2- Penyesalan (1)

987 Words
Happy Reading ***** Di hari pertama kalian mengikuti kegiatan Masa Orientasi Siswa, apa yang kalian harapkan pertama kali? Mendapat teman banyak? Dimos in Kakak-kakak osis yang ganteng dan cantik? Atau bertemu dengan cinta pada pandangan pertama? Dan gadis itu Daila Antarisa Putri, atau biasa dipanggil Daila itu berharap pada opsi yang ketiga. Klise memang, tapi semua terlihat nyata saat mata gadis itu benar-benar melihat sosok yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Kakak kelas? Lagi-lagi terdengar begitu klise, tapi itu memang benar adanya. Daila si gadis cantik nan cerewet telah berhasil bertemu dengan cinta berikutnya setelah kisah cinta pertamanya dibangku Sekolah Dasar kandas. Jantung Daila berdetak tak karuan hanya dengan melihat laki-laki beraura dingin itu berjalan. Matanya tak dapat berkedip hanya karena laki-laki itu berbicara. Dan bibirnya hampir meneteskan air liur hanya karena laki-laki itu sedang mengibaskan rambut basahnya. Daila sadar, yang ia rasakan saat ini bukanlah cinta pertama, karena cinta pertamanya sudah direnggut paksa oleh teman seSDnya. Abaikan. Tapi yang jelas cinta ini begitu nyata dan Daila menginginkan cinta itu terbalas. Si kakak kelas itu begitu mengagumkan, bahkan semua siswi baru di SMA Antariksa juga tak dapat menolak pesona kakak kelas itu. Dan hal itu membuat Daila geram sendiri, mengetahui fakta cintanya juga dicintai banyak orang. Daila putuskan untuk segera bertindak. Daila mencari informasi kesana kemari tentang sosok kakak kelas itu. Dan ia senang, amat sangat senang setelah mengetahui nama dari kakak kelas itu. Dafhino Prasenta, kakak kelas yang selalu membuat jantungnya berdebar-debar. Tapi kesenang Daila musnah seketika, mengetahui fakta bahwa Dafhin adalah orang yang sangat berbahaya. Ia memang tak terlalu kaget saat temannya berkata berbahaya, karena wajah Dhafin saja sudah terlihat sangar. Tapi berbahaya yang dimaksud teman-temanya berkali-kali lebih berbahaya dari yang Daila bayangkan. Si raja Gengster, atau lebih tepatnya ketua geng Danger. Sebuah geng yang amat mengerikan dan berbahaya seperti namanya, dikota ini. Semua orang harus berfikir berkali-kali sebelum menyukai sosok Dafhin, termasuk Daila sendiri. Tapi setelah melewati dua semester Daila ber sekolah di SMA Antariksa, ia tetap tak dapat melupakan sosok Dafhin. Meski Daila tau betul dengan tabiat Dafhin yang notabene seorang raja genster dan dapat berubah menjadi seorang psychopath gila ketika bertarung, Daila masih saja nekat menyatakan cintanya pada Dafhin, atau lebih tepatnya menembak Dafhin. Dan sekarang Daila sangat-sangat menyesal telah melakukan hal bodoh itu. "Cepetan!" Perintah Dafhin saat melihat Daila yang lelet. Ini juga salah satu yang membuat Daila menyesal menembak Dafhin. Ia lagi-lagi dijadikan babu, OMG. Kalian tau setelah kemarin Dafhin menemuinya hanya untuk menyuruh membeli makanan di kantin. Tapi sekarang lebih parah lagi, karena Dafhin menyuruh Daila untuk membereskan buku-buku di perpustakan. Dafhin dihukum karena tadi pagi dia terlambat, tapi mengapa malah ia yang mengerjakan hukumannya? Makmur sekali hidup Dafhin itu. "Gue pergi dulu." Ucap Dafhin setelah itu pergi melangkah keluar perpustakan. Daila mendengus kesal, ia hampir melempar buku yang ada ditangannya pada Dafhin, kalau tak ingat seberapa menyeramkan sosok Dafhin itu. "a***y banget sih hidup gue. Lo si La, jadi orang t***l banget. Mikir dulu kek sebelum nembak cowok tak berperi kemanusiaan kayak Dafhin." Gerutu Daila pada diri sendiri, sambil meletakan buku-buku dirak dengan kasar. "Ck, sabar-sabar. Orang sabar disayang pacar." Ucap Daila sendiri, mencoba menenangkan hatinya yang dilingkupi kabut amarah tebal. Daila mengusap peluhnya yang bercucuran didahinya itu. Lelah juga menata seperti ini pikirnya. Daila duduk selonjoran dilantai sambil bersandar dirak. Ia mengeram marah, mengingat mau-maunya ia disuruh kayak babu seperti ini sama Dafhin. Tapi sayangnya Daila memang tak punya sedikit pun keberanian sekedar untuk menggelengkan kepala saja. Dafhin terlalu menakutkan untuknya, mungkin kalau orang itu bukan Dafhin, sudah dari kemarin ia menolak mentah-mentah pekerjaan babu ini. Daila melirik tak suka pada Dafhin yang baru datang. 'Enak banget giliran udah selesai aja baru dateng.' "Nih," Dafhin menyodorkan minuman kaleng pada Daila. Daila mengerjab-erjabkan matanya. Eh? Ia pun menyelipkan rambutnya kebelakang telinga, seraya mencoba menahan senyum yang hendak terbit itu. Ia tidak menyangka Dafhin ternyata masih memiliki hati nurani, dengan rela membelikannya minuman seperti ini. Huft, akhirnya ia melihat sosok 'good boy' didalam diri Dafhin. "Mak__," belum sempat Daila menyelesaikan kata terimakasihnya, Dafhin sudah lebih dulu menyela. "Nanti bayar sendiri. Gue tadi ngutang." Ucap Dafhin datar. 'WHAT THE f**k' Daila membulatkan matanya tak percaya. WHAT? bisa-bisanya Dafhin melakukan ini? "Kak Dafhin, bercanda kan?" Daila meneguk ludahnya sendiri sebelum berbicara. Sungguh ia akan sangat menyesal memuji sedikit sikap Dafhin tadi, jika benar yang Dafhin katakan itu serius. "Emang lo liat gue ngelawak?" 'BANGSAD' Ingin sekali Daila mengumpat kasar didepan wajah Dafhin sekarang. Nyatanya semua Nol besar, Dafhin tak sebaik itu untuk mau repot-repot membelikanya minum. Ck, Lelah Daila mas. "Besok Kalau gue butuh lagi, gue hubungin lo." Ucap Dafhin tanpa melihat Daila. Daila lagi-lagi membulatkan matanya. Dafhin benar-benar niat sekali melepaskan mata Daila, dengan terus mengucapkan kata yang membuat Daila syok. Daila mengepalkan tanganya marah. 'Lo kira gue babu?' Ingin sekali Daila meneriakan kata itu, tapi nyatanya, nyalinya tak sebesar air yang ada dilautan. "Gue pergi." Dengan seenak jidat Dafhin berjalan meninggalkan Daila yang masih terduduk dilantai, kalau bisa dideskripsikan persis seperti barang rongsokan tak ter pakai. "Anjirrrrr." Pekik Daila setelah Dafhin mengilang dibalik pintu, sambil meninju-ninju udara disekitar _merasa marah. "Gue ancurin muka lo nanti, hih hihhhhh_," "Oh iya gue lupa," ucap Dafhin lagi yang tiba-tiba kembali menjulurkan kepalanya pada pintu, membuat Daila otomatis terdiam. Daila berhenti ditempat, masih dengan posisi tangan yang mengudara seperti ancang-ancang mau meninju. Mungkin jika itu bukan Dafhin yang melihat, sudah pasti dia akan ngakak karena posisi konyol Daila sekarang. Dafhin mengangkat Alisnya sebelah melihat Daila, tapi tetap seperti biasa tak ada ekspresi disana. Daila buru-buru menurunkan tanganya, lalu tersenyum kikuk. "I-iya kak, ada apa?" Daila menunggu penjelasan Dafhin dengan bibir yang tersenyum lebar, ia pikir Dafhin hendak mengatakan terima kasih, karena sudah membantu mengerjakan hukumannya itu. "Gue tadi ngutang minum dikantin, bayarin sekalian." Dafhin kembali menghilang pergi setelah mengucapkan kata itu secara datar. Daila membulatkan matanya tak percaya _lagi_, bahkan sekarang ia barengi dengan mulut yang terbuka lebar. "Dafhin sialan." ***** Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD