Jahil

1533 Words
Adel mengeryitkan keningnya, membaca kembali pesan dari Reno. Kangen, itulah yang Adel rasakan. Bingung juga, mo nemuin Reno atau tidak. Adel mulai gelisah, antara mo jujur, atau menyembunyikan pernikahannya dengan Alvin. Berjalan mondar-mandir, mengacak rambutnya. Bener-bener ngerasa pusing banget. Kenapa juga, dia harus menikah dengan Alvin, sedangkan cintanya hanya untuk babang Reno seorang. Adel membuka kembali pesan singkat dari Reno, mulai mengetikan sebuah kalimat. (Sayang … “Ngapain kamu?” “Kyaa!!” teriak Adel. Hampir saja dia menjatuhkan ponsel mahalnya, karena saking terkejutnya dia, dengan kemunculan Alvin yang tiba-tiba saja sudah berdiri di belakangnya. Kesal juga dengan Alvin, selalu saja muncul tiba-tiba. Bener-bener mirip jaelangkung aja, datang tak di undang, pergi tak diantar. Adel cemberut, melirik Alvin yang seenak jidat dia, memeluk pinggang Adel dari belakang. Meletakan kepalanya pada pundak Adel. Merasa risih, Adel berusaha melepaskan diri dari pelukan Alvin. “Ihh! lepasin!” Adel berusaha melepaskan diri, tapi tenaga Alvin terlalu kuat, Alvin malah semakin mempererat pelukannya. “Kalau aku nggak mau gimana?!” Adel terlihat semakin kesal. Alvin terkekeh. “Lepasin, Vin. Badan kamu itu gede. Aku susah gerak.” Adel manyun. “Yang bawah malah lebih gede Del,” goda Alvin. Bener-bener, sejak awal ketemu, Adel membuatnya selalu on. “Apaan sih. Dasar bocil m***m!” Alvin cemberut, kesel banget. Dari tadi Adel selalu menyebutnya bocil. Adel mendelik, ketika dengan sangat kurang ajarnya, Alvin mulai menciumi ceruk lehernya. Berusaha berontak, meski dalam hati, dia pengin membalas perlakuan Alvin kepadanya. “Al … jangan,” lirih Adel. Terpaksa Alvin melepaskan Adel, dia tau jika Adel belum siap. Dia juga tidak mungkin melakukan ‘ehem!’ disaat statusnya masih sebagai seorang pelajar, kecuali itu kepepet dan Adelnya mau. “Maaf Del …” Alvin mengurai pelukannya, wajahnya memerah, meninggalkan Adel begitu saja menuju kamarnya. Nggak enak juga sih, melihat Alvin yang menurut pemikiran Adel marah besar. “Serem juga Alvin kalau marah …,” gumam Adel dalam hati. Bergidik ngeri, kembali mencari pakaian gantinya. …. Begitu sampai di dalam kamarnya, Alvin langsung berlari ke kamar mandi, kalau Adel kira Alvin marah, itu semua salah, si Alvin tamvan hanya pen menjinakan ular piton kebanggaannya, yang dari tadi pengin matok aja. Wajahnya memerah, karena dia bener-bener nahan tuh ular yang nggak bisa anteng, jika di dekat Adel. Sesampainya di dalam kamar mandi, Alvin langsung mengeluarkan ular kebanggaanya. Mulai deh, nyabun. Pokoknya sampai tuh ular diem, anteng di dalam sarangnya. Ceklekk! Pintu kamar mandi terbuka, itu tandanya, si ular piton udah jinak. Alvin meraih ponselnya, melepaskan jasnya asal, menyisakan jas warna putihnya saja, menggulung lengan kemejanya keatas, bener-bener deh, nih bocah tamvan banget. Mulai membuka aplikasi hijaunya, membaca beberapa chat dari geng COKEnya. Langsung masuk ke grup COKE, grup yang hanya berisi lima anggota Cowok Kece, Alvin mulai membaca satu persatu pesan yang masuk. Dion, Jam 2 siang, Nyet. Jangan lupa. Alex, Woke! Mas Dion (emoji love) Dion, Huexxss(emoji muntah) Alex, Emoji ketawa sampai berair Neno, OTW Raka, Woi! Paijo. Ini jam berapa? Loe mau nyapu jalan?! Neno, Emoji nyengir. Dion, Lah. Babang Alvin mana nih? Alex, Nyabun x bang. Dion, Anjir, Loe Nyet. Raka Dari kemarin kan, dia ngacceng(emoji ngakak) Neno Astohfirulohh(emoji ke dua telapak tangan menadah) Dion Lambe loe Alvin tersenyum, membaca rentetan chat dari sahabat-sahabatnya. Emang tampang mereka oke, tapi otak bocor semua. Mulai mengetik pesan balasan untuk keempat sahabatnya. Alvin Stand by Dion Emoji jempol Alvin langsung menutup aplikasi hijau itu, memesan sebuah ojol untuk mengantarkannya ke rumah orang tuanya. Menyugar rambutnya, langsung keluar dari dalam kamarnya. Tanpa sengaja dia berpapasan dengan Adel yang sudah berganti dengan baju santainya, tersenyum manis kearah istri cantiknya. Adel melongo, heran dengan perubahan sikap Alvin. Tadi kelihatan marah banget, tapi sekarang bisa tersenyum manis banget, sampai-sampai ngalahin manisnya gula. Alvin berhenti, heran juga dengan istri cantiknya, melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Adel. “Del! Woi! Kamu baik-baik aja ‘kan?!” Alvin mengeryitkan keningnya, Adel gelagapan. “Eh, i—iya. Aku nggak papa kok,” terang Adel. Alvin manggut-manggut. “Oh … ya udah. Aku pergi dulu ya, nanti kalau ada apa-apa, kamu telpon aku aja.” Adel manyun. Alvin menatap wajah lucu Adel yang terlihat sangat menggemaskan. “Kenapa? Kek p****t monyet aja.” Alvin terkekeh. Adel menabok lengan Alvin. Kesel juga dengan mulut Alvin yang bocor. “Ihh! masa aku disamain monyet.” Alvin mengacak rambut Adel, menangkup wajah cantik itu. Tersenyum bahagia, Adel bener-bener lucu. Adel tambah manyun, kelakuan Alvin bener-bener mirip Arka sang kakak. “Iya. Monyet cantik!” Alvin Gemas, mencubit hidung mancung Adel. “Ihh!” Adel menepis tangan Alvin, mengusap-usap hidungnya yang terasa panas. Alvin nyengir. “Dah ya, aku pergi dulu.” Adel mencekal lengan Alvin, terpaksa Alvin menghentikan langkahnya, menoleh Adel. “Kenapa?” Alvin menatap Adel. “Emmm … kamu udah nggak marah?” tanya Adel. Alvin heran. “Marah …” Adel menganguk. “Iya, tadi kamu ‘kan marah, makanya langsung pergi,” terang Adel. “Aku?!” Alvin menunjuk dirinya. “Ya iyalah, masa hantu,” sungut Adel. Alvin terkekeh. “Nggak lah. Buat apa aku marah, kurang kerjaan aja,” terang Alvin. “Sukur deh.” Adel mengelus dadanya lega. Ternyata Alvin tidak marah sama sekali. “Udah ‘kan, aku berangkat ya.” Adel masih manyun. Alvin membuang nafasnya kasar. “Nomer kamu.” Alvin menepuk keningnya. “Oh iya. Mana ponsel kamu?!” Adel menyerahkan ponselnya, Alvin mulai menuliskan nomernya pada ponsel Adel. “Dah. Itu nomerku, kalau ada apa-apa telepon. Mungkin aku agak lama.” Alvin menyerahkan ponsel Adel. Kembali tersenyum manis, bener-bener adem ngelihat wajah cantik Adel. Cup!!! Adel melotot. Alvin nyengir, setelah berhasil mencuri satu kecupan dari bibir Adel. “Alvin!!” Langsung aja Alvin kabur, Adel mengusap bibirnya, sedikit mengulas senyum. Terkikik sendiri, gini banget rasanya punya suami brondong. …. Alvin tersenyum simpul, rasanya di mana-mana ada bunga bermekaran, jantungnya berdebar, rasanya hidup ini indah banget. Seumur hidup dia baru ngerasa rasanya jatuh cinta. Kang ojol sampai melongo, melihat Alvin cengar-cengir sendiri di depan pintu gerbang rumahnya. “Ganteng-ganteng kok yo songo-songo (ganteng-ganteng kok ya Sembilan-sembilan)” Kang ojol gelang-geleng, Alvin nyamperin kang ojol itu. Memakai helm, menepuk pundak kang ojol. “Cabut Bang.” Kang ojol langsung tancap gas, takut jika cowok tamvan yang dah nangkring di belakangnya ngamuk. ….. Kediaman Orang Tua Alvin Alvin segera turun dari boncengan kang ojol, mengeluarkan satu lembar kertas berwarna merah, menyerahkannya kepada kang ojol. Menolak, ketika kang ojol memberikan uang kembaliannya. “Udah, ambil aja semua Bang.” Kang ojol masih melongo tiak percaya, ternyata dia waras, baik lagi. Alvin langsung membuka pintu gerbang rumahnya, meninggalkan kang ojol yang masih kagum. Pak satpam tersenyum ramah ketika melihat Alvin, memasuki pekarangan rumahnya yang terlihat sangat luas. “Papa sama Mama ada di rumah Mang?” tanya Alvin. Si satpam menjawab dengan sopan. “Ada Den, baru aja Tuan sama Nyonya kembali.” Alvin tersenyum. “Makasih Mang.” Alvin berjalan memasuki rumahnya. Kriett!! Papa yang kebetulan melihat putranya masuk ke dalam rumah, sedikit terkejut. Baru beberapa menit lalu, anaknya dia antarkan ke rumah barunya. Eh, tau-taunya tuh anak sudah nonggol. “Lho Vin. Kamu sama siapa? Adel mana?” Papa langsung memberondong Alvin dengan pertanyaannya. Alvin nyengir, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Anu Pa, Adelnya ada di rumah. Alvin kesini mo ganti baju, sekalian mo ambil motor Alvin.” Papa manggut-manggut. Bener juga, Pakaian Alvin belum dia kirim ke rumah barunya. “Oh, ya sudah. Entar Papa suruh Bi Ina beresin Pakaian kamu, sekalian Mang ujang antar ke sana.” Alvin langsung berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Beberapa menit kemudian, Alvin sudah keluar dari kamarnya, memakai pakaian seperti biasanya, kaos oblong, celana yang robek di bagian lututnya, tidak lupa memakai jaket yang berbahan jeans. Kebetulan mama yang sedang bersantai dengan papa, melihat Alvin sedang berjalan menuruni anak tangga. Heran juga, melihat putra Tamvannya sudah berada di rumah. “Alvin! lho. Kamu kapan datang Sayang? Adel mana?” Sama seperti papanya, nanya Adel juga. “Alvin cuman mo ganti baju kok Ma. Trus ngambil motor, besok ‘kan Alvin ke sekolah. Masa anak ganteng Mama ini harus naik angkot. Hancur nanti image Alvin sebagai cowok kece.” Mama tersenyum, emang … Alvin ini selalu saja membuatnya terhibur dengan ocehan-ocehannya. Alvin menghampiri kedua orang tuanya. Mencium punggung tangan mereka, pamit untuk pergi lagi, mengambil motor ninjanya di garasi, pergi meninggalkan rumah mewah itu, menuju tempat nongkrongnya bersama teman-temannya. Beberapa menit kemudian, dia sudah sampai di tempat nongkrongnya, keempat temannya menoleh. Alvin melepas helmnya, melakukan tosh ala mereka. “Woi Jo! Dari mana aja loe?” tanya Dion. “Kawin.” Alex menonyor kepala Alvin. “Ceile! Bang Alvin kita dah tau kawin, kuat berapa kali loe,” sahut Neno. Alvin melotot. “Anjirr loe. Bukan kawin sodok-sodokan seperti link dosa kalian.” Keempat cowok tamvan itu heran, manatap Alvin bersamaan. “Kamsud loe,” ucap mereka bersamaan. Alvin terkikik. “Ceile, Abang-Abang ini sehati banget. Gue ampe terharu.” Alvin mewek pura-pura mengusap air matanya. “Jijik loe!” Alex mentonyor kepala Alvin. Cowok tamvan itu terbahak. “Hahahaha ….” “Woi! Serius Nyet,” ucap Dion. “Kepo!” Alvin kembali menghidupkan motornya, tidak mempedulikan keempat temennya yang menunjukkan rasa keponya. "Biarin aja mereka penasaran!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD