Bab 10 - Semesta-nya Itu Nyata

1365 Words
"Belum cerita padanya?" Derta menoleh menemukan ayahnya sedang tersenyum hangat. Cerita padanya? Derta belum siap jika adik kesayangannya itu marah padanya apalagi mogok bicara, Derta mana bisa menghadapi situasi seperti itu. "Jika melihat reaksimu ayah simpulkan kamu belum cerita apapun padanya, nak! Akan lebih baik dia marah sekarang daripada di kemudian hari. Nia akan lebih marah lagi jika mengetahui hal ini dari orang lain!" ujarnya dengan hati-hati, "Yah! Nia itu berlian untukku saya engga mau dia terluka hanya karena hal ini." Hendrik, menatap hangat putranya yang sedang bingung dengan jalan pemikirannya sendiri. "Nak! Ayah engga masalah jika Nia akan marah pada kita selama beberapa hari tapi kita juga tidak bisa menyembunyikan fakta jika mamanya masih hidup hanya saja saat ini ia sudah memiliki keluarga sendiri atau bisa dikatakan sudah menikah lagi." Derta menatap Hendrik yang tetap tegar padahal istrinya sudah mengkhianatinya dengan sahabatnya sendiri. Saat Titania masih berumur belum cukup sehari perempuan gila harta itu kabur dengan laki-laki lain. "Kadang saya merasa ayah terlalu baik dalam menyikapi masalah ini." sang empu duduk disamping putranya dan menepuk pundaknya dua kali. "Ayah tidak pernah mengajarkan anak-anak ayah membenci seseorang bahkan ibunya sendiri, biarkan ini menjadi masalah ayah karena ini memang lingkup kami berdua sedang kamu dan Titania cukup memahami keadaan karena faktanya adalah dia yang sudah melahirkanmu bahkan mengandungmu selama berbulan-bulan." Derta menghela napas panjang, ia sudah mencoba bukannya menerima keadaan ia malah semakin benci dengan perempuan gila harta itu tapi kenyataannya perempuan itu adalah ibunya. "Titania tumbuh tanpa kasih sayang ibu sama sekali, bahkan mata-mata ayah  mengatakan jika sikapnya saat dirumah dan dikampus sangatlah berbeda. Lagian masalah ayah dan ibumu itu adalah hal lumrah dalam rumah tangga suatu hari ini nanti kamu pasti mengerti." "Hal lumrah? Suatu hari pasti mengerti? Yah! Derta udah umur dewasa bukan anak smp yang harus ayah bohongi terus menerus seperti ini. Derta tidak akan membiarkan perempuan itu mendekati Titania apalagi berbicara sedetikpun takkan kuijinkan." Hendrik berdiri dari duduknya menepuk pundak putranya kemudian berlalu pergi tanpa mengatakan apapun. Derta hanya menatap punggung ayahnya yang berlalu, mungkin perkataannya sudah keterlaluan tetapi ia hanya tidak menyukai cara ayahnya yang selalu menganggap biasa sikap semena-mena ibunya. Sekarang Derta tau kenapa mereka dipisahkan karena Mereka berdua memang tidak setakdir dan ibunya itu sangat tidak cocok dengan ayahnya yang berhati lembut dan selalu memaafkan seseorang tanpa menuntut apapun. Lihat saja tadi bahkan sikap ayahnya itu seakan-akan membela perempuan gila harta itu padahal sudah dikhianti bahkan ditinggalkan hanya karena kurang kaya. Ibunya lebih memilih sahabat ayahnya daripada ayahnya sendiri dan meninggalkan Titania yang bahkan belum merasakan pelukannya. Inilah alasan mengapa Derta tidak ingin tinggal dirumah ini terlalu banyak kenangan lebih lagi momen saat ibunya, Vania. Mencaci maki suaminya sendiri karena kurangnya uang bulanan yang dia terima. Dan tentu saja Derta mengingat setiap detailnya. Pertanyaannya adalah sampai sejauh mana ia harus berbohong mengenai ibunya sedang yang Titania tau ibu mereka telah tiada sejam setelah ia dilahirkan.                                     **** **** Dapat kurasakan sulur-sulur itu semakin membelenggu otakku, bahkan enggan beranjak dalam hentakan kaki bahkan langkah pelan. **** Ketikannya terhenti saat pintu kamarnya terdorong pelan menemukan pembantu rumahnya membawakan segelas coklat dingin ditambah beberapa cemilan. "Maaf! Aku langsung masuk tanpa ngetuk dulu soalnya kalau ngetuk dulu Kak Nia mana mau bukaiin pintunya." ujarnya saat kakinya melangkah masuk malah mendapatkan tatapan tajam penghuni kamar ini. "Aku simpan disini ya kak! Ibu sedang beresin dapur soalnya Tuan baru makan malam beberapa waktu lalu. Permisi kak." setelah anak pembantu itu berlalu dan menutup pintu kamarnya Titania kembali menatap layar komputernya. Tadinya ia memang singgah di dapur meminta dibuatkan coklat dingin dan ditambah beberapa cemilan pada pembantu karena pasti matanya sudah sulit tertidur karena jam tidurnya sudah lewat bahkan melewati batas seharusnya. Anak pembantu tadi namanya Alma, yang sering mengetuk pintu kamarnya tapi jarang sekali Titania membukanya mungkin membawa sesuatu atau ada perlu lain, katakan Titania keterlaluan tetapi ia hanya tidak ingin diganggu dan untungnya anak yang baru berumur belasan tahun itu sudah hapal dengan sikapnya tanpa tersinggung sama sekali. **** Belenggu hampa yang menyerang tanpa jeda, bahkan naga batinku makin teras membara tanpa adanya pereda utuh. **** Tangannya kembali bermain diatas keyboard, malam ini ia ingin sedikit mengungkapkan gelisahnya rasanya ada sedikit masalah yang menganggu pemikirannya. Dan terlebih lagi sikap abangnya tadi seperti orang yang mempunyai masalah, tetapi biasanya ia akan bercerita tanpa harus Titania bertanya terlebih dahulu, apa karena masalahnya kali ini cukup serius tanpa harus diketahui olehnya? Tapi apa? TING. Titania menoleh melihat ponselnya yang berbunyi menandakan ada pesan yang masuk dan Titania tebak itu adalah grup alay yang dibuat oleh Aloka. **** Cinta jangan terlalu menjebakku dalam melodimu, biarkan aku terlepas terbang mengepakkan sayapku tanpa harus patah ataukah terluka. **** Tanpa memperdulikan ponselnya yang berbunyi jemarinya kembali menari diatas sana, mencoba membuat kata-kata yang cukup rumit hingga hanya pecinta aksara yang bisa memahami setiap ketikannya. **** Aku ingin bersua tanpa adanya pilar yang menghalangi, kita saling berbagi Cinta tanpa awan gelap yang menutupi **** Ketikannya terhenti, "Kenapa terlihat b***k Cinta sekali?" tanyanya pada diri. "Tapikan mereka para pembaca tidak tau kalau ini suara hati. Yang mereka tau ini hanyalah sekedar syair-ku kan?" lanjutnya lagi, TING. TING. TING. TING. "Kalau tidak penting kalian berdua akan kukatai besok!" kesalnya kemudian berdiri mengambil benda pipih yang Titania simpan di ranjang. Pecinta love❤ Titania berdecak kesal melihat nama grup yang tertera paling atas di aplikasi w******p-nya, dan grup itulah yang paling banyak pesannya bahkan nama Aloka masih terlihat mengetik. Aloka : Aaaa Saka ngajak nge-date, ku harus gimana? Deliana : Kamu pergi aja Aloka, kenapa harus nanya sih! Itu nama grupnya kok diganti? Nanti Titania marahin kamu loh! Aloka : Besok temenin aku shopping ya Del! Mau beli baju untuk ngedate sama Saka. Titania engga bakal marah, biarin aku seneng napa! Deliana : Aku engga mau temenin kalau Titania engga pergi. Aloka : Isshh, kita mana bebas kalau ada dia. Please berdua aja ya Deliana cantik. Nanti aku deketin kamu sama Keno deh! Deliana : Engga mau, Titania harus pergi. Kamu ngomong apasih Al! Jangan mulai ngawur deh. Aloka : Itu sih Titania mana sih, kok engga ngeread grup sih. Padahal dia aktif kok. Kamu fikir aku engga tau kalau akhir-akhir ini kamu sering perhatiin Keno, yang anak sastra itu dan yang suka bawa kamera kemana-mana itu. Wkwkwk Deliana : Mungkin dia sibuk. Engga kok, kamu salah paham itu. Aloka : P P P P P Tan! Tan! Tan! Tan!  P P P Deliana : Jangan nyepam Aloka, nanti Titania marah Aloka : Besok dia harus ikut, sebagai sahabat yang baik dong. P P P P P Tan! Nah dia udah ngeread.                                                                   Titania :                                                            Iya, saya ikut.                                                            Udah berisik.                                                       Saya mau tidur. Setelah mengetik pesan ia segera mematikan data selulernya tanpa perduli ocehan Aloka yang berkepanjangan. Melihat charger ponselnya yang sudah memerah ia segera melangkah ke meja belajarnya menyambungkan ponselnya dengan kabel data. Matanya kembali menatap hasil Ketikannya yang belum seberapa, **** Dapat kurasakan sulur-sulur itu semakin membelenggu otakku, bahkan enggan beranjak dalam hentakan kaki bahkan langkah pelan. Belenggu hampa yang menyerang tanpa jeda, bahkan naga batinku makin teras membara tanpa adanya pereda utuh. Cinta jangan terlalu menjebakku dalam melodimu, biarkan aku terlepas terbang mengepakkan sayapku tanpa harus patah ataukah terluka. Aku ingin bersua tanpa adanya pilar yang menghalangi, kita saling berbagi Cinta tanpa awan gelap yang menutupi **** Karena waktu yang sudah menujukkan sebentar lagi pukul 12 malam Titania segera menyimpan file itu dengan nama 'Semesta'. Menyimpannya dalam folder yang sudah ia buat sebelumnya dengan nama 'syair-ku'. Bibirnya tersenyum melihat sudah banyak file didalam sana yang semuanya tentang si 'semesta' itu. Bahkan terkadang Titania bingung apa saja yang sudah ia ketik hingga harus menghasilkan file sebanyak ini? Deliana menyukai Keno? Awalnya Titania pikir itu hanya praduga sementaranya tetapi ternyata Aloka Juga merasakan hal itu, sebenarnya Keno laki-laki yang baik tapi sifat laki-laki itu cerewet sangat berbeda sekali dengan sikap sahabatnya itu. "Kenapa aku harus memikirkan mereka? Ujarnya pada diri sendiri, melihat layar komputernya sudah gelap, Titania segera mematikan lampu kamar menggantinya dengan menyalakan lampu tidur berwarna orange. Kemudian membaringkan tubuhnya di ranjang. Perlahan matanya terpejam, mencoba memberikan harap pada diri sendiri bahwa esok akan terus baik-baik saja. "...temui aku dalam bunga tidurmu semesta, semoga esok masih banyak waktu untukku menumpuk segala rasa Cinta padamu..."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD