Entah apa namanya. Hidup yang aku jalani selama seminggu ini benar-benar hampa. Seluruh semangat hidupku hilang sirna. Tak punya gairah untuk apapun, namun aku harus tetap memaksakan diri berpura-pura tegar agar tidak tidak ada yang tahu aku sedang terluka. Beruntungnya sekolah sedang libur, sehingga aku bisa menghabiskan waktu dengan berpura-pura menjadi pengawas di kebun buah-buahan milik kakakku. Sesuai pesan Bu Idah, aku harus terlihat biasa agar Teh Ulfa tidak disalahkan oleh ketiga betina iblis itu. Aku tak ingin membuat penderitaan lain buat kekasihku. Aku bersumpah akan membuat tiga iblis itu bukan hanya menangis, tetapi bersujud di kaki Teh Ulfa. Rencana pun telah aku susun dengan sangat teliti. Untuk sementara aku merelakan cintaku terpasung di penjara hati. Anggap saja sebagai