Sedari subuh, Zulla sibuk mencari pakaian yang cocok untuk dipakai. Sudah ada beberapa bajunya yang bertumpuk di atas ranjang. Jika sekiranya tidak cocok atau kurang cocok, Zulla lemparkan ke ranjang dan memilih baju yang lain.
Sekarang, Zulla memilih mencoba dress pemberian Qia, adik Alexa sebagai kado ulang tahun kemarin. Dress berwarna biru langit, seperti warna kesukaannya. Dia melihat tubuhnya dari pantulan cermin besar. Berputar, melihat ke kanan, ke kiri mencoba meneliti apa yang kurang dari penampilannya. Tapi tak lama, Zulla mendesah.
"Ish... Apaan sih, Zul. Ngapain pakai dress segala? Ini bukan kencan, nge-date, romantic breakfest, lunch atau dinner atau mau uwu-uwuan." katanya pada diri sendiri yang merasa sedikit frustrasi karena kebingungan mencari pakaian saja.
Akhirnya, Zulla memutuskan untuk memilih pakaian pertama. Setelan denim putih, crop t-shirt berwarna merah hati. Namun Zulla juga tidak seterbuka itu, tentunya dia memakai tank top agar pusarnya tidak terlihat nanti.
Urusan pakaian sudah selesai. Sekarang, Zulla sedang duduk di depan meja riasnya. Lagi-lagi dia mengeluh karena tak bisa memakai make-up. Akhirnya, Zulla berinisiatif ke kamar adiknya. Belum sampai di kamar Yudha, dia sudah melihat adiknya yang sudah siap memakai seragam pramuka datang dari bawah sambil membawa sepatu yang mungkin baru saja kering setelah dicuci asisten rumah tangga.
"Kak Zulla ngapain ngelihatin aku kayak begitu?" herannya tanpa menghentikan langkah kakinya dan lanjut berjalan.
"Mau nyamperin Gladys." jawabnya terang-terangan sambil nyengir kuda.
"Mau ngapain? Orangnya masih tidur." sahutnya dibarengi membuka kenop pintu kamarnya.
Ketika masuk, yang dikatakan Yudha benar adanya. Gladys masih bergelung di bawah selimut tebal.
"Boleh aku bangunin enggak?" tanyanya pada sang adik.
"Terserah, aku enggak tanggung jawab aja kalau dia ngamuk. Kalau enggak salah, dia tadi tidur jam empat subuh habis ngerjain tugas semalaman." Yudha hanya mengedikkan bahunya acuh tak acuh.
Mendengar apa yang dikatakan Yudha, Zulla jadi merasa kasihan kalau harus membangunkan Gladys. Padahal setahu Zulla, Gladys bisa memakai make-up. Karena dia selalu merias wajahnya sendiri setiap kali ada perform ketika lomba atau acara apa pun.
"Ya udah deh, enggak jadi." desahnya sambil keluar kamar.
Tak lama, Yudha juga ikut keluar sambil membawa tas sekolahnya. Sekarang hari jumat, dan Zulla tidak ada kelas sama sekali. Terlebih lagi, dia mendapat tawaran dari Alfa.
Kemarin, saat mereka tak sengaja bertemu di supermarket, Alfa tiba-tiba memberi tawaran pada Zulla. Kalau gadis itu berniat mengambil tawaran Alfa, maka Zulla harus ke supermarket semalam pukul delapan pagi. Jujur saja, Zulla juga belum tahu ke mana Alfa mau mengajaknya.
Akhirnya, Zulla berusaha sebisa mungkin untuk berdandan semampunya dan semengertinya saja bagaimana. Pukul setengah delapan, Zulla sudah berangkat ke tempat di mana supermarket berdiri. Padahal, jarak dari rumah Marsel ke supermarket itu tidak terlalu jauh. Hanya berjalan kaki saja, sudah sampai dan cukup memakan waktu lima menit.
"Masih jam setengah delapan lewat lima." ujarnya setelah melihat jam yang melingkar di tangannya.
Sesampainya di depan supermarket, Zulla masuk sebentar agar tidak berkeringat dan bau badan. Hampir lima belas menit Zulla berada di dalam, lima menit lagi tepat pukul delapan jadi Zulla memutuskan untuk segera keluar. Supaya tidak dikira hanya menumpang mendinginkan badan saja, Zulla membeli satu botol yogurt rasa blueberry.
"Beli satu gratis satu, Mbak." kata penjaga kasir.
Zulla hanya mengangguk dan meminta rasa yang sama. Setelah membayar, Zulla langsung keluar sambil membawa keresek berisi dua botol yogurt tadi. Tepat pukul delapan, sebuah mobil yang sudah sangat Zulla kenal tiba di depannya.
"Ayo masuk!" seru Alfa dari dalam mobil seraya membukakan pintu buat Zulla.
Jantung gadis berusia dua puluh satu tahun itu berdetak tak menentu. Dia masuk seperti biasa, mencoba tidak membuat tingkah yang mencurigakan. Kuda besi pemilik roda empat itu melaju, menurut ke mana tuannya membawanya.
Apaan sih? Padahal gue ngarep banget lihat Om dokter pakai baju biasa. Tapi masih aja sama, pakai setelan kemeja kayak hari-hari biasa.
"Kamu bawa apa?" pertanyaan Alfa menjadi obrolan pembuka di antara mereka.
"Oh ini, yogurt. Tadi beli satu gratis satu. Ini buat Om satu." Zulla memberikan satu botol untuk Alfa.
Sambil terkekeh dan fokus ke jalanan, Alfa menerima botol pakai tangan kirinya seraya mengatakan maaf dan terima kasih. Hal seperti ini saja, sudah membuat Zulla senang.
"Oh ya, Om. Kita mau ke mana sih sebenernya?" bingung Zulla karena Alfa tidak memberi tahu ke mana tujuan mereka.
"Aah... Saya lupa bilang. Hari ini, saya punya acara bagi-bagi ke anak yatim piatu di salah satu panti asuhan yang jaraknya lumayan jauh dari sini." jelasnya.
Ya ampun, dapet satu poin plus lagi di mata gue. Fiks, makin ngerasa kalau gue enggak salah jatuh cinta. Batin hati Zulla yang kegirangan mendengar penjelasan Alfa.
"Oh... Begitu." ringisnya pelan.
"Kenapa? Kamu kurang nyaman berada di kegiatan amal begitu?" tebak Alfa karena mendengar Zulla yang seperti orang terpaksa.
"Enggak Om, aku enggak keberatan atau enggak nyaman kok. Malah aku seneng, bisa bantu-bantu di sana nanti." kekehnya usai berkata jujur.
Alfa ikut tersenyum, lalu kembali fokus ke jalanan. Agar tidak terlalu sepi, akhirnya Alfa memilih memutar radio. Kebetulan, lagu yang terputar sekarang milik duo penyanyi cantik asal Norwegia yang judulnya Everything You Do.
"Oh... Ini,"
"Kenapa? Kamu tahu lagu ini?" tanya Alfa yang sedikit kaget karena Zulla tahu lagu lawas yang dinyanyikan Marit dan Marion.
"Ya tahu Om, lagu mereka ini enak-enak semua buat didengar." angguk Zulla.
"Wah... Kamu kelahiran tahun berapa emang? Kenapa bisa tahu lagu-lagu mereka?"
"Aku lahir tahun 2000, Om. Hehehe..."
"Kamu lahir, lagunya rilis hahaha..." tawa Alfa membuat Zulla hanya nyengir kuda.
Tawa Alfa selalu dirindukan oleh Zulla. Andaikan dia bisa melihatnya setiap hari dan menjadi orang yang paling berpengaruh untuk suara tawa itu, pasti Zulla akan lebih bahagia.
***
Acara amal itu diadakan di sebuah panti asuhan. Namun bukan di dalam ruangan, melainkan di luar ruangan. Anak-anak suka bermain di lapangan, berbagai macam bisa mereka lakukan. Ada yang bermain sepak bola, bola bekel, cublek-cublek suweng, congklak, gasing dan ada pula yang bermain egrang. Banyak sekali permainan tradisional yang bisa mereka mainkan. Pihak panti memang sengaja mengajarkan permainan tradisional untuk melestarikan budaya Indonesia yang sudah sangat jarang dimainkan.
"Wah... Anak-anak jaman sekarang enggak akan tahu, bagaimana rasanya betah bermain di tempat terbuka bersama teman-temannya. Mereka tidak merasakan lupa makan karena sibuk membidik kelereng milik teman lainnya. Beruntungnya anak-anak panti bisa merasakan permainan tradisional." gumam Alfa tampak puas akan pemandangan menyegarkan yang sudah sulit ditemukan di kalangan anak-anak.
"Emang, sekarang anak-anak lebih suka sibuk sama game di HP mereka." sahut Zulla yang entah dari mana datangnya.
"O’? Dari kapan kamu di sini?" kaget Alfa, karena seingatnya tadi dia berdiri sendiri di sana.
Kedua pipi Zulla terangkat ketika dia nyengir ke arah Alfa.
"Aku baru aja berdiri di sini, tapi aku denger apa yang Om Alfa katakan." akunya tidak bohong.
Keduanya lanjut melihat semua anak-anak yang tampak ceria. Mungkin karena tadi Alfa membawakan mereka mainan dan baju baru. Tanpa Zulla tahu, Alfa membawakan beberapa mainan, bahan makanan segar dan banyak pakaian untuk semua anak panti di mobil box berukuran sedang.
Begitu menyegarkan dan menyenangkan melihat anak-anak bermain dengan ceria. Memang, mereka butuh kebahagiaan. Karena mayoritas dari mereka, adalah anak yang dibuang atau ditelantarkan oleh orang tuanya secara sengaja. Meski jaman sudah modern, tapi masih saja ada yang melakukan hal tidak terpuji seperti itu. Mungkin sampai kapan pun akan tetap ada.
Di tengah-tengah kesibukan mereka memperhatikan anak-anak bermain, tak sengaja Zulla melihat seorang pengurus panti membawa makan siang.
"Biar saya bantu." Zulla mengambil alih sebuah nampan berisi makanan untuk anak-anak.
"Ah... Terima kasih banyak." balasnya penuh dengan senyuman dan segera kembali ke area masak lalu membawa nampan lainnya.
Kebetulan sekali, jarak dari dapur terbuka dengan area makan untuk anak-anak panti tidak terlalu jauh. Tapi di tengah-tengah lapangan, di sana ada beberapa meja dan kursi yang disediakan untuk tunawisma, pemulung, peminta-minta dan pengamen jalanan. Di luar sudah ada satpam panti yang akan mencegat para pengelana di jalanan agar menyempatkan diri untuk mampir buat mencoba makanan hasil masakan dari para petugas panti asuhan. Mereka juga tidak perlu takut kepanasan, karena kursi dan meja itu dipayungi oleh tenda.
"Kamu bisa membawanya?" kaget Alfa karena Zulla membantu membawakan nampan berisi beberapa mangkuk dengan isian nasi, ayam goreng serta sayuran sehat.
"Ah... Tenang aja, aku bisa kok." angguknya percaya diri.
"Yakin?" tampaknya Alfa masih belum percaya.
"Eum... Aku kadang kalau butuh uang jajan tambahan, aku jadi pekerja paruh waktu di kafe. Jadi udah biasa bawa-bawa nampan. Tapi itu kalau kafenya ramai. Kalau lagi biasa aja, aku bakal ke kafe sebelah di sekitar sana." cengirnya.
Alfa bertepuk tangan. Dia pikir, Zulla hanya bernyanyi saja di sana. Tapi gadis itu membuat Alfa takjub karena cukup pandai mencari uang di usia muda tanpa malu meski dia seorang mahasiswi kedokteran dan putri seorang dokter bedah yang cukup ternama.
"Kamu hebat!" pujinya sambil memberikan dua jempol pada Zulla.
Zulla berhasil meletakkan nampan nasi tadi ke meja. Dia kembali mengambil beberapa mangkuk nasi lagi, dan kini ada tiga orang yang membawa nampan untuk para anak panti. Termasuk Alfa juga membantu.
"Anak-anak! Ayo makan!" seru Alfa mengundang perhatian semua anak kecil.
Ada sekitar enam puluh anak panti yang berlari. Sementara anak-anak panti yang sudah remaja dan tidak diadopsi oleh keluarga di luar sana, mereka bertugas membantu petugas panti memasak dan mengatur makanan. Kini, semuanya makan bersama. Termasuk Zulla dan Alfa juga ikut makan bersama.
"Ngomong-ngomong, apa Kakak cantik ini pacarnya Om ganteng?" tanya salah seorang anak perempuan yang kira-kira masih berusia lima tahun, namun tampak lebih pandai dan dewasa dari usianya.
Doaian aja semoga beneran jadi pacar. Sahut Zulla dalam hatinya dengan perasaan bahagia.
"O', enggak baik bertanya seperti itu ke Om ganteng. Itu urusan orang dewasa, anak-anak tidak perlu tahu." tegur pengurus panti yang mungkin usianya masih sekitar dua puluh lima tahun.
Gadis kecil itu hanya nyengir kuda menatap Alfa dan Zulla secara bergantian.
Om ganteng. Itu adalah julukan yang diberikan anak-anak panti untuk Alfa karena acara seperti ini begitu rutin dia lakukan apabila dia ada waktu senggang. Sehingga membuat mereka lebih akrab dengan Alfa.
"Tidak apa-apa, dia hanya bertanya." kini ganti Alfa yang bersuara dengan nada lembut dan tentunya masih sambil tersenyum pada gadis kecil itu.
Beberapa tunawisma sudah berdatangan dan mengantre buat mendapatkan makanan. Akhirnya beberapa pengurus panti mempercepat makannya dan bergantian dengan yang belum makan.
Selesai makan, Zulla dan Alfa membantu memberikan makanan untuk mereka. Zulla memilih memberikan sayur sementara Alfa, lelaki itu membagikan air minum buat mereka. Melihat pemandangan seperti ini, ada rasa bahagia tersendiri dalam hati Zulla. Berulang kali, dia memerhatikan Alfa yang tampak berkeringat meski sudah di bawah tenda.
Ah... Dia lebih memesona kalau lagi keringetan begitu. Puji Zulla hanya bisa dalam hati.
***
Next...