu di titik temu jam tujuh malam. Tetapi sampai mendekati pukul setengah delapan Hanna masih tidak memberi kabar. Drt... Pada saat itu satu panggilan telepon masuk ke ponsel Sherly. "Hanna!" "Halo, kamu di mana?" tanya Sherly begitu mengangkat sambungan telepon. Cukup lama tidak terdengar balasan darinya. Sherly merasakan firasat yang kurang mengenakan. "Kamu di mana?" tanyanya lagi. "Ehe-he ... Maaf!" Kening Sherly mengetut mendengar kata maaf itu. "Maaf Sherly, tapi sepertinya aku tidak bisa datang. Ayahku tiba-tiba sakit, aku harus menemaninya di rumah sakit karena ibuku masih di luar kota." "..." Benar saja. Sherly merasakan firasat buruk sejak menerima panggilan telepon dari Hanna. "Kenapa kamu tidak memberitahuku lebih awal? Sia-sia aku datang ke sini jika kamu tidak ikut." "Eh eh! Kamu mau ke mana?" Hanna memanggil. Sherly memindahkan ponselnya ke tangan kiri. "Tidak ada kamu, kenapa aku harus masuk? Tentu saja pulang ke apartemen." "Lha, kenapa begitu? Kamu harus tetap ke sana. Jika tidak, ...." Sebelum Hanna menyelesaikan kalimatnya Sherly segera memotongnya. "Aku tidak peduli. Aku akan pulang." "Sherly ...." Tutt... Sambungan telepon mati. Sherly sengaja mengakhirinya karena tidak mau mendengar suara Hanna. Sudah cukup sabar dirinya tidak marah karena Hanna tidak memberitahunya lebih awal jika tidak bisa datang. Tetapi Hanna sekarang bahkan masih meminta dirinya masuk ke dalam? Untuk apa? Sherly tidak lagi memiliki minat. Saat Sherly berniat pergi dari halaman hotel, seorang wanita mengenakan gaun serba putih berjalan keluar dari pintu hotel. "Sherly!" panggilnya. Seketika Sherly menahan langkahnya dan berbalik ke suara yang memanggilnya. "Amanda!" "Sherly, aku tak berpikir kamu akan datang." Dengan senyum yang terlihat begitu tulus wanita itu mencoba meraih tangan Sherly. Namun Sherly segera menghindarinya. "Selamat atas pertunangannya." Amanda masih memasang senyum di wajahnya. "Saat teman-teman berkata melihatmu di luar aku sempat tidak mempercayainya. Siapa yang mengira jika itu benar-benar kamu." "Ayo, tunggu apalagi? Danu ada di dalam, kamu ingin bertemu dengannya, kan? Selain itu pestanya juga akan dimulai." Amanda mengajak Sherly masuk. Wanita ini benar-benar tidak tahu malu. Satu tahun lalu kepergok selingkuh di sebuah pusat perbelanjaan dengan Danuarta, satu tahun kemudian tanpa rasa sungkan memamerkan Danuarta di hadapannya? Meskipun Sherly sudah tidak memiliki perasaan sedikitpun untuk Danuarta, tetapi dia tidak bisa menyembunyikan rasa kesalnya melihat sikap Amanda. Walau bagaimanapun mereka adalah teman satu jurusan di kelas yang sama pula. Apa harus bersikap seperti ini? "Ayo, Sherly!" Amanda mengulurkan tangannya saat melihat Sherly hanya diam. Niat pulang ke apartemen pun tak jadi dilakukan Sherly karena situasi sudah seperti ini. "Kamu duluan saja, aku bisa jalan sendiri." Sudut bibir Amanda sedikit terangkat. Dia menarik kembali tangannya yang menggantung tak direspon oleh Sherly, kemudian masuk dengan sedikit mengangkat gaun putihnya. Sherly mengikuti Amanda masuk ke dalam ruang pesta. Ballroom luas yang didekor sedemikian rupa hingga terlihat sangat mewah dan elegan. "Teman-teman, lihat siapa yang datang!" Suara Amanda cukup lantang sehingga dapat didengar oleh semua tamu yang datang. Lampu pun sengaja agak diredupkan, hanya tersisa satu sorot lampu yang tertuju pada Sherly. "Sherly!" "Wah ... Sherly! Aku pikir kamu tidak akan datang." Memang Sherly cukup populer dalam angkatannya. Hal itu tak lepas dari hubungannya saat itu dengan Danuarta yang dinobatkan sebagai pasangan kampus tahunan. Banyak teman berpikir jika mereka akan berakhir sampai ke pelaminan. Namun, entah kenapa hubungan mereka tiba-tiba putus di tengah jalan. Tidak ada yang tahu kecuali Sherly, Danuarta, Amanda dan beberapa orang lainnya. Amanda berpura-pura tidak tahu masalah ini. Dia sekarang bersikap seperti wanita bersih yang suci. Kendati demikian Sherly tidak begitu peduli. Sherly datang ke pesta ini agar tidak ada satupun orang yang mengira dirinya masih mengharapkan pria b******n seperti Danuarta. "Oh itu dia!" Amanda menunjuk Danuarta. "Sherly, tunggu di sini, aku akan memanggilnya." Sherly hanya berkata "Oh" dengan acuh tak acuh. Amanda berbalik lalu berjalan sambil tersenyum miring. "Kamu bisa terus berpura-pura tegar. Tapi mari lihat, sampai kapan kamu akan mampu bertahan!" batinnya. Tak lama Amanda kembali dengan menggandeng tangan Danuarta. Berjalan di bawah sorot lampu, membuat penampilan mereka seperti romeo dan juliet. "Lama tidak bertemu." Danuarta mengulurkan tangan berharap Sherly akan membalasnya. Sayangnya uluran tangan itu hanya diabaikan oleh Sherly. "Baik. Lebih baik setelah putus dari kamu." Tampak bibir Danuarta berkedut tidak senang begitu mendengar kalimat Sherly. Namun di hadapan banyak tamu yang sedang memperhatikan, dia harus tetap menjaga image-nya. "Kamu datang ke sini sendiri?" tanya Danuarta. Dia sengaja mengeraskan suaranya agar semua tamu di ruangan ini dapat mendengarnya. Sekarang, semua mata tertuju kepada Sherly. Mereka memastikan jika Sherly memang datang seorang diri. Ini tidak cukup baik bagi Sherly. Tidak ada jawaban yang dapat dikeluarkan olehnya. Amanda berdehem. "..." Dia menggeser posisinya ke samping Sherly. "Bukan masalah datang sendiri ke sebuah pesta. Karena terkadang memang, membutuhkan waktu yang lama untuk membuka hati bagi orang lain setelah putus dengan pasangan mereka." Kalimat ini terdengar seperti membela Sherly. Namun sebenarnya, Amanda mendorong opini tamu-tamu yang datang jika Sherly belum bisa move-on dari Danuarta. Sherly tahu betul maksudnya. Dia segera menepis tangan Amanda yang baru saja meraihnya, lalu berkata, "Aku tidak datang sendiri." Pernyataan Sherly ini membuat ruangan menjadi hening. Amanda dan Danuarta saling memandang, mereka tertawa seolah menertawakan Sherly. Tidak percaya jika Sherly datang dengan membawa seseorang. Namun Sherly mengatakannya dengan yakin. "Terkadang memang, membutuhkan waktu yang lama untuk membuka hati bagi orang lain setelah putus dengan pasangan mereka. Tetapi itu berlaku jika pasangannya yang putus itu sangat sempurna. Sayangnya dalam kasusku tidak begitu." Wajah Danuarta dan Amanda menjadi sedikit berubah setelah Sherly menyelesaikan kalimatnya. Mungkin menang Sherly tidak mengatakannya secara langsung. Tetapi dari setiap kata yang diucapkannya sangat jelas jika menganggap Danuarta bukan tipe pria yang dapat membuatnya terus mengharapkannya. Satu serangan menusuk tepat jantungnya. Tidak terlihat, tapi benar-benar terasa. Danuarta menelan ludahnya sedikit kasar sambil menarik nafas. Matanya yang tajam tertuju pada Sherly. "Jika kamu memang tidak datang seorang diri? Di mana sekarang pasanganmu?" Sherly terdiam beberapa saat. Dia hanya mengatakan kalimat yang muncul dalam benaknya. Tidak sempat berpikir bagaimana kelanjutannya. Sekarang dia harus membawa seorang pria ke dalam ruangan ini. Tapi siapa?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD