Kamar Adel
Adel memasuki kamarnya dengan hati yang begitu kesal. Seperti biasanya, Adel yang ceroboh tidak menutup pintu kamarnya. Seraya mengemasi barang-barang yang di perlukannya, gadis itu terus mengomel tak jelas. Sesekali melempar pakaiannya ke tempat tidur.
“Huh! Dasar sial. Kenapa juga aku harus nikah sama tuh bocil. Sebel, sebel, sebel!” Adel mencengkeram baju yang baru saja dia ambil dari lemarinya, untuk saat ini dia dalam mode keusell tingkat tinggi.
Tanpa dia sadari, dari tadi Alvin tersenyum melihat tingkah lucu Adel. Kembali dia berjalan kearah lemarinya, melempar asal pakaian yang dia ambil tadi, seperti seorang yang sedang berpikir, Adel mengetuk-ngetukan jari telujuknya pada keningnya, berhenti sebentar, satu tangannya berkacak pinggang.
“Eh tapi tunggu sebentar. Kalau di pikir-pikir … kata Mama bener juga ya, bocil itu ganteng juga.” Adel terkikik sendiri dengan ucapannya, menutup mulutnya dengan satu tangan. Alvin yang berniat untuk mendekat, mengurungkan niatnya, cowok tampan itu merasa tersanjung dengan ucapan Adel. Menghembuskan nafasnya kasar, menyugar rambutnya dengan satu tangan, mengetip-ngetipkan matanya lucu.
“Aaaa! Apaan sih kamu Del. Ngapain kamu malah muji bocil itu.” Kembali Adel memasang wajah kesalnya.. Mengambil kembali bajunya
“Emang ganteng beneran kali Del,” ucap Alvin pe-de. Menyandarkan punggungnya pada pintu kamar.
“Ihhh! Udah di bilangin jan mikirin bocil itu. Masih aja bilang ganteng.” Adel benar-benar tidak menyadari kehadiran Alvin di kamarnya. Bahkan gadis itu berpikir, jika suara itu suara hatinya. Setelah menyadari suara tadi, gadis itu menghentikan aktifitasnya sebentar.
“Eh, tunggu sebentar. Tapi—suara tadi ‘kan, suara cowok, berarti—“ Adel menoleh, Alvin nyengir. “Kyaa!” Adel menjerit, ketika menyadari jika Alvin sudah berdiri di belakangnya.
“Hei Bocil! Sejak kapan kamu berada di sini, siapa yang udah ngijinin kamu masuk kamar ini.” Bukannya menjawab, Alvin langsung merebahkan tubuhnya di ranjang. Adel berkacak pinggang kesal. Anak di depannya itu, benar-benar menjengkelkan. Alvin memiringkan tubuhnya satu tanganya dia jadikan penyangga kepalanya. Memandang wajah cantik Adel yang terlihat sangat kesal.
“Ckckckk! Sini Sayang. Jangan marah-marah terus, entar cepet tua. Sini! Bobo sama Abang.” Adel melotot. Detik kemudian, dia melemparkan sesuatu yang dia pegang tepat di wajah tampan Alvin. Bahkan dia tidak menyadari benda apa yang sudah ia lemparkan ke wajah Alvin.
“Kamu itu emang bikin orang naik darah. Ngeselin tau nggak?!” Adel mengepalkan tangannya kesal.
Sedangkan Alvin sibuk membolak-balikan kutang yang tadi Adel lemparkan ke wajahnya.
“Mirip kek tempurung … kira-kira isinya segede ini nggak ya?!” Adel melotot, ketika dia menyadari Alvin tengah membolak-balikan salah satu benda berharga miliknya.
Adel naik ke atas kasur, berusaha merebut kutang miliknya, Alvin langsung menarik benda itu, perebutan kutang pun di mulai.
“Bocil! kembalikan itu. Inget! Kamu tuh masih di bawah umur.” Adel terus berusaha merebut kutang miliknya. Sedangkan Alvin terus mempertahankan Kutang yang menurutnya sangat berharga itu. Nggak bisa pegang isinya, setidaknya bisa pegang wadahnya, seperti itulah pemikiran Alvin.
“Kamu tuh nggak sopan ya Del. Jangan panggil aku Bocil, aku tuh suami kamu sekarang. Kamu juga mengakui ‘kan, kalau aku ini GA-N-TENG,” ucap Alvin seraya menaik turunkan alisnya. Adel pasang ekspresi mo muntah, mendengar kepedean ucapan Alvin barusan.
“Emang kenyataan kamu masih bocil ‘kan.” Alvin membuang kutang itu asal. Menarik tubuh mungil Adel, membaliknya, mengunci tubuh itu di bawah kungkungannya. Wajah Adel merona.
“Katakan lagi 'Bocil'.”
“Emang Bocil.”
“Sekali lagi.”
“Bocil.”
“Oke. Ini kamu yang minta.Fix! aku remas isi tempurung itu.” Adel melotot, ketika dengan sangat kurang ajarnya Alvin meletakan tangannya di dadanya.
“Eh, mo apa kamu. Singkirin tangan kamu dari situ!” bentak Adel.
Alvin tidak bergeming. Terus menatap wajah cantik Adel, menyeringai jahil.
“Kalau aku nggak mau gimana?” tanya Alvin.
“Aku bunuh kamu.” Adel benar-benar kesal dengan tingkah Alvin. Wajah Adel merona, membuat Alvin semakin gemas.
Tangan nakal itu mulai bergerak, nafas keduanya memburu. Adel merem dengan wajah begitu tegang.
“Ulangi! Panggil aku apa.” Adel pun melek. Tersepona juga sih, dengan wajah tampan Alvin. Tapi dengan cepatnya segera membuang pikiran itu.
“Iya. Alvin Sayang.” Adel menyeringai. “Puas!” seru Adel.
Alvin tersenyum. “Cium dikit boleh ‘kan,” ucap Alvin, menaik turunkan alisnya, Adel melotot.
“Ka—“ Adel terkejut, belum selesai dia berkata.
Cup!
Alvin sudah mencuri satu kecupan darinya.
Plak!
Reflex Adel menampar Alvin. Membuat Alvin molotot tidak percaya. Cowok tamvan itu mengusap pipinya yang terasa panas. Dengan cepatnya, Adel menyingkirkan tubuh Alvin yang masih nangkreng di atasnya tubuhnya.
“Kamu … belum apa-apa udah KDRT.” Alvin pasang ekspresi seolah dia teraniaya.
“Itu karena kamu kurang ajar. Aku benci sama cowok kek gitu.” Adel melengos, bersedekap, kesel banget pokok’e.
“Hello! Cantik-cantik kok pikun.” Alvin meletakkan tangannya pada kening Adel. Langsung Adel kibaskan.
“Apaan sih!” kesal Adel.
“Kamu lupa?! Kamu tuh istri aku. Mo aku apain juga halal.” Adel melotot, menutupi mulutnya dengan kedua tanggannya.
Alvin bersedekap geleng-geleng heran.
“Astaga! Aku sampai lupa kalau kamu itu suami aku,” ucap Adel dengan wajah tanpa dosanya. Giliran Alvin yang kesel dengan ucapan Adel.
“Ya maap. Secara ‘kan, cuman bang Reno yang nyantol di hati aku. Dan inget, jan deket-deket sama aku.” Wajah Alvin memanas. Tanduknya benar-benar dah keluar.
“Awas aja kalau kamu selingkuh,” ancam Alvin.
“Apaan sih. Dia dulu kali, yang ada di hatiku.” Adel tidak terima dengan ancaman Alvin.
Alvin maju, Adel mundur. Sampai tubuh Adel mepet ke tembok. Jangan di tanya, meskipun Alvin masih remaja, tubuhnya tinggi dan kekar, cuman wajahnya aja yang terlihat masih bocah dan imut-imut.
“Eh .. eh, mo ngapain kamu.” Alvin tidak menjawab, bahkan dia langsung meraih pinggang ramping Adel. Sedikit menunduk. Detik kemudian, melumat bibir sexi Adel. Tubuh Adel menegang, dia berusaha menolak ciuman Alvin, tapi rasanya terlalu manis. Mo nolak, tapi sayang, rasanya terlalu manis dan memabukan, bahkan bibir Alvin tidak semanis bibir Reno.
“Maaf ya Babang Reno, cuman ngerasain ciuman suami dikit aja boleh ‘kan,” batin Adel. Dengan mantapnya ia menjawab dalam hati. ”Boleh.” Berlagak seolah dia Reno. Adel terkikik sendiri dalam hati. Dia mulai membalas ciuman Alvin.
Alvin tersenyum puas. Akhirnya dia bisa mencium gadis yang sudah membuatnya seperti orang Oon.
Kedua pasangan muda itu semakin larut dalam ciuman yang begitu memabukan. Tidak peduli dengan pintu kamar yang terbuka. Hingga tanpa mereka sadari. Bi Rumi yang berada tepat di depan pintu terkejut dengan aksi keduanya. Mo melangkah masuk, takut ganggu. Nggak melangkah, dia di suruh Nyonyanya untuk membantu Adel berkemas.
Arka yang berniat menuju kamarnya, tanpa sengaja melihat Bi Rumi yang tengah berdiri mematung di depan kamar Adel, karena penasaran, dia pun berjalan mendekati Bi Rumi.
“A—“ Arka tidak bisa melanjutkan kata-katanya, dia pun sama terkejutnya dengan pemandangan di depannya. Arka geleng-geleng kepala.
“Ckckckk! Tutup pintu dulu woi!” seru Arka. Bi Rumi pun menoleh Arka yang berada di belakangnya. Alvin dan Adel menghentikan aktivitas panas mereka. Adel merona, dia bener-bener malu banget. Alvin hanya cengengesan, menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Hehehe! Ada apa Kak?” tanya Alvin tanpa wajah berdosa.
“Kalian tuh kalau mo ngapa-ngapain tutup dulu pintunya. Kasian Bi Rumi, dari tadi mo masuk bingung.” Arka geleng-geleng.
“Eh, maaf Den, Non. Saya ke sini hanya di suruh sama Nyonya. Saya di suruh bantuin Non berkemas,” terang Bi Rumi.
“Eh i—iya Bi. Silahkan masuk aja,” jawab Adel gugup.
“Oh ya, Non. Tadi Nyonya nyuruh Non sama Aden, turun ke bawah, barang-barang Non, biar Bibi yang beresin, “ terang Bi Rumi.
“Ayo Sayang …,” belum juga Adel menjawab. Alvin sudah dulu merangkul pundaknya, mengajaknya ke luar dari kamarnya. Adel tidak terima, Alvin merangkul pundaknya. Bahkan dia berusaha menepis tangan Alvin.
“Nggak boleh kasar sama suami Dek. Dosa lho!” Adel hanya nyengir.
“Iya Kakak ku seyeng.” Memperlihatkan deretan gigi putihnya. Menatap kesal wajah sang kakak. “Puas!” seraya berlalu di hadapan Arka.
“Puas banget Imut.” Arka tersenyum jahil. Alvin hanya tersenyum geli, karena dia berhasil menindas Adel, ternyata sosok Arka asyik juga …