Chapter 11

1265 Words
“Aku merindukan masakan Max.” Emily melihat jam di dinding menunjukkan pukul delapan malam, sudah lebih sepuluh jam Diana membawa Max pergi, entah kenapa rasanya sekarang Emily merasa kesepian, apalagi orang yang menyiapkan sarapan dan makan malamnya sedang pergi. Sambil mengaduk makanan di dalam mangkuknya, Emily benar-benar tidak selera, beberapa hari ini sudah terbiasa menikmati masakan luar biasa yang Max buat, lantas ketika ia membuat masakan sendiri, rasanya sungguh mengerikan. “Kira-kira kemana Diana membawa Max sampai jam segini?” batin Emily. Di lain tempat, Diana masih berdiri menghadap Max, memperbaiki program di dalam tubuh Max untuk menanamkan batrai yang bisa bertahan lama agar tak membuat Max terlalu sering mengisi daya, bisa bahaya jika Emily melihat Max dalam kondisi menghubungkan daya listrik ke tubuhnya. “Sudah hampir pukul sembilan, apa kau masih akan melanjutkannya lagi?” Profesor memberikan benda sebesar kepalan tangan balita untuk Diana, benda itu berwarna silver dan sedikit ke emasan lalu di tanamkan ke dalam tubuh Max. “Emily tidak akan keberatan jika Max pulang larut, mungkin yang Emily pikirkan aku sedang berkencan dengan Max.” “Jadi tahan berapa lama baterai itu?” “Sekitar enam puluh hari, atau mungkin bisa kurang dari itu jika Max sering mengeluarkan energi yang berlebihan.” Diana melepaskan kaca pelindung wajahnya, meletakkan benda tersebut ke meja sebelum mengutak atik beberapa kabel di bahu Max, lantas setelah di pastikan selesai, Diana menutup bahu Max dengan sidik jarinya dan Max kembali memiliki tubuh seperti lelaki normal pada umumnya. Hanya saja bagian dalam tubuhnya penuh dengan sistem buatan. Max masih belum di aktifkan, Diana memprogres perkembangan dalam tubuh Max melalui layar cahaya di depannya. “Proses pengambilan data terlalu cepat Max tangkap, itu akan mempercepat kepenuhan dalam processornya, akibat yang di dapat jika processornya penuh adalah kelambatan daya ingat, kelambatan pergerakan dan juga yang lebih parah, Max bisa error tiba-tiba.” Diana menekan enter, lalu kelopak mata Max terbuka, warna bola matanya berwana hitam yang menjadi sumber kontrol layaknya kamera, hal itu agar membuat Diana lebih mudah memantau apa saja yang Max lakukan. “Pembaharuan sistem di mulai.” ucap Max, di dalam matanya rumus rumit berderet ke bawah sampai Max kembali bersuara. “Pembaharuan selesai, sistem baru telah di update.” Diana tersenyum puas. “Anak tampanku, kau harus sukes dalam uji coba ini, kau adalah sumber uangku di masa depan.” Diana menepuk-nepuk bahu Max pelan, tangan Diana kembali menekan tombol rahasia yang sangat kecil di belakang telinga Max. “Aku harus menemui Emily untuk mengembalikan Max tinggal di sana.” Diana melepaskan seragam tekniknya, melepaskan kabel-kabel yang masih terpasang di bagian luar badan Max, memakaikan kembali baju Max lalu mengajak robot itu kembali ke apartemen Emily. “Diana tunggu sebentar!” profesor mencegah langkah Diana. “Ada apa?” tanya Diana. Profesor itu melihat Max yang tak ada bedanya dengan lelaki tampan di luar sana, tapi setampan apapun max, lelaki itu hanyalah Humanoid. “Bagaimana jika Emily curiga kenapa Max tidak pernah makan dan minum? Waktu tiga minggu lagi bukanlah waktu yang sebentar, jika sampai Emily tau sebelum waktu sebulan berakhir, artinya uji coba Max telah gagal.” katanya. Diana menghembuskan nafas. “Masih aku pikirkan solusi ini, cepat atau lambat Emily pasti tau.” lantas Diana kembali berjalan keluar dari lab bersama Max, di perjalanan menuju rumah Emily, Diana terus memikirkan bagaimana caranya seorang robot bisa mengkonsumsi makanan walaupun tak bisa mencerna makanan itu secara langsung. Ini bukan hal yang mudah, terlebih robot sangat sensitif dengan air, sementara sekarang adalah musim semi di mana hujan bisa turun kapan saja. Bisa bahaya jika Max berada di luar bersama Emily saat hujan turun, Max bisa mengalami konslet, lebih parahnya lagi jika Diana sampai kehilangan kendali atas Max jika konslet. Butuh waktu sejam hingga Diana tiba di apartemen Emily, sebelum menekan bell pintu apartemen Emily, Diana menyempatkan menatap Max. “Jangan berlebihan mengambil data, kau masih dalam proses pengembangan, processormu memiliki batas penyimpanan, tunggulah sampai paket dari Rusia tiba maka kamu bisa bebas mengambil data sebanyak yang kamu perlukan.” “Perintah di mengerti.” Diana menganggguk, ia pun menekan bell pintu beberapa kali sampai wajah Emily terlihat dari pintu yang sudah terbuka. “Aku pikir kau tidak akan membawanya kembali ke sini.” “Kau merindukannya?” kekeh Diana, Emily mencebikkan bibir. “Merindukan apanya? Justru bagus jika dia tak kembali ke sini.” omelnya, padahal dalam hati Emily senang Max di rumahnya, ada orang yang menyiapkan makanan enak untuknya setiap hari, ada yang membersihkan rumahnya setiap hari tanpa harus ia bayar. Selain itu, wajah Max juga adalah poin kedua kenapa Emily bisa menerima Max dengan cepat di rumahnya. “Jadi bagaimana? Apa data Max sudah di temukan? Ah iya, Diana. Sebenarnya Max berasal dari negara bagian mana? Kenapa datanya tak bisa di selesaikan dengan cepat?” Diana langsung terdiam, Max tidak berasal dari manapun, kecuali dari Lab, dan data yang Emily maksud juga tak pernah ada, Diana menjawab Emily dengan kedikan bahu. “Aku tidak bisa mengatakannya padamu. Oh tapi ada satu hal yang ingin aku sampaikan padamu. Jangan biarkan Max terkena hujan, atau sampai kau membiarkannya berenang.” Kening Emily mengernyit. “Maksudmu Max tidak boleh terkena air? Lalu bagaimana jika dia mandi?” tanya nya tak paham. “Dia punya cara sendiri untuk mengatasi itu, tapi pastikan Max tidak terkena hujan, dia punya alergi parah terhadap air hujan.” dalihnya, semoga saja Emily percaya dengan kebohongan yang ia buat. Dan Emily hanya mengangguk. “Diana. Apa labmu buka lowongan pekerjaan?” “Hah? Untuk apa?” “Sepertinya besok aku akan mengundurkan diri dari perusahaan.” “Apa? Kenapa?” “Kau kenal Raffael? Selebritis yang sedang terkenal karena skandalnya yang tak segaja fotonya tertangkap paparazzi berjalan berdua bersama seorang wanita?” “Lalu?” tanya Diana, ia cukup senang karena Emily tak lagi membahas mengenai Max, tapi pertanyaan Emily mengenai labnya butuh anggota baru atau tidak, itu cukup mengejutkan, bisa gawat kalau sampai Emily masuk ke dalam labnya. “Dia tadi datang kemari, ke apartemenku.” Hening, Diana mengernyit. “Orang sesibuk dia datang ke apartemenku?” “Ya, akulah yang menyebarkan artikel tentangnya, dia memintaku menghapus artikel itu dan keluar dari perusahaan, dia membayarku cukup banyak, setelah besok aku tak punya pekerjaan lagi, jadi mungkin aku bisa bekerja di labmu.” “Tidak, tidak bisa. Labku sedang tidak membutuhkan anggota baru.” Diana menjawab dengan cepat, Emily menghembuskan nafas, bahunya di sandarkan di bahu sofa. Kepalanya melihat Max yang diam saja. Max diam menatap lurus ke depan, karena perintah untuk tidak mengambil data terlalu banyak, Max pun lebih banyak diam dari biasanya. Emily mengode Diana dengan dagu, dan alisnya bergerak seolah mengatakan. ‘Ada apa denga Maxime?’ Diana mengedikkan bahu sebagai dalih ia tak tau. Karna jika ia mengatakan semuanya, percuma saja Diana membawa Max ke apartemen Emily. “Jadi kau menuruti apa yang Raffael tawarkan?” tanya Diana yang sudah mulai rileks dari pertanyaan Emily. “Ya, lagi pula aku juga butuh istirahat sesaat, jika aku sakit siapa yang merawatku?” “Ada begitu banyak rumah sakit yang bisa kau pilih untuk tempat berobatmu.” Diana terkekeh, bantal sofa melayang ke arah Diana, kedua perempuan itu saling lempar melempar namun Max tetap diam saja. Sesaat Diana berpikir, jika data yang di berikan untu Max terbatas, sifat robotnya pasti akan sangat kentara, namun di sisi lain processor khusus yang Diana pesan dari Rusia belum tiba, jika data di dalam kepala Max sudah penuh lalu processor dari Rusia belum tiba, kemungkinan terbesar adalah Max harus kembali mendekam di dalam lab. “Apa keputusanku melepaskan Max sekarang terlalu cepat?” batin Diana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD