Wahyu berusaha fokus pada berkas-berkas yang harus ia tanda tangani. Tapi suara tawa dari dapur sungguh membuatnya ingin beranjak dari duduknya, dan segera masuk ke dapur.
"Apa yang kalian tertawakan, mengganggu pekerjaanku saja!" Serunya dari ambang pintu dapur. Sontak Bayu, dan Nur menolehkan kepala.
"Maaf Kak, kami berdua lagi mengenang masa kecil," jawab Bayu sambil memasukan ikan yang sudah digoreng ke dalam mulutnya.
"Hhhhh, jangan tertawa terlalu keras!" ujar Wahyu, sebelum meninggalkan ambang pintu dapur.
"Kak Bayu sih, Kak Wahyu jadi marahkan," Nur menatap Bayu dengan wajah cemberut.
"Dia memang pemarah, kamu sering dimarahinya juga, Nur?" Tanya Bayu. Nur menggelengkan kepala, bibirnya berusaha mengukir senyuman. Nur tidak ingin, apa yang terjadi di dalam rumah tangganya selama satu tahun ini, terungkap pada siapapun.
"Kalau dia marah, tabahkan saja hatimu ya Nur. Dia marah tidak pernah lama, meledak-ledak, lalu padam dengan sendirinya" ujar Bayu.
"Iya Kak Bayu," kepala Nur mengangguk.
"Hari minggu ini kalian pulangkan?" Tanya Bayu.
"Iya," Nur kembali menganggukkan kepalanya.
"Nenek baru pulang dari rumah sakit di Jakarta, beliau ingin kalian menginap di rumah nanti" ucapan bernada datar dari Bayu membuat Nur tersentak kaget.
"Menginap?" Nur menatap Bayu dengan mata, dan mulut terbuka, karena rasa kaget, mendengar ucapan Bayu. Selama satu tahun menikah, Nur, dan Wahyu belum sekalipun menginap berdua di rumah orang tua mereka. Biasanya, mereka hanya berkunjung saja, datang pagi, pulang malam.
"Iya, kenapa? Selama menikah, kalian belum pernah menginap di rumah kamikan?"
"Iya." Nur menganggukan kepala dengan wajahnya yang terlihat pucat. Kedua keluargapun bisa dikatakan tidak pernah berkunjung ke rumah mereka, hanya mereka yang datang berkunjung ke sana.
Kalau mereka menginap, tidak mungkin tidur di kamar yang terpisah. Lalu bagaimana kalau mereka harus tidur satu kamar, sedang Wahyu saja tidak ingin melihat wajah Nur.
"Nur ... Nur."
"Eeh, ooh ya Kak. Kakak tunggu di ruang tengah saja dengan Kak Wahyu, biar aku selesaikan ini sendiri. Tinggal membuat sambal saja" ujar Nur tergagap. Persoalan menginap sungguh menjadi beban pikiran Nur sekarang. Nur tidak bisa memperkirakan, apa nanti yang akan dikatakan, atau dilakukan Wahyu.
"Aku bantu menyiapkan di meja makan ya. Piring, sendok, garpu. Aah makan kaya ini nyamannya betangan ja, kada usah basinduk (makan begini lebih enak pakai tangan saja, tidak perlu pakai sendok)"
"Terserah Kak Bayu saja," sahut Nur.
Saat makan, Bayu mengutarakan keinginan nenek mereka, agar Wahyu, dan Nur menginap di kampung. Wahyu hanya bereaksi dengan ber 'ooh' saja, meski terkejut, ia bisa untuk tidak menunjukan keterkejutannya.
Setelah makan, Bayu pamit pulang. Tinggalah Wahyu, dan Nur berdua di rumah. Wahyu masuk ke kamarnya, sementara Nur membereskan meja makan, dan dapur. Pikiran Nur terus pada pembicaraannya dengan Bayu soal menginap.
'Bagaimana ini, kalau menginap di sana pasti harus tidur di kamar yang sama. Apa aku akan menerima penghinaan lagi dari Kak Wahyu nantinya. Ya Allah, aku pasrahkan semuanya hanya kepadaMu'
Wahyu sendiri juga duduk di tepi ranjang di dalam kamarnya. Ia juga memikirkan hal yang sama dengan Nur. Jika mereka menginap, itu artinya ia harus berada di dalam kamar yang sama dengan Nur. Sedang ia sendiri tidak suka melihat Nur, tapi ia juga tidak mungkin menolak keinginan neneknya. Wahyu meremas rambutnya, kepalanya terasa pusing, matanya terasa berat. Akhirnya ia berbaring di atas ranjang, dan membiarkan kantuk membawanya berlayar ke alam mimpi.
***
Mereka tiba di rumah orang tua Wahyu. Selama perjalanan tidak ada sepatah katapun yang ke luar dari mulut mereka berdua.
Begitu Wahyu memarkir mobilnya di samping rumah orang tuanya, dengan membawa tas berisi pakaiannya, Nur langsung ke luar dari dalam mobil. Nenek, dan ibu Wahyu menyambut kedatangan mereka di teras rumah. Nur mengucapkan salam sebelum mencium punggung tangan keduanya. Begitupun dengan Wahyu juga.
"Nenek rindu sekali pada kalian berdua," nenek Wahyu menepuk pipi Wahyu lembut. Wahyu menggenggam telapak tangan neneknya.
"Bagaimana keadaan Nenek?" Tanya Nur sambil menuntun lengan nenek Wahyu yang satu lagi, untuk masuk ke dalam rumah dengan satu tangannya, sementara tangannya yang lain masih memegangi tasnya.
"Nenek sudah sehat, dan Nenek berharap akan terus sehat, sehingga bisa melihat anak-anak kalian nanti"
"Aamiin" sahut Nur, dan ibu mertuanya. Mereka duduk di sofa ruang tengah.
"Kalian tidak menunda-nunda punya anakkan?" Tanya Ibu Wahyu.
"Tidak Bu," jawab Nur sambil melirik sekilas pada Wahyu, tepat saat Wahyu juga tengah meliriknya.
"Apa kalian sudah konsultasi ke dokter, kenapa kalian belum juga punya anak?" Tanya ibu Wahyu lagi.
"Tidak perlu Bu," Wahyu yang menjawab.
"Sebaiknya kalian berdua memeriksakan diri," saran nenek.
"Kami menikah baru satu tahun Nek, sabar saja menunggu waktunya tiba," jawab Wahyu lagi.
"Acil Iti sudah menyiapkan kamar kalian, kalian istirahatlah dulu. Nanti kita sholat maghrib sama-sama," ujar ibu Wahyu.
"Nenek mau istirahat juga," ujar Nenek Wahyu.
"Biar aku antar Nek," tawar Nur.
"Boleh Nur," jawab Nenek Wahyu. Nur menuntun lengan nenek untuk masuk ke dalam kamar beliau. Sementara Wahyu masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Nur membantu nenek berbaring di atas ranjang.
"Kau bahagiakan menikah dengan Wahyu, Nur?" Pertanyaan nenek yang tidak disangka oleh Nur, membuatnya terkejut. Akhirnya Nur menganggukan kepala.
"Iya Nek" jawabnya nyaris tak terdengar.
"Syukurlah, pernikahan kalian ini keinginan Nenek. Kalau kau tidak bahagia, Nenek akan merasa bersalah, Nur."
"Nenek jangan khawatir soal itu. Sekarang Nenek istirahatlah."
"Terimakasih Nur."
"Ya Nek."
Nur ke luar dari kamar nenek Wahyu, ia mengambil tas berisi pakaiannya yang ia letakan di ruang tamu. Langkahnya meragu untuk masuk ke dalam kamar Wahyu. Ia berdiri diam terpaku di depan pintu. Sampai pintu itu terbuka, dan Wahyu berdiri di hadapannya. Wahyu sudah mengganti pakaiannya. Nur mendongakkan wajah untuk menatap wajah Wahyu. Wahyu juga tengah menatapnya.
"Enghh ...." Nur bingung harus berkata apa, Wahyu menggeser tubuhnya, memberikan jalan bagi Nur agar bisa masuk ke dalam kamar. Dengan bimbang Nur masuk ke dalam kamar Wahyu. Ini memang bukan pertama kalinya ia masuk ke dalam kamar ini. Tapi ini pertama kalinya ia akan tidur, dan menginap bersama Wahyu.
Nur meletakan tasnya di sudut kamar, sedang Wahyu tak perlu membawa pakaian, karena pakaiannya masih banyak yang tertinggal di rumah orang tuanya. Nur mengambil baju ganti dari dalam tas, lalu membawa pakaian ganti ke dalam kamar mandi. Sedang Wahyu ke luar dari kamar, dan menutup pintu kamarnya.
BERSAMBUNG