Scandal 1
SCANDAL PARA IPAR
By Ndra Irawan
PROLOG
Tak ada lagi kata-kata yang bisa aku ucapkan. Kabar kehamilan Teh Tarsih benar-benar sangat mengejutkan. Riki pun tampaknya demikian. Kami hanya bisa saling pandang dengan tatapan yang sama-sama bertanya, ‘Terus siapa yang menghamili Teh Tarsih?’
Entah apa yang sedang dipikirkan Riki. Namun yang pasti pikiranku saat ini melayang kemana-mana mengingat kembali siapa-siapa saja lelaki yang patut dicurigai atas kedekatannya dengan Kakak Iparku itu. Terutama kedekatan yang terjalin saat Kang Lukman sedang tidak ada di rumahnya.
Sedikit susah untuk menebak siapa lelaki yang sebenarnya sangat layak untuk dicurigai. Teh Tarsih seorang ibu rumah tangga paling gaul, paling aktif dan paling banyak relasinya di kampung kami. Walau bukan seorang ustad tetapi dia selalu ditunjuk menjadi ketua kelompok beberapa pengajian ibu-ibu.
Teh Tarish juga orang yang paling dipercaya mengelola berbagai arisan dan paket lebaran dari kelompok pengajian maupun masyarakat umum lainnya. Sudah bertahun-tahun dia mengelola usaha sampingannya itu bahkan omsetnya mungkin sudah ratusan juta. Selama ini tak pernah ada masalah, justru customernya semakin menggurita.
Sebenarnya lebih populer Teh Tarsih dibandingkan suaminya yang pendiam. Beberapa kampung sebelah lebih banyak mengenal Teh Tarsih dibanding suaminya. Kang Lukman hanya terkenal di kalangan pengusaha atau colega bisnisnya yang justru lebih banyak dari luar kampung. Hampir 70 % bisnis yang dikelola oleh kakakku itu berurusan dengan orang luar daerah.
Kegiatan di kemasyarakatan justru lebih banyak di handle oleh Teh Tarsih, maknya tak heran jika istri Kang Lukman cukup akrab dengan banyak lelaki, terutama para aparat desa, dari mulai RT, RW dan orang-orang kecamatan bahkan camatnya sendiri. Namun sejauh ini jika mereka datang ke rumah pasti saat rumah tidak sedang kosong. Kalau pun tidak ada Kang Lukman, setidaknya ada Gingin, aku atau anak-anak Teh Tarsih yang lainnya.
Teh Tarsih juga cukup akrab dengan hampir semua karyawannya. Tapi itu sangat kecil kemungkinannya. Menurut hematku tak ada satu pun pegawai laki-lakinya yang akan membuat dia tertarik. Walau secara fisik cukup gagah, namun rata-rata penampilan mereka di bawah standar. Khas para petani kampung yang tidak terlalu peduli dengan penampilan.
Lantas siapa?
Mungkinkah dia punya kenalan lain di luar rumah dan bahkan lelaki itu belum pernah diajak ke rumah? Bisa jadi, karena Teh Tarsih sudah lama bisa bawa mobil atau motor sendiri. Cukup sering dia keluar rumah sendirian dengan alasan yang macam-macam termasuk mengunjungi orang taunya, pada saat kami semua sekolah.
Hah! Pikiranku tiba-tiba tertuju pada satu nama yang cukup mencurigakan, walau sepertinya sangat mustahil. Ustadz Umar!
Dia ustad muda yang belum lama ini menjadi warga kampungku. Belum terlalu banyak yang aku ketahui tentang dia. Namun beberapa bulan terkahir dia memang cukup dekat dengan Teh Tarsih, terutama dalam urusan pengajian ibu-ibu. Bahkan menurut cerita beberapa orang, Teh Tarsih membiayayi semua kegiatan ibu-ibu untuk belajar qasidah darinya.
Tetapi aku sedikit tahu tentang dia. Dia adalah ustad muda yang aku perkirakan usianya 25 tahun itu hujrah ke kampungku ikut dengan saudaranya yang memiliki pesantren di sini. Dia penceramah yang cukup laris manis dalam setiap kegiatan keagamaan. Sejujurnya aku juga suka dengan gaya ceramahnya yang santai, humoris dan tidak menggurui.
Hah! Aku ingat lagi. Beberapa bulan yang lalu, Ustad Umar dan Teh Tarsih terlibat kegaiatan yang sepertinya mereka berdua paling sibuk. Panitia Jiarah ibu-ibu ke beberapa lokasi wisata religi. Memang saat pelaksanaan Kang Lukman dan semua anak-anaknya termasuk Gingin ikut serta. Namun sebelum perlaksanaan itu, mereka sering pergi berdua atau bertiga dengan sopir untuk mengurusi semuanya.
Kang Lukman yang juga sudah akrab dan sangat mengagumi Ustad Umar, sepertinya sangat welcome dan dia sama sekali tidak keberatan saat itu. Bahkan dia mengizinkan istri dan anaknya menemani Ustad Umar survey lokasi ke daerah Banten. Mereka menginap di sana. Ghibran masih balita, sopir juga manusia biasa yang tidak mungkin bisa mengawasi mereka 24 jam. Atau jangan-jangan sang sopir justru sudah mendapat sogokan.
Tapi…
Apa mungkin seorang Ustad Umar, lelaki yang aku yakini sangat shalih dan santun dalam bersikap itu, tega melakukan perbuatan terkutuk dan tidak terpuji serendah itu?
Rasanya sangat tidak mungkin dia berani menggadaikan keimanan dan kehormatannya. Apalagi saat ini karir ceramahnya sedang sangat cemerlang. Dia benar-bena menjadi idola dan panutan masyarakat dari berbagai kalangan.
Walau demikian aku juga tidak bisa mengingkrasi bahwa setan punya seribu satu cara untuk menggoda umat manusia. Tak peduli dia seorang preman atau seorang Kyai sekalipun. Kalaupun Ustad Umar tidak punya niat begitu, tapi apa mungkin Teh Tarsih tidak memiliki sejuta cara untuk menggodanya?
Sangat mustahil wanita binal yang super munafik seperti itu, tidak tertarik pada seorang Ustad Umar yang ganteng, muda, kreatif dan menjadi idola semua ibu-ibu pengajian juga gadis-gadis remaja di kampung?
Secara jujur jika mau dibandingkan kwalitas Ustad Umar, jauh kemana-mana dibandingkan Riki, Si Rizal atau bahkan Si Sandy sekalipun.
“Bro, dugaan lu kira-kira siapa?” tanya Riki setelah cukup lama kami saling diam.
Aku hanya membalas dengan gelengan kepala dan endikkan bahu. “Mungkin elu!” jawabku spontan dan super iseng saking bingung dan buntunya.
“Hahaha, gua tahu Bu Mintarsih secara nyata dan jelas aja baru di video doang. Bagaimana mungkin lu tega menuduh gua begitu?” sergah Riki setelah tertawa ngakak.
“Bro, lu tadi denger kan omongan si Rizal? Teh Tarsih itu sangat ngefans berat sama lu, sejak lama. Nah bisa aja kan kalian diam-diam kenalan dan ketemuan di belakang. Bukankah dia sering menyemar dan mendatangi kita ketika sedang nongkrong?” Aku menatap wajah Riki dengan tatapan serius guna mengukur kejujurannya. Namun dari sinar matanya aku sangat yakin dia tidak melakukan itu.
“Hmmm, gak ada seorang cewek pun yang naksir atau dekat bahkan sampai gua tidurin yang lu gak tahu. Termasuk istrinya Pak Kodir yang anggota Dewan itu. Padahal gua kenal dia jauh sebelum akrab dengan lu. Dan skandal gua sama Bu Kodir sangat dirahasiakan, tapi kan gak ada yang gua tutup-tutupi dari lu!” Riki sedikit naik nada suaranya. Dia paling tidak suka kalau dituduh sebagai pembohong.
Ya, Riki memang tidak pernah berbohong, setidaknya pada diriku. Dia tidak pernah malu atau ragu menceritkana semua aibnya padaku. Hampir semua cewek yang pernah dia tiduri jika kebetulan bertemu, akan diperkenalkannya atau setidaknya ditunjukkan dari jarak jauh jika tidak bisa dekat. Termasuk Bu Kodir.
Pada awalnya aku sama sekali tidak percaya. Wanita sosialita istri seorang anggota dewan yang terhormat itu pernah bertekuk lutut di depan slangkangan seorang gembel pasar sekelasnya Riki.
Namun ketika kami tak sengaja bertemu pada salah satu acara yang digelar pihak Pemda, aku yakin mereka memang pernah ada affair. Bu Kodir bahkan meminta Riki menemuinya di salah satu hotel berbintang. Hanya waktu itu aku tidak tahu apakah mereka jadi bertemu atau tidak.
Teh Tarsih juga mungkin belum tentu main dengan Rizal jika sudah pernah main dengan Riki. Jelas jika kepuasan batin dan ukuran alat vital yang jadi obsesinya, maka Rizal bukan pilihan tepat untuk dibandingkan dengan Riki.
“Apa jangan…jangan…” Ucapanku terhenti dan benar-benar ragu untuk mengutarakan pendapat dan kecurigaanku sendiri.
“Siapa?” tanya Riki sedikit kepo.
“Orang yang pernah cukup dekat dengan Teh Tarsih….” jawabku masih ngambang.
“Ya ialah pasti yang sudah dekat. Gak mungkin juga orang yang gak kenal, Nyet! Emang siapa orang yang cukup dekat selain suaminya? Karyawan di kebunnya?” Riki kembali menyeringai.
“Bukan, tapi…” Aku kembali terdiam dan memastikan Riki benar-benar serius menyimak ucapanku. “Bokap gua,” lanjutku.
“Ah! muka gile, lu! Sembarangan aja nuduh orang, pake bokap lu segala dituduh. Masa iya bokap lu tega makan menantunya sendiri, Blooog!” bentak Riki.
“Bro, lu kan gak kenal bokap gua. Sebenanya dulu bokap gua sama keluarga kakak gua itu gak terlalu dekat. Bahkan seperti bermusuhan. Apalagi saat nyokap gua masih ada. Bokap gua malu apa sungkan sama kakak gua. mungkin dia sadar kelakuannya yang gak bener.”
“Ya terus?”
“Beberapa bulan terakhir, terutama setelah menikah dengan si Pipin, bokap gua jadi akrab banget dengan keluarga Kang Lukman terutama dengan anak-anaknya dan Teh Tarsih.” Aku menjelaskan panjang lebar.
“Masa sih? Setahu gua wajar aja mertua dekat dengan menantu dan cucu-cucunya. Udah ah jangan terlalu suuszon, apalagi itu bokap lu sendiri. pamali!” Riki sepertinya tak percaya dengan ucapanku.
Dan kami kembali sama-sama terdiam. Pikiranku jauh melayang-layang mencari siapa sebenarnya yang menghamili kakak iparku. Kalau Teh Tarsih benar-benar hamil, maka akan susah menyingkirkan dia atau memisahkannya dengan Kang Lukman.
Biar bagaimanapun, dia jadi punya alasan untuk tidak diceraikan suaminya, karena kehamilannya itu. Dan Kang Lukman juga bisa saja tidak akan rela menceraikan istrinya yang sedang hamil. Walau itu bukan anaknya.
“Gua punya kecurigaan pada seorang Ustad Umar, tapi sepertinya gak mungkin. Dia terlalu sholeh kalau menurut gua sih,” ucapku dengan nada sedikit rendah, mungkin Riki juga tidak terlalu jelas mendengarnya.
“Oh Ustad Umar yang suka cermaha itu? kalau gak salah dari pesantren apa gitu. Maksud lu dua bukan?”
“Emang lu kenal Ustad Umar?”
“Kenal lah, gua udah beberapa kali dapat ceramah, motivasi dan pencerahan dari dia. Ustad Umar kan sering diundang juga oleh orang Dinas Sosial. Ya salah satunya memberi pembinaan pada anak-anak gelandangan dan pengemis kalau udah ke gap.” Riki menjawab antusias. Rupanya gembel sekalipun sanat bangga bisa kenal dengan seorang Ustad yang sedang kondang.
“Terus kalau dia, lu kira-kira percaya gak?”
“Hah! Gua gak tahu kedekatan kakak ipar lu sama Ustad Umar. Tapi kalau gua denger dari semua isi cermah dan motivasi dia, rasanya gak mungkin sih. Gak tahu, gua percaya aja sama omongan dia. Dan gua sangat percaya kalau dia orang baik dan lurus. Itu sih feeling gua, gak tahu kalau di belakang sih!” Riki membela ustad idolanya.
“Dia deket banget sama Teh Tarsih. Lu percaya gak, setan bisa ngegoda siapa aja?”
“Nah itu dia yang gua gak tahu. Kan gua bilang sejauh mana kedekatan Ustad Umar dengan kakak ipar lu, gua gak tahu. Gua hanya kenal Ustad Umar saat di dinsos dan memberikan pencerahan yang keren banget. Selebihnya gua gak ngerti.”
Kami kembali sama-sama terdiam. Aku yakin Riki juga sedang menimbang-nimbang apa mungkin Ustad Umar sebagai pelakunya. Tidak ada yang mustahil di dunia ini. Makanya ini harus segera diselidiki dan bukan hanya Ustad Umar, siapapun punya peluang untuk dicurigai.
“Jadi feeling lu beneran curiga sama Ustad Umar?” Riki kembali bertanya memastikan isi hatiku.
“Jujur aja, gua lebih curiga sama bokap gua. Reputasi masa lalu dia sangat jelek, bahkan menurut Ulfa, bokap gua tuh pernah juga ngajakin Ulfa selingkuh. Termasuk pinjaman uang itu sebenarnya bukan pinjaman tapi ngasih hanya dengan syarat Ulfa mau melayani nafsu bokap gua.”
“Kok lu baru cerita, Bro!” Mata Riki tiba-tiba membola.
“Ya itu kan aibnya bokap gua, Rik. Gua curiganya karena Ulfa gak mau atau gak bisa diajak selingkuh sama bokap gua. Makanya bokap gua pura-pura nyuruh nyokap tiri gua buat nagih. Sebenarnya bokap gua gak butuh-butuh amat uang itu, tujuannya mungkin kalau ditagih, nanti Ulfa bakal ngedatangi bokap gua untuk minta bantuan. Nah itu peluang dia buat ngerayu lagi. Gua yakin begitu. Terus dia gagal ngedapetin Ulfa, kan bisa aja sasarannya jadi ke menantunya sendiri.”
“Gila parah juga bokap lu, Ndri!”
“Makanya sejak dulu gua benci banget sama dia. Kelakuannya itu yang ngebuat nyokap gua sakit batin hingga meninggal. Menurut lu wajar gak gua curiga sama bokap gua?”
“Masa iya bokap lu tega sama anak dan menantunya sendiri sih?” Riki mulai ragu.
“Rik, antara bokap gua dengan suaminya Ulfa, alias bokapnya si Reza, kan masih saudara. Nenek dan kakek mereka adik kakak. Ya walau cukup jauh kan masih ada ikatan saudara. Tapi kan bokap gua tetep aja ngerayu Ulfa, istrinya Kang Marta. Bahkan bokap gua tahu kalau Ulfa ada hubungan gelap sama gua, tapi kan dia tetep aja ngebet dan cari-cari cara biar bisa dapetin Ulfa.”
“Terus lu sekarang mau nyelidiki bokap lu?”
“Mau gak mau, gua harus melakukannya dan menuntaskan semuanya.”
“Apa lu mau nungguin si Babeh pulang dari Depok?” tanya Riki.
“Kayaknya gak usah. Gua gak tahu jam berapa Babeh pulang. Kayaknya gua sekarang mesti balik lagi ke kebun. Bokap gua kadang suka datang juga ke kebun. Tadi Teh Tarsih kan janjian sama Rizal di kebun itu, sore ini. Sekarang si Rizal gak ada, kan bisa aja dia janjian sama bokap gua. Bener gak?”
“Terus gua ikut lagi?”
“Gak usah. Gua mau sembunyi-sembunyi dulu. Kan sekarang juga belum tentu mereka ada di kebun, iya gak? Nanti kalau sudah ada jejak alias tanda-tandanya, baru kita lakukan jebakan batman lagi. Gimana?”
“Oke gua sih ngikutin aja, Bro.”
“Kalau gitu anterin gua pulang, oke!”
“Pulang ke rumah atau langsung ke kebun?”
“Ke ruamah aja dulu. Gua mau ganti baju dan ngambil beberapa perlengkapan. Ini harus benar-benar terencana dan serius. Oke!”
“Yoi, sekarang?”
“Tahun depan, Nyeeeeet!”
Apa yang sesungguhnya terjadi? Mari kit simak ceritanya dar awal.
^^^
Percayalah, tidak akan pernah menyesal membaca kisah ini, jika kita sudi memberikan love, atau memasukan cerita ini ke dalam libarary kita.
Jaminan kepuasan dalam membaca akan semakin nyata jika sudah memfollow akun author juga memberikan tap love pada ceritanya.