09. Kehidupan Baru Margareta

1059 Words
Satu bulan kemudian, Margareta sudah benar-benar sembuh total kandungannya pun saat ini membaik. Ia tak lagi merasakan sakit, tubuhnya segar buga dan lukanya benar-benar kering. Ia sudah bisa membantu Emili untuk membersihkan rumah dan memasak, bahkan ia sudah bisa pergi kegereja untuk melakukan peribadahan yang memang sangat ia rindukan itu. “August menceritakannya sebelum kami menemukanmu,” ujar Emili menghakhiri ceritanya tentang bagaimana ia dan Tolios mengetahui tentang kebenaran Margareta. Saat itu mereka bertiga tengah menikmati makan malam. Awalnya Emili tak ingin mengatakannya tapi harus, sebelum semuanya terlambat. Sedangkan Margareta hanya bisa mengelus perutnya secara perlahan, ia kini tahu siapa ayah dari janin yang ia kandung. Ia tak kaget mengetahui bahwa pertemuan singkat dengan incubus itu bisa mengakibatkan nafsu perzinahan yang kuat baginya, sedangkan Margareta saja bisa lupa bahwa ia bertemu dengan makhluk itu. “Tapi bagaimana makhluk itu bisa masuk gereja, sementara aku yakin gereja selalu dipagari doa dan amalan?” tanya Margareta seolah ingin tahu. “Kau bilang kejadian itu terjadi setelah kematian tetua pendeta, jika bisa aku dan Emili asumsikan bahwa saat itu bulan purnama posisi dimana kekuatan sihir dan alam lain sangat kuat sementara doa melemah. Kemungkinan besar ia memiliki satu dari pusaka Tuhan untuk masuk kedalam gereja, pusaka Tuhan bisa melemahkan jerat doa pada iblis,” papar Tolios berusaha menceritakan bagaimana proses masuknya iblis itu kedalam gereja hingga mengakibatkan dirinya hamil. Margareta mengangguk meskipun ia tak seyakin itu paham dengan apa yang dikatakan Tolios, tapi adanya incubus itu saja sudah membuktikan bahwa dunia iblis dan malaikat itu benar-benar ada. Meskipun ia tahu bahwa anaknya setengah manusia dan iblis, ia tetap tak menaruh kebencian, bagaimana pun ia akan tetap merawatnya sampai anak itu sudah tak seharusnya ia rawat. Bahkan Emili juga mengatakan bahwa jika pun anak itu sudah lahir mereka akan tetap mengurusnya, meskipun Emili berpesan bahwa anak itu lahir dalam bentuk manusia. Dalam artian jika lahir dalam bentuk selayaknya sang ayah Emili meminta Margareta untuk membawanya pergi menjauh dari gereja, Margareta tahu maksud ucapan Emili itu. “Aku bukan jahat dengan menyakiti perasaanmu, tapi aku harus melakukan itu,” ujar Emili lagi kini. Margareta mengangguk, ia tak harus marah pada Emili karena jika nanti ia harus diusir lagi. Diberi tempat tinggal hingga ia melahirkan pun sudah sangat membuatnya bahagia, jikan nanti anaknya tak selayaknya manusia ia akan membawanya pergi menjauh agar tak membuat semua orang bertanya, juga supaya Emili dan Tolios tak malu pernah mengurusnya selama hamil. “Kalian mengurusku selama hamilpun aku sudah sangat bahagia, Bibi,” ucap Margareta yang baru keluar sejak datang untuk makan malam tadi, meskipun Emili dan Tolios berbicara panjang lebar tentang dirinya. Kini mereka kembali menikmati makan malam itu. Sudah lebih sebulan Margareta ada di sana, tapi mereka hanya mereka yang terus berada di sana. Padahal jika ia lihat diruang tahu ada sebuah bingkai lukisan yang memperlihatkan gadis cantik di samping lukisan Emili dan Tolios. Lukisan itu sangat jernih dan begitu indah. Bahkan ada sebuah kamar yang terlihat rapi dengan ranjang besar, di atasnya ada dua lukisan dengan wajah yang sama seperti di ruang tamu. Selama itu Margareta tak bertanya begitu juga Emili dan Tolios yang tak mengatakan apapun. Selesai makan malam Margareta kembali pergi kekamar tidurnya saat Emili tak mengijinkannya membantu membersihkan peralatan makan, sementara Tolios pergi kegereja untuk mengurus untuk ibadah besok pagi, sedangkan ibadah terakhir sudah sebelum makan malam tadi. Rutinitas baru yang dimiliki Margareta kini. Malam belum begitu larut, ia tak bisa memejamkan matanya, ia hanya bisa menatap hamparan langit yang penuh bintang dari jendela yang ada di kamar. Sungguh mala yang indah tak sedikitpun tertutup awan, bulan bahkan terlihat terang seolah berdiri gagah di puncak bukit. Saat itu bukan malam bulan purnama. “Kau mirip sekali dengan Eries.” Emili datang membuyarkan lamunan sesaat Margareta. Margareta yang mendengar suara Emili langsung mengalihkan pandangannya dan melihat kedatangan Emili. “Eries?” ulang Margareta seolah nama itu asing ditelinganya. “Kau pasti sudah pernah melihat wajah lukisan seorang gadis perempuan yang terpajang di ruang tamu dan kamarnya. Gadis itu bernama Eries, anak kami.” Raut wajah Emili berubah seketika setelah mengatakan tentang Eries anak gadisnya, kemudian ia menuju ujung ranjang Margareta untuk duduk. “Kemana dia sekarang?” Margareta bertanya lagi. “Sebelum aku beritahu kemana dia sekarang, biarkan aku bercerita lebih dulu tentangnya. Mari duduk di sampingku.” Margareta mengindahkan ucapan Emili lalu duduk di ranjang yang sama dengan perempuan tua itu. Usia Emili dan Tolios kini sudah hampir sembilan puluh tahun, usia yang cukup tua sebagai seorang manusia. Mereka sudah menikah sejak tujuh puluh tahun lalu, tapi ketika usia pernikahan mereka menginjak hampir empat puluh tahun mereka juga belum dikarunia seorang anak, hingga datang seorang anak laki-laki yang kemudian bernama August. Emili dan Tolios sangat menyayangi August menganggap seperti anak mereka sendiri, tapi August harus pindah ke Beliluan saat mereka memintanya menjadi pendeta tetap, beberapa tahun setelah kepergian August, Emili yang tua akhirnya hamil. Sembilan bulan kemudian melahirkan anak yang sangat cantik bernama Eries. Eries dibersarkan dengan penuh kasih sayang dan kehati-hatian, ia tumbuh cantik dan pandai, selalu menjadi kebanggan keluarganya. Hingga suatu ketika terjadi musibah kebakaran besar di dalam gereja yang membuat Eries mati dalam peristiwa itu. Perasaan sedih bercampur aduk dalam diri Emili sebagai seorang ibu, ia tak tahu harus melakukan apa karena Eries anak satu-satunya. Sepuluh tahun pun berlalu, jika anak Eries saat ini mungkin sudah berusia 28 tahun. Eries mungkin mati, tapi kenangannya akan terus ada, maka dari itu Emili tetap memasang lukisan Eries di kamar dan ruang tamu, apalagi Emili yang setua itu sudah tak bisa lagi memiliki anak. “Saat melihatmu aku pikir Eries hidup kembali ditubuh yang berbeda,” kata Emili mengakhiri ceritanya. “Berapa usianya saat ini?” “Aku tidak yakin pasti, tapi kata ketua biarawati saat ia menemukanku saat itu aku berusia 10 tahun, jika dihitung sekarang sekitar 28 tahun,” jawab Margareta. Bukan hanya wajah dan tubuh yang mirip, tapi usia mereka pun hampir sama. Itu seperti sebuah takdir yang mempertemukan keduanya. “Memang sebelumnya bagaimana keadaanmu, kenapa sampai ketua biarawati menemukanmu? Kemana orangtua dan keluagarmu?” tanya Emili lagi. “Aku tidak tahu kemana mereka, karena aku tidak ingat peristiwa apapun sebelum aku berada di gereja,” ujar Margareta. Emili hanya mengangguk mendengarkan ucapan Margareta itu. Mungkin kehadiran Margareta seperti sebuah takdir untuk menggantikan Eries yang telah lama tiada. Selain itu keduanya juga sama-sama seorang biarawati yang pasti dekat dengan Dewa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD