Chapter 41 : Pollen

918 Words
“Apa kau pikir menembakku dengan panahmu akan membuatmu sedikit berguna? Tentu saja tidak Aalina” hasut Pollen yang dilindungi oleh tembok pasir mengelilingi tubuhnya. Sejak tadi, atak henti-hentinya Aalina menembakkan panah sihirnya mencoba mengenai batu yang dipegang Pollen. Namun selalu terhalang oleh sihir pasir melindungi tubuhnya. “Jika kau memang ingin mengalahkanku. Cepat turun kemari. Atau apakah kau memang takut melawanku secara langsung dan mencoba menjaga jarak denganku hah? Dasar pengecut!” Teriak Aalina kepada Pollen. Bukan hanya tembok pasir yang menghalanginya. Namun para Ghoul terus saja berdatangan menghampiri dirinya dan pasukan pasir buatan milik Pollen. Meskipun mereka semua cukup mudah untuk dikalahkan oleh Aalina yang terpojok. “Aku ingat dengan perkataan ibuku tentang kau yang kelak menjadi sosok yang kuat dan pemberani karena memiliki hal yang berbeda dari pada yang lain. Dan lihat kau sekarang. Aku rasa ibu akan menyesal pernah berkata seperti itu melihat kondisimu sekarang.” Sepertinya Pollen memiliki hubungan yang dekat dengan Ibu Aalina membuat mereka memiliki banyak memori berdua.  “Dan sekarang lihat ibumu sekarang. Mati dengan hal yang konyol. Apakah kau ingin aku untuk mendengarkan nasehat orang yang telah mati” Perkataan Pollen barudan membuat Aalina naik pitam. “Jaga mulutmu kepa**t. Aku akan membunuhmu sekarang juga” Aalina melompat dengan sangat tinggi di udara hampir menyentuh awan. Lalu dia mencoba melesat meluncur ke arah Pollen yang masih tertutup oleh tembok-tembok pasir sihir miliknya. Aalina menarik anak panahnya sekuat tenaga. Mencari momentum dan saat yang tepat untuk menembaknya. Ia melihat celah dari balik tembok pasir itu. Butiran-butiran debu bolong yang membuatnya mudah untuk disentuh. Aalina membidik panahnya dan seketika melesatkan anak panahnya dengan sihir sekuat tenaganya menembus ke dalam dinding. Tak berhenti disitu saja, Aalina yang masih melayang di udara menaruh busur panahnya kembali ke balik punggungnya dan menarik dua pisau belati yang ia simpan di samping sepatu kiri dan kanannya. Mencoba menerobos masuk secara paksa ke dalam dinding pasir itu menyerangnya secara brutal. Aalina menoleh ke kedua tangannya menggenggam belati miliknya dengan sangat erat. Serangan pamungkas ini haruslah tepat sasaran karena ia sudah lelah meladeni Pollen yang makin lama membuatnya gusar. “Apakah itu teknik . Baiklah aku akan membantumu” Pollen melepaskan semua tembok pasir yang berada di dekatnya. Ikut meluncur bersama Aalina ke udara. Sementara panah yang tadi Aalina tembakkan dengan mudah dihindari oleh Pollen, namun tidak sia-sia. Panah itu berhasil menembus ke badan prajurit pasir milik Pollen menghancurkan mereka bersama-sama. Sementara Pollen yang sekarang berada di udara, berusaha merangkul Aalina mencoba melawannya.  “Ini  sama seperti dulu Aalina. Aku ingin melakukannya lagi bersamamu” ucap Pollen dengan suara yang terhalang oleh hembusan angin yang kencang. Sementara itu, Aalina tidak mencoba menghindar ataupun berpaling. Ia malah menyerang Pollen yang berada melayang di udara sedikit di atasnya dengan tendangan memutar tetapi tidak berhasil. Pollen menghindarinya dengan mudah Melawan seseorang saat berada di udara tidaklah mudah. Selain karena gravitasi yang membuat orang tersebut tidak memiliki waktu yang lama saat berada udara. Melakukan gerakan-gerakan akrobatik dan teknik kompleks menjadi jauh lebih sulit saat menginjak tanah. Karena kita bisa mengontrol kondisi tubuh kita sendiri. Sedangkan saat di udara. Tidak. Gagal menyerang. Aalina pun jatuh terlebih dahulu mendahului Pollen. Anehnya, Pollen tetap berada di udara posisinya semula. Ia seakan-akan memiliki sayap yang mampu menjaga kestabilan posisinya di udara. Hendak bersiap-siap untuk jatuh. Aalina memiringkan tubuhnya agar bisa menerima tanah dengan lancar tanpa ada cedera yang berarti. Tiba-tiba, Pollen berhasil menyusul Aalina yang jatuh kebawah dan berkata “ Apakah kau terkesan” dan langsung saja menendang Aalina yang melayang bersama angin jatuh ke tanah. Tetapi untung saja, dibawah ada Neville dengan siap menangkap Aalina di dalam dekapannya sambil ikut meloncat mengatur posisi meskipun akhirnya ikut terpental karena tidak kuasa menahan beban yang ia tanggung. Terpojok oleh batu meretakkan sebagian sisinya.  “Apa kau tidak apa-apa Aalina?” Tanya Neville khawatir kepada Aalina dengan wajahnya terpangku oleh tangan Neville. “Tidak apa-apa” jawab Aalina dengan nafas tersengal-sengal meskipun menjawab tidak apa-apa, ada sedikit tulangnya yang retak karena menahan serangan Pollen. Begitu juga dengan Neville.  “Aalina siapa dia sebenarnya”  Tanya Gavin penasaran sambil memandang Pollen yang masih melayang di atas udara. Benar-benar melayang. Seperti angin berada di kubunya sekarang. “Kau tidak perlu menjawabnya Aalina. Kau masih perlu waktu beristirahat” kata Neville khawatir. Meskipun tubuh Aalina memang nampak baik-baik saja hanya sedikit ruam yang terlihat di bagian punggungnya yang terbuka. “Tidak apa-apa Neville” balas Aalina berusaha meyakinkan Neville yang terlalu khawatir. Ia pun mencoba bangun dari sekapan Neville, merasa tak enak bila dia terus menahan bebannya sedangkan Neville juga pasti mengalami kelelahan “Dia adalah Pollen. Kaum Izia, sama sepertiku dan prajurit lainnya disini. Dia orang yang dekat dengan keluargaku, termasuk aku. Terutama kakakku. Aku sudah menganggap dia layaknya kakak kandungku sendiri. Namun melihatnya melayang diatas sana dan membawa pasukan seperti ini sungguh sangat membuatku bingung. Karena, dia seharusnya sudah mati” lantas saja mendengar itu membuat Gavin dan Neville tercengang takut sekaligus tak percaya. Ternyata sihir tentang kebangkitan manusia itu memang benar-benar nyata.  “Kau pasti sedang berbohong kan Aalina mana mungkin seseorang yang mati bisa hidup kembali” Kata Gavin tak percaya. “Kau sudah melihatnya sendiri dengan apa yang kau lawan barusan. Mereka semua adalah mayat hidup tak terkecuali dengan orang yang ada diatas itu” Aalina menunjuk Pollen yang masih melayang memandang mereka ke bawah.  “Walaupun aku tidak yakin seratus persen. Tapi aku melihatnya mati dengan sadar. Namun ada yang berbeda dengan dirinya. Fisiknya, raut mukanya, benar-benar berbeda daripada Pollen yang aku kenal sebelumnya”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD