“Diana bagaimana perkembangan Humanoid itu?”
“Saat ini berjalan sesuai keinginan prof. Humanoid belajar dan berbaur dengan cepat terhadap lingkungan.” Jawab Diana sembari membayangkan, selain memasak apalagi yang bisa Humanoid itu lakukan, apapun itu pasti akan sangat luar biasa.
“Bila Humanoid itu bisa melewati masa uji coba nya aku yakin kita akan menjadi orang kaya. Mungkin menciptakan beberapa Humanoid lagi akan menguntungkan bagi perusahaan.”
Diana terkekeh pelan menanggapi pujian profesor sembari fokus dengan beberapa data yang bermunculan di layar komputer. Diana ingin lihat kemampuan otak buatan yang ada di kepala Max, ternyata dugaan nya mengenai Humanoid yang Diana pikirkan selama ini justru melewati batas. Kemampuan berpikir nya sangat cepat, begitupun dengan cara mengakses berbagai informasi yang ada di dunia melalui internet yang tertanam di kepala max.
“Profesor, apa perlu kita menambahkan fasilitas agar robot itu bisa mengkonsumsi makanan?” Celetuk Diana dengan mata masih fokus menatap layar komputer.
“Aku tau kau sangat pintar Diana, kau juga pekerja keras tapi dia robot. Kau ingat ROBOT. Mana ada robot bisa makan?” sahut Profesor menekankan kalimatnya.
“Tapi jika begini terus orang akan curiga jika Max bukan manusia.” Diana menekan tombol enter lalu muncul sebuah video tepat saat Max dan Emily membeli minuman lalu Max memberikan minumannya pada anak kecil.
Profesor itu berdiri di belakang diana melihat layar komputer dengan kepala mangguk-mangguk.
“Oh, kamu memberi nama Humanoid itu Max? Bagus juga. Tapi bagaimana caranya membuat sebuah robot bisa makan? Kau tau kan mesin tidak bisa mencerna makanan seperti apa yang manusia lakukan?”
Diana merenggangkan tangannya lalu mendesah lega ketiga mendapatkan rasa nyaman dari duduk seharian, “Itu tugasku, nanti akan aku cari solusinya, bagaimanapun juga Max adalah ciptaanku jadi sudah tugasku untuk membuatnya sempurna.” Jawab Diana dengan bangga.
“Ya ya terserah kau saja asal itu tidak akan menyalahi sistem. Jika sampai ada kerusakan dengan Humanoid ini maka kerugian yang kita tanggung itu tidak sedikit.”
Diana menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “Anda benar prof. Tapi selama ini apa aku pernah melakukan kesalahan yang fatal?” Tanya Diana. Profesor terdiam sambil berpikir lalu menggeleng dan berbalik meninggalkan Diana menuju salah satu kursi.
“Hhh.. baiklah baiklah terserah kau saja aku akan selalu mendukung keputusanmu karena aku percaya padamu.”
“Wow Anda membuatku terharu, prof.” Canda Diana kemudian menghela nafas rendah menatap rentetan data yang hari ini Max dapatkan tentang apapun di sekitarnya.
Diana menscroll semakin ke bawah mencoba membaca bagian mana yang harus ia pertimbangkan untuk merenovasi sistem dari diri Max selain harus menambahkan fasilitas menampung makanan untuk sementara di dalam robot itu.
“Ini tidak akan mudah,” Gumam nya, “C’mon Diana kau adalah teknisi mesin terbaik dari yang pernah ada jadi ayo perkenalkan pada dunia jika kau ini bisa.” Seru Diana menyemangati dirinya sendiri.
__
“Wah, wah, aku melihat wajah-wajah bahagia hari ini apa kau tidak ingin membagi kebahagiaanmu denganku Emily?” Seru Carla begitu Emily baru tiba di lobi kantor.
“Untuk saat ini aku memang tidak mau membaginya.” Jawab Emily dengan jahil lagian dirinya memang tidak mau membagi apapun dengan Carla apa lagi sampai mengatakan ada koki hebat tinggal di apartemen. Carla terlalu cerewet untuk hal itu, bagaimana jika nanti perempuan itu malah memberitahukan ke seluruh awak media, maka di pastikan Max akan langsung terkenal tiba-tiba.
Carla mencebikkan bibir, “Kau dan Romi sama saja jika punya kabar bahagia tidak pernah menceritakan nya padaku sedangkan kalian selalu tau apa yang sedang aku rasakan.” Gerutu Carla. Emily tertawa rendah sebelum berpapasan dengan Romi.
“Selamat pagi Romi.” Sapa Emily ramah. Romi memalingkan wajah dari ponsel ke arah Emily.
“Oh, selamat pagi juga dan sampai bertemu nanti saat makan siang.” Sahut Romi singkat sebelum lelaki itu terlihat pergi dengan buru-buru.
“Kurasa dia hari ini sangat sibuk?”
“Tentu saja karena Romi akan melakukan photoshoot dengan beberapa model cantik dan aku yakin dia sebagai fotografernya akan sangat menyukai mereka para wanita sexy.” sahut Carla. Emily meliriknya.
“Kau sudah seperti kekasih yang cemburu saja.”
“Apa! Aku cemburu dengannya? Hiiihh...,” Carla melangkah lebih dulu sebelum Emily mengikutinya dari belakang dengan kekehan gelinya. “Berhenti menggodaku Emily atau aku aku tidak mau berbicara lagi denganmu.”
Emily mengedikkan bahu, “Baiklah, baiklah.” sembari memutar bola matanya malas. Carla menyambut dengan berdecak lidah.
“Menyebalkan.” Katanya kemudian mereka memulai aktifitas masing-masing.
Sama seperti hari-hari biasanya, Emily akan melakukan pekerjaannya sebagai salah satu staf admin yang mengelolah artikel mengenai semua yang ada di perusahaan setelah itu dia akan makan siang bersama teman-teman dekatnya lalu pulang ke apartemen. Ya hanya itu kehidupan sederhana yang selama ini Emily rasakan, namun sekarang berbeda sejak ada kehadiran Max di apartemen nya.
Apartemen terasa lebih hidup ketimbang sebelumnya apa lagi Emily tidak perlu memasak atau membersihkan apapun karena saat dirinya pulang semua sudah sangat rapih dan makanan sudah tersaji di meja. Meskipun awalnya ia keberatan dengan kehadiran Max tapi jika begini terus hati wanita mana yang tidak luluh?
Tapi untuk saat ini Emily tidak ingin jatuh cinta pada siapapun. Masalahnya dengan Hans baru saja selesai dan sekarang Emily hanya ingin menikmati hari-harinya yang bebas tanpa kekangan dari sikap posesif yang pernah Hans lakukan.
“Senyumanmu tidak pudar sejak tadi pagi.” ucap Max.
“Yup, karena dengan tersenyum kau akan mengurangi sedikit kerutan di wajahmu dan kau juga akan lebih awet muda dengan tersenyum.” Jawab Emily.
“Kalau tersenyum saja bisa membuat orang awet muda kenapa tidak sekalian tertawa saja mungkin bisa membuatmu tidak bisa meninggal.” sahut Max.
Uhukkk... Emily seketika tersedak oleh makanannya sendiri lalu segera meraih gelas air mineral dan menguknya sebelum menatap Max.
“Seharian tertawa? Apa kamu ingin melihat semua orang menganggapku gila? Memang tersenyum itu di perlukan tapi jika sampai tertawa seharian, ah tidak, kurasa semua orang akan menganggapku gila nantinya.”
“Oh ya kamu tidak ikut makan?” Tanya Emily. Max menggeleng.
“Habiskan saja, aku tidak lapar.”
“Oke, kalau begitu akan aku habiskan makanannya, kau pasti senang melihat masakanmu selalu habis di makan olehku, kau tau, tadinya selera makanku sangat buruk tapi dengan masakanmu ini mungkin dalam satu minggu aku akan naik sepuluh kilo.”
“Apa kamu tidak ingin seperti para wanita yang mendambakan tubuh sexy?” Celetuk Max membuat Emily nyaris tersedak untuk kedua kalinya.
“Apa! Tentu saja tidak. Tapi perlu kau ingat jika aku sampai terlalu gendut karena makananmu, kau harus tanggung jawab, mengerti!” Kemudian satu sendok suapan masuk kemulut Emily dengan sepasang mata itu masih menatap ke arah Max.
Max seperti biasa tetap tenang dengan ekspresi datar, “Hhh.. kau ini robot atau apa, kenapa selalu wajah datar seperti itu yang kau tampilkan? Kamu tau, mungkin di luar sana kau akan di jauhi oleh wanita melihat betapa angkuhnya wajahmu itu.”
“Buktinya kau tidak menjauhiku.”
“Itu karena permintaan Diana bodoh! Jika dia tidak meninggalkanmu di sini mana mau aku tinggal serumah dengamu.”
“Tapi kamu menyukai masakanku.”
Ya itu benar dan Emily tidak mau mengakuinya. Emily menghela nafas rendah setelah selesai menghabiskan masakan Max kemudian membawa beberapa piring kotor ke wastafel di bantu oleh max lalu membersihkannya.
“Omong-omong hubunganmu dengan Diana itu apa? Aku tidak pernah melihat Diana dekat dengan pria manapun tapi kenapa kamu tiba-tiba muncul bersamanya?”
“Ada sistem yang melarangku untuk menjawabnya.” Sahut Max. Emily berdecih pelan, bersandar di meja dapur menoleh menatap Max.
“Sistem? Sistem macam apa itu menyuruh orang melakukan hal aneh, hei Max dengar, kau itu bukan robot, kenapa seakan kau ini terbuat dari kumpulan alat-alat elektronik yang membuatmu sampai terikat dengan sistem? Atau di kepalamu itu ada mainboard yang membuatmu seperti komputer?”
Max meletakan piring terakhir di rak sebelum menatap Emily juga, “Apa semua sistem harus berhubungan dengan mesin?” tanya Max balik.
“Ah kau benar juga tapi jangan menatapku seperti itu kau membuatku merasa tidak nyaman. Ya sudahlah aku tidak mau membahas hal ini lagi tapi akan aku cari tau apa hubunganmu dengan Diana, kalian berdua membuatku seakan berada dalam pengawasan.”
Max menatap kepergian Emily. Namun di lain tempat di mana setiap tindakan yang Max lakukan terpantau oleh sistem yang sekarang ini di kendalikan oleh Diana. Diana menyemburkan minuman yang ada di mulutnya hingga membuat semburannya nyaris mengenai tombol-tombol komputer.
Diana meletakan gelasnya di meja kemudian mengetik sesuatu,
“Wah gawat jika sampai Emily sadar Max itu memang bukan manusia.” gumamnya sembari jari-jari tangannya menari cepat di atas papan keyboard.
“Dasar anak keras kepala, kapan kamu bisa diam tanpa harus melakukan apapun.” Gerutu Diana kesal dengan Emily semoga saja Emily tidak mengacaukan usaha keras yang selama ini ia bangun dari nol.