episode 12

1003 Words
Air mata adalah bukti kalau kita punya perasaan,,, Dan saat tertetes itulah saat perasaan kita terluka,,, Kesepian mengajarkanku bahwa terkadang hidup tak selalu dihiasi dengan canda bersama orang yang kita sayang serta perduli pada hati kita, tapi kita terkadang harus rela mengalah demi yang kita cinta walau hati kita terluka,,, "Fir, "suara lembut yang mengalun indah dalam telingaku menyentakkanku dari lamunan hatiku yang penuh luka. Ku tolehkan wajahku padanya, pada kekasihku yang selalu menemaniku, tapi aku tak tau sampai kapan dia akan selalu bersamaku, matanya yang penuh kasih saat memandangku membuatku takut kalau suatu hari aku tak dapat lagi melihat pandangan kasih itu. "Heh, kau melamun? apa yang kau pikirkan? apa kau tak suka dengan cincin yang ku berikan itu? "tanyanya bertubi. Mataku beralih pada cincin berlian yang terpasang melingkar di jari manisku, cincin yang sangat indah yang bahkan diimpikan seluruh kaum hawa, bukan aku tak suka pada cincin itu, aku hanya teringat ucapan ibuku, bahwa pacarku itu orang kaya dan aku harus memanfaatkannya, sedang aku tak bisa melakukan itu karena aku tulus mencintainya. "Aku suka, tapi, cincin ini tak cocok untukku, apa kata orang?mereka akan mengatakan kalau aku hanya memanfaatkan seorang pengusaha berlian saja, "ucapnya sambil terus memperhatikan cincin itu. Sebuah lengan kokoh kurasakan melingkar dibahuku, ku alihkan perhatianku padanya, senyum manis yang selalu membuatku tak ingin kehilangannya, "Aku tak pernah perduli apa kata orang, yang ku perdulikan hanya kata hatiku, harta itu hanya titipan, Fir, tak ada salahnya aku berbagi hadiah pada kekasihku, 'kan? "ucapnya menenangkanku. Ucapannya membuat ku semakin takut akan ada hari dimana aku tak bisa lagi mendengar kata itu, "Semoga, kak, Lana, tidak akan berubah, "ucapku berharap sambil menggenggam tangannya yang ada dibahuku. "Tentu, sayang, "jawabnya. Hari bisa berganti,,, Waktu juga akan berakhir,,, Tapi rasa yang miliki untuknya akan selamanya abadi,,,, ***** Teng... teng... teng... Bel tanda mulai pelajaran bagi Mahasisa senior seharusnya dimulai tapi karena ini liburan maka bunnyi itu diperuntukkan untuk mahasiswa baru yang akan mengikuti ospek besok, seluruh Mahasiswa barupun berkumpul di aula di kursi yang sudah disediakan, Maulana menggandeng tangan kekasihnya menuntunnya duduk di kursi paling depan, tak lama kemudian senior yang akan melakukan ospek pada mereka satu persatu berdatangan. "Adik-adik,kakak ucapkan selamat menjadi mahasiswa di universitas negri Madangkara, kakak juga akan mengenalkan para senior yang akan memberikan ospek untuk kalian besok,kalian sudah siapkan untuk ospek besok?" ucap senior itu. Seluruh calon peserta ospek pun mengangguk dan ada juga yang berteriak setuju. "Baiklah, mulai dari kakak ya? nama kakak, Rava Aditia, panggil saja kak, Rava, dan itu teman-teman kakak mulai dari yang ujung, Kak, Ferdian Syah putra, "ucap Rava memperkenalkan temannya satu persatu hingga akhir. "Jika sudah, oh,ya,kakak ingin kalian dibagi perkelompok, anu,ya,nama bunga saja, cewek cowok tidak apa-apa,mengerti?"ucapnya lagi memberi penjelasan. "Mengerti kak, "seru para calon Mahasiswa baru. Para Mahasiswa baru pun mulai menjalankan perintah para seniornya, Maulana mulai mengeluarkan kertas dan bolpoin, "Kita satu kelompok saja, Fir, bunga teratai,"ucapnya sambil menuliskan nama kelompok dan anggotanya. "Tapi, masak hanya dua orang, kak, Lana? "tanya Firanda. Pria itu memiringkan kepalanya sejenak menatap sang kekasih sambil tersenyum penuh arti. "Tenang saja, sebentar lagi juga mereka datang memintak bergabung dengan kita,"ucapnya sambil memainkan anak rambut gadis itu. Firanda dengan perlahan menyingkirkan tangan kekasihnya itu, nggak enak juga dilihatin banyak orang. "Dilihatin banyak orang, kak, "tegurnya. Pria itu hanya terkekeh ringan. "Fir, kita satu kelompok,ya?"ucap Andrian sambil mendudukkan dirinya disamping gadis itu. "Itu terserah kak, Lana, saja, dia, 'kan, ketua kelompoknya, "jawab Firanda sambil melirik sang kekasih. Andrian langsung bermuka masam, ia heran pada gadis itu kenapa juga harus Maulana yang jadi ketua kelompoknya, kenapa tidak dirinya saja, "Ah, Fir, kenapa harus,Maulana,si? seperti tidak ada yang lain saja, "protesnya tak setuju. "Karena kak, Lana, yang buat kelompoknya, dan aku hanya diajak saja, "balas Firanda santai. "Sudalah! And, kau mau gabung atau tidak? nggak usah banyak komentar,"tukas Maulana yang merasa terganggu juga dengan protesan pria itu. "Heh, diam kau! kere, nggak usah sok ngatur aku deh, "sewot Andrian. Maulana hanya menghela nafas berat, kadang heran juga dia dengan pria itu, selalu menyebutnya kere, padahal dirinya dan pria itu juga lebih tajir diringa kemana-mana,tapi dari pada ribut lebih baik diam saja. "Apa katamulah, "ucapnya tak perduli. Andrian memicing pada pria itu, dia mulai berfikir jika tak mau gabung maka pasti dia dan gadis yang disukainya akan selalu dekat, walau tak suka lebih baik terima saja. "Baiklah, tapi ingat, ya, aku nggak mau kau hanya memanfaatkan ku, "ucapnya setuju tapi juga memberi sarat. "Kak, Lana, nggak akan begitu kali, And, "sahut Firanda sambil melirik tak suka pada Andrian. Maulana tersenyum mengejek pada Andrian,mausia bodoh mana yang bisa menghina orang didepan kekasihnya, pasti akan dibelanya, "Kau tenang saja, "ucapnya sambil menuliskan nama pria itu dalam daftar nama anggotanya. Syeren kebingungan mencari keberadaan pria pujaan hatinya, dia pun berdiri dari tempat duduknya lalu mengarahkan matanya keseluruh penjuru ruangan, bahkan diantara para mahasiswa, matanya memcing dengan bibir tersenyum saat melihat Maulana terlihat duduk di kursi paling depan,gadis itu segera melangkahkan kakinya menghampiri pria itu, ia langsung mengalungkan tangannya di leher pria itu saat sudah berada tepat di belakangnya, tanpa dia sadari Rava melihatnya, ia tau kalau gadis itu memang menyukai sahabatnya tapi sahabatnya itu sudah punya kekasih, jadi dia pura-pura menegurnya, "Dik, pacaran jangan di Aula, lihat, kau diperhatikan banyak orang,lagi pula tadi kakak, 'kan, memberikan tugas untuk membuat kelompok, "tegurnya. Syeren langsung melepaskan lilitan tangannya di leher Maulana, lalu memandang seniornya kesal, "Siapa yang pacaran si, kak, aku hanya ingin ikut gabung satu kelompok dengan Maulana, "kilahnya. Pria itu mengangguk sambil menatap gadis itu dingin. "Kau berani sekali bicara seperti itu pada seniormu, kau mau kakak hukum?! "ancamnya. "Ehehehe, tidak kak, maaf, tapi aku serius tidak pacaran, "ucap Syeren merendahkan nada bicaranya sambil tersenyum mintak pengertian. "Baiklah, dengar, ya? kakak tidak mau ada adegan mesrah disini, "peringat Rava. "Iya, kak, "jawab Syeren sambil menundukkan kepalanya. Setelah itu Rava pergi meninggalkan mereka dan bergabung bersama teman-temannya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD