1- Nasi Sudah Menjadi Bubur

989 Words
Happy Reading. ***** "Nyatanya status pacar dan babu itu beda tipis:'(" -Daila Antarisa P. ***** Daila Antarisa Putri, Gadis cantik penyuka Es batu itu. Tengah duduk manis bersama ketiga temanya di Kantin, seraya mamakan potongan es batu sisa es teh yang telah tandas ia minum tadi. Gadis yang biasa dipanggil Daila itu tak henti-hentinya mencibir, ketika tiga temanya terus mengoceh bak petasan meleduk sejak lima belas menit yang lalu. Kalau boleh jujur, telinganya pengang omg. Teman-temannya itu memang tak bisa santai setelah mendengar berita bahwa semalam ia nekat menembak kakak kelas yang terkenal sangar itu. Tidak sangar bagaimana, seorang ketua geng Danger, lebih tepatnya geng terbesar dikota itu. Telah berstatus pacar dari seorang Daila sekarang. "Daila g****k, g****k, g****k, g****k, hihh.." "lo nggak nyadar hah? lo itu sedang dalam masalah besar." Ucap Fita tersungut-sungut pada Daila. Masalah? tidak diragukan lagi bukan. Memiliki hubungan dengan pria berbahaya seperti itu adalah masalah utamanya. Saking bahayanya, nama laki-laki itu sudah tersohor dikalangan para gengster diluar sana. Karena keganasannya ketika bertarung, dan ketidak seganan dia untuk membunuh orang yang mencoba menghalangi jalannya atau membuat dia marah. Dafhin bahkan pernah dikabarkan membunuh orang, tapi tidak tau pasti karena belum juga satu hari berlalu, berita itu langsung lenyap bak ditelan bumi. Dan semua orang berfikir karena ada uang sumuanya menjadi mudah. Semua orang memiliki panggilan khusus untuk Dafhin. Psycho D julukan yang biasa mereka lontarkan. Karena kegilaanya dilapangan pertarungan, membuatnya mirip sekali dengan seorang psycho atau mungkin psychopath yang haus darah. "g****k banget sih lo La." Mia salah satu teman Daila yang menjabat sebagai ketua osis itu yang sekarang mengatainya. "Udah gue bilang La, dipikir dulu sebelum bertindak." Huft, Daila menghembuskan nafasnya jengah. Bianca, temanya yang biasa bersikap dewasa. Ikut menceramahinya. "Sekarang gimana coba?" Mia menatap Daila lelah. "Ya mo gimana lagi, terima nasib lah." Ucap Daila enteng, membuat ketiga temanya menganga tidak percaya. Sesenang itukah Daila menjadi pacar ketua Gengster. "Ishh, lo tuh. Santai banget jadi orang, lo itu lagi dalam ruang lingkup bahaya La." Fita, hampir memukul kepala Daila, kalau tidak ingat bahwa Daila adalah temannya. Begitu bodoh memang Daila itu. "Udah terlanjur, guys." lagi-lagi Daila menjawabnya dengan santai. Tapi santai bukan berarti senangkan? Daila hanya sedang menenangkan hatinya agar tetap kuat ketika menghadapi situasi seperti ini. Situasi dimana menjadi pacar seorang ketua gengster, dan itu semua karena kegoblokanya. 'Awesome, Daila.' Jeritnya dalan hati. "Ck. Ck. b**o. Temen gue bener-bener udah bego." Mia berdecak, sambil mengusap wajahnya sendiri kasar. "Udah lah guys, kalo boleh jujur gue nyesel nembak dia. Meski awalnya gue ngebet banget pengen jadi pacarnya sih." Ucap Daila akhirnya. "Nah kan lo, baru sadar eh? Lo sih, udah tau dia kayak begitu. Meskipun banyak cewek yang mengidolakan dia tapi nggak ada yang senekat elo La. Soalnya mereka masih sayang nyawa, nggak kayak elo." Ujar Fita masih emosi. "Dia terlalu berbahaya buat elo La." Bianca mengelus lengan Daila pelan. "Siapa yang bahaya?" Deg.. Deg.. Deg.. Suara ini? "Sialan." Umpat Daila tanpa suara. "K-kak Dafhin," Ucap Fita, Mia, dan Bianca kompak. "Gue tanya, siapa yang bahaya?" Desis Dafhin tajam dan menusuk. Suaranya aja begitu menyeramkan, apa lagi raut wajahnya ya. "Ah, eh.. It-itu kak," Bianca mencoba menjelaskan, tapi ia terlalu takut untuk sekedar membuka mulut lebih jauh. "Berani kalian ngomongin gue heh?" Daila menundukan kepalanya dalam, saat melihat ketiga temanya yang menggeleng kaku disana. Dimana suara keras bak petasan meletus mereka tadi? "Lo. Ikut gue!" Dafhin mengarahkan jari telunjuknya pada Daila. "Ehh." Daila menatap punggung Dafhin yang sudah berlalu pergi. Tapi detik selanjutnya ia langsung mengikuti langkah Dafhin, sebelum sesuatu yang tak diinginkan terjadi padanya. "Sorry Guys, gue kesana dulu." Ucap Daila, untuk meminta izin pada teman-temannya bahwa ia pamit. Langkah Daila akhirnya berhenti saat Dafhin langsung duduk begitu saja disalah satu meja kantin yang sudah terisi dengan teman-temannya. Daila memilih tanganya sendiri, sambil masih tetap diposisi berdiri. gugup dan canggung karena ia terus ditatapi oleh ketiga teman Dafhin. "Ada apa kak?" tanya Daila saat Dafhin memberi intruksi untuk segera mendekat. "Pesenin gue nasi goreng!" Jlebb.. Daila hanya bisa melongo ditempat sekarang. Babu, satu kata yang terlintas pertama kali diotaknya saat menerima perlakuan sepeti ini. Oh sialan, ia baru tau ternyata status pacar beda tipis seperti seorang babu dimata Dafhin. "Cepetan." sentak Dafhin. "I-iya, kak." Ucap Daila sebelum melangkah pergi, mencari lapak nasi goreng yang Dafhin inginkan. "Ck. ck. Kasian cantik-cantik lo gituin Fhin." Decak salah satu teman sekaligus sepupu Dafhin yang bernama Abi itu. "Mending buat gue ajalah, dari pada mubazir. Itung-itung buat angetin tubuh pas istirahat gini nih." ucap Rian masih setia menatap keberadaan Daila yang berdiri mengantre dilapak nasi goreng sana. Memang diantara mereka berempat Rian lah yang otaknya tak lurus, alias omes, otak m***m. "Hooh, lumayan tuh bodynya." tambah Briyan yang juga melakukan hal yang sama seperti yang Rian lakukan. "Coba aja kalo berani!" Ucap Dafhin datar dan menusuk, tanpa menatap ketiga temanya. Bahkan Abi, Rian, dan Briyan sampai bergidik ngeri mendengarnya. "Hii, Santui mas bro. Nggak nyantae amat dah," ucap Rian mencoba mencairkan suasana. "Diem." desis Dafhin lagi, membuat mereka semua kicep seketika. Mereka berempat tak ada yang mengeluarkan suara, sampai akhirnya Daila datang membawa nasi goreng pesanan Dafhin. "Lama." Protes Dafhin datar. "Ma-af kak. Harus antri, tadi banyak yang beli." jelas Daila pelan. Ia takut Jika Dafhin sampai marah. "Alasan aja lo. Bilang aja kalo nggak mau beliin." Dafhin mengambil nasi goreng itu kasar. "Enggak kak__" "Diem lo!" Daila mengulum bibirnya saat Dafhin menyentaknya tajam. Dasar, laki-laki tidak tau diri. Udah enak-enak dibeliin, tinggal makan aja, malah komen. "Cepet duduk!" perintah Dafhin. Daila tak berani protes, dan langsung duduk dikursi samping Dafhin. Akhirnya suasana hening kembali tercipta diantara mereka berlima. "Garpu gue bisa aja melayang ke mata-mata keranjang lo pada!" Daila terlonjat kaget saat Dafhin tiba-tiba berbicara tajam. Tak terkecuali ketiga teman Dafhin juga sama kagetnya. Daila sama sekali tak paham dengan apa yang sedang Dafhin maksud, tapi yang jelas sekarang, kedua teman Dafhin yang ia tau bernama Briyan dan Rian itu tengah menyengir lebar. ***** Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD