Chapter 42 : Anak Terkutuk

1931 Words
Beberapa tahun yang lalu. Seorang bayi lahir dari keluarga cukup terpandang di Suku Izia. Bayi itu merupakan bayi yang dinanti-nantikan kedatangannya setelah sekian lama Sang Orang tua berusaha semaksimal mungkin agar mendapatkan keturunan. Ayah dari sang bayi ini adalah anak dari Tetua kaum Izia saat ini. Tetua Drehalna. Beribu-ribu macam cara baik sang ayah maupun Tetua Drehalna untuk mendapatkan bayi ini. Hingga akhirnya usaha mereka bersusah payah terbayarkan. Sontak, mendengar kabar gembira tentang Anak Tetua yang mendapatkan momongan mendapat sambutan baik dari semua warga desa. Mereka mengadakan pesta sebulan penuh untuk merayakan kedatangan sang anak. Namun naas, sesaat satu bulan setelah pesta. Sang ibu dari anak itu meninggal dunia karena sebab yang tidak jelas.  Ayah dari anak itu tentu saja sangatlah bersedih. Kelahiran anaknya membawa petaka kepada hidupnya yang lain. Baik sang ayah dan sang anak mengurung diri mereka sendiri selama satu musim penuh dari orang-orang desa. Selama berada dalam masa penyendirian, Kondisi hutan Izia berbeda dari biasanya. Banyak tanaman yang tumbuh layu dengan buah-buahan yang biasanya segar menjadi busuk tak dapat dimakan. Membuat Warga Izia mengalami kesengsaraan mereka sendiri. Hingga akhirnya warga desa memutuskan untuk menemui anak laki-laki Tetua itu. Penasaran dengan kondisinya saat ini. Tapi bukannya membaik, Sang Ayah malah ditemukan menggan*ung dirinya sendiri. Kemeriahan dan kegembiraan yang dialami warga desa berubah menjadi kengerian. Mereka menganggap anak itu adalah sumber masalah. Orang tuanya terbunuh dengan cara yang kejam setelah kelahirannya di bumi ini. Mereka mengecam, mencoba mengusir dan membunuh bayi itu. Saat malam tiba, rumah yang dihuni oleh bayi itu dibakar secara diam-diam. Meninggalkan bayi itu terbaring di sana tak berdaya sendirian. Namun sang Nenek, Tetua Drehalna bersikukuh untuk menyelamatkan dan menyembunyikannya dari amukan warga desa. Namun dia terlambat, Bayi itu harus menanggung luka bakar yang sangat parah di mukanya. Tercoreng warna merah dari ujung pelipis hingga di bawah mulut. Sedangkan mata bagian kannya menjadi putih terkena abu dari pembakaran rumah itu. Tetua Drehalna tak bisa terus menerus menyembunyikan bayi itu. Dia harus menaruhnya ke tempat lain, yang lebih aman. Sementara warga desa mempercayai kalau bayi itu sudah mati. Dia memiliki kerabat yang cukup dekat, hidup di dalam pedalaman hutan bersama dengan alam, Urfinn namanya. Namun Urfinn sudah memiliki keluarga untuk dia urus sendiri, lengkap dengan istri cantik dan dua anak yang lucu. Tetua Drehalna awalnya malu bila harus menitipkan bayi itu kepada mereka. Namun saat Tetua Drehalna pergi kesana, Urfinn merasa kasihan dengan nasib yang diderita bayi malang itu ia sempat menolak untuk memelihara bayi itu karena Freda sendiri memiliki dua anak yang yang masih perlu perawatan dengan teramat sangat. Sementara istrinya, Freda malahan dengan sukarela mau untuk mengurus dan merawat bayi itu bersama mereka. Freda berkata sanggup untuk merawat satu anak lagi. Dan ia yakin, asumsi tentang kaum Izia soal bayi ini adalah kesalahan besar. Freda melihat sendiri mata bayi itu yang besar mengatakan kalau dia bukanlah bayi terkutuk. Freda pun bertanya, “Siapa nama bayi ini?” namun Tetua Drehalna belum sempat memberikannya nama. Ia menyuruh Freda untuk memilihkan nama untuknya. Nama yang cocok untuk bayi polos tanpa dosa “Baiklah. Namamu sekarang adalah Pollen” “Nona. Gerombolan Ghoul ini bertambah semakin banyak” teriak salah satu prajurit yang melawan Ghoul sendirian sedangkan rekannya yang lain juga ikut membantu melawan gerombolan Ghoul di sisi lain. Mereka masih belum bisa menemukan titik lemah dari monster itu. Tusukan atau cabikan tombak terasa tak berpengaruh, mereka masih bisa bangkit kembali. Sementara itu, Gerombolan Ghoul lain sudah menumbuhkan sayap di punggung mereka membuat mereka bisa terbang dan memiliki mobilitas lebih tinggi daripada sebelumnya. Walaupun Para Ghoul memiliki gerakan yang cepat meskipun proporsi badan mereka tak sempurna terseret-seret. Kecepatan para prajurit Izia juga tak bisa dianggap remeh. Mereka dengan mudah menghindari terkaman dan gigitan para Ghoul seraya mencoba menyerangnya secara berkala memukul mundur mereka kembali posisi awal. Tetapi hal itu hanya berlaku sementara, Satu-dua Ghoul mungkin masih bisa untuk diatasi. Namun para mayat yang bangkit di tempat mereka beredar mulai datang dari sembarang tempat berkumpul melawan para prajurit itu bersama-sama. Sekarang, para Prajurit sudah mulai kewalahan dan kehabisan trik. “Coba serang leher mereka dengan energi sihirmu. Niscaya mereka akan langsung hilang bertabur dengan debu” Balas Neville berteriak memberi tahu mereka. “Darimana kau tahu itu?” Tanya Aalina penasaran. “Menurutmu bagaimana aku tadi mengalahkan kumpulan Ghoul secara langsung?” Balas Neville tersenyum bangga karena menemukan titik lemah mereka. Para prajurit itu mencoba saran yang dikatakan Neville. Walaupun awalnya cukup susah karena para pasukan Ghoul itu terus saja dengan lincah menghindar, mereka telah mendapatkan pola gerakan dari para Ghoul itu. Satu tusukan berhasil dituju ke kepala mereka, dan benar saja, Ghoul itu berhasil dikalahkan  tubuhnya hancur menjadi abu tertiup angin. Melihat salah satu prajurit berhasil melakukan itu, rekan-rekannya yang lain ikut menggunakan saran yang sama. Namun kali ini melawan Ghoul yang berterbangan memiliki sayap. Cukup berbeda daripada Ghoul yang lain. Salah satu prajurit mencoba melompat dengan disunggi rekannya disamping sehingga lompatannya dapat melampaui tinggi dari Ghoul itu. Tentu saja, awalnya Ghoul itu cukup pintar untuk menghindar. Sang prajurit yang memiliki pergerakan terbatas juga tidak bisa melakukan banyak hal. Namun akhirnya, saat Sang Prajurit yang terbang dan jatuh ke tanah, Ghoul itu malah menghampirinya dengan menukik serangan cakaran tajam di tangannya. Tanpa basa basi, Prajurit itu tidak bisa melewatkan kesempatan berharga itu. Dia langsung saja dengan cepat menodongkan tombaknya ke arah sang Ghoul dan berhasil kena. Ia menarik tubuh sang Ghoul yang juga dengan perlahan hancur menjadi debu sebagai tumpuan sementaran sebelum dia jatuh ke tanah. Dia berhasil mengalahkan sang Ghoul itu. “Kalian melihat ke arah yang salah!” Pollen yang melayang di udara menghardik Kawanan Aalina yang terlalu fokus melihat Sang Prajurit bertarung. Dia pun mengeluarkan semacam bor yang terbuat dari pasir mencoba mengenai kawanan itu secara langsung.  “Awas!” Teriak Aalina panik memberi peringatan kepada Neville. Sementara itu Neville berhasil berguling di tanah menghindari serangan itu sambil meraih tubuh Gavin. Namun Neville gagal menarik tubuhnya “Neville. Lihat ini!” Gavin melayang di udara dengan kakinya tampak seperti ada energi sihir. Dan benar saja, itu memang sihir angin, dan Gavin berhasil bermanuver menggunakan sihir itu. “Sihir semacam itu tidak akan cukup dasar bocah.” Pollen melempar proyektil berbentuk jarum sangat panjang terbuat dari pasir ke arah Gavin. Neville mencoba membantu Gavin dengan melompat dan menahannya dengan tameng energi mataharinya. Namun karena tidak cukup cepat, Proyektil itu berhasil melewati bahu Neville dan langsung menuju ke Gavin. “Seranganmu juga tidak akan cukup dasar orang aneh!” Gavin tampak menikmati itu. Dia melayang kesana kemari dengan energi sihir di bawah kakinya yang terlihat seperti bola angin menghindari serangan demi serangan dari Pollen secara bertubi-tubi. Hingga akhirnya, sihir angin itu berhenti. Dan Gavin jatuh tersungkur ke tanah dengan mukanya mencium bau pasir bekas serangan Pollen tadi. Pollen pun geram. Tidak ada satupun serangannya yang berhasil melukai kawanan itu. “Sand Wall” Teriak Pollen dengan sangat keras. Toba-tiba, Pasir setinggi 5 orang dewasa muncul mengelilingi kawanan Aalina. Tidak ada ruang untuk kabur ataupun berlari. Mereka terjebak. Termasuk Neville yang sedang membantu Gavin untuk bangkit setelah terjatuh sebelumnya. “Kalian tidak akan bisa lolos dengan yang satu ini” “Aku benci untuk melakukan ini. Kau satu-satunya orang yang berhasil memojokkanku Pollen!” Aalina meraup wajahnya sendiri. Meninggalkan bekas berwarna Merah di titik yang ia sentuh. Mirip seperti tinta, namun memiliki sinar dan terang. Baik Neville dan Gavin tidak tahu apa itu yang barusan dilakukan Aalina. Dandanan mukanya mulai berbeda sekarang, penuh dengan lukisan. Aalina tampak lebih kuat sekarang. “Apakah aku perlu merasa tersanjung” Balas Pollen. Semebtara tembok pasir itu mulai mendekat dan mendekati mereka. Dengan cepat, Aalina melompat sambil merangkul Neville dan Gavin secara bersamaan. Dia melempar Neville jauh-jauh keluar dari Zona area sihir pasir itu. Dengan sedikit sihir angin yang tersisa, Gavin pun membantu Neville agar bisa melayang cukup jauh bersamanya ke tempat yang lebih aman bersama para prajurit Izia lainnya yang masih sibuk melawan para Ghoul.  Angin sangat kencang berhembus dari bawah ke atas, melayangkan segala sesuatu yang ada diatasnya tak terkecuali Aalina. Rambutnya yang diikat ekor kuda ikut tertarik ke atas. Sementara Pollen dengan wajah yang membuatnya kesal berada secara langsung di hadapannya. “Kau tidak perlu melakukan ini semua Pollen” Bujuk Aalina mencoba membuatnya menyerah. “Apa yang kau ketahui tentang diriku. Ini semua adalah yang aku mau. Wajah rupawan dengan kekuatan luar biasa. Membunuh kalian disini adalah hanyalah salah satu rencana kecil dari skema besar yang aku akan lakukan. Kau seharusnya berbangga ikut berperan dalam rencanaku. Apakah kau sungguh tidak ingin membangunkan ibumu?” Pollen dengan keras kepala malah berbalik membujuk Aalina. “Kalau begitu maafkan aku Pollen. Mungkin ini satu-satunya cara yang tepat.” Aalina menarik busurnya kuat-kuat seraya masih melayang di atas udara. “Apakah kau pikir bisa mengenaiku semudah itu” balas Pollen sambil pergi melayang menjauh dari Aalina menjaga jarak. Dia tidak tahu apa yang akan ia lakukan, namun lebih baik untuk bersiap-siap akan kemungkinan yang terburuk. Panah melesat dari busur panah Aalina. Namun bukan panah biasa, bukan juga panah yang dialiri energi sihir biasa. Panah itu membentuk Proyeksi cahaya berwarna ungu dengan sangat besar dan panjang melewati lintasan arah panah itu. Hingga akhirnya terbentuk sesuatu mirip tubuh seekor naga. Namun Pollen sudah berjaga-jaga akan hal itu, dia menghindari panah itu dan melayang-layang di udara sambil menembakkan proyektil-proyektil pasirnya ke arah sihir aneh itu. Tidak berhasil. Panah Aalina selain terlihat sangat masif namun juga tidak bisa dihentikan. Hampir mustahil. Satu-satunya cara bagi Pollen adalah kabur dan menghindar hingga energi sihirnya habis, namun sia-sia juga. Entah sudah berapa lamanya namun panah itu tak kunjung berhenti mengejar Pollen. Pollen pun menggunakan teknik pamungkas terakhirnya. Mengumpulkan pasir menjadi satu dan membuat tembok tebal berlapis-lapis untuk melindunginya. Lapisan pertama terasa cukup sulit untuk ditembus. Panah itu bergerak melambat. Namun lama-kelamaan keretakan mulai terjadi. Panah itu berhasil menembus lapisan pertama tembok pasir. Lalu dengan mudahnya menembus semua lapisan yang menahan panah itu. “Ahh tidak mungkin. Dindingku!” Pollen berteriak panik. Panah Aalina berhasil menusuk tubuh Pollen. Mengeluarkan aliran energi besar. Terlihat aliran energi sihir berbentuk naga tadi menelan Pollen hidup-hidup. Sementara itu Pollen merintih kesakitan berteriak dengan sangat keras. Merusak seluruh tubuhnya. Termasuk mukanya. “Tidak ada yang bisa menghindar dari panahku” ucap Aalina dengan angkuh Pollen pun terkapar di tanah. Sementara wajahnya yang tampan berubah menjadi sangat rusak dengan goresan gosong kentara melintas di rupanya. Tapi masih sadar, ia menatap Aalina dan kawanannya bersungut-sungut. Di balik punggungnya, dia mengambil sebongkah gemstone yang ia pegang dan angkat dengan sangat erat. “Ini belum selesai Aalina. Aku masih punya trik lain” balas Pollen dengan gigih.  “Nona, kami sudah mengalahkan semua Ghoul disini” kata salah satu prajurit melaporkan keadaannya. Aalina menengok, benar saja tidak ada Ghoul yang tersisa di lembah itu  hanya tinggal Pollen yang tersisa Mendengar itu, Pollen malah semakin kesal. Ia melempar gemstone nya ke udara. “Apa yang kau lakukan Pollen” teriak Aalina heran dengan apa yang hendak ia lakukan. “Sudah kubilang semuanya terlambat. Kau tidak akan bisa menghentikanku kali ini, Aalina” Gemstone itu bersinar, hancur dengan sendirinya menjadi abu, sama persis seperti cara Ghoul yang hancur tadi. Lalu seketika langit yang cerah berubah menjadi gelap, awan hitam muncul tiba-tiba mengisi langit. Para Ghoul, yang telah musnah tiba-tiba bangkit kembali, muncul menyerang kembali para prajurit kali ini. Dengan kekuatan yang jauh lebih kuat daripada sebelumnya. Sementara Pollen beregenerasi dengan utuh, bahkan jauh lebih sempurna. Seluruh lukanya akibat panah dari Aalina pulih kembali, seperti tak terjadi apa-apa. Pollen pun berdiri. Kali ini dengan tanduk yang mulai tumbuh di dahinya. “Aku telah bangkit kembali. Menjadi sosok yang lebih sempurna, Aalina”.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD