Chapter 5

1172 Words
Emily keluar dari kamarnya di mana pemandangan Max sedang menonton televisi langsung menjadi pusat perhatian matanya saat ini. Kakinya melangkah menghampiri sebelum Emily duduk di sofa sebelah Max. “Ingin keripik?” tanya Emily menawarkan, Max menggeleng dengan kepala sama sekali tak meneloh ke arah Emily, Max serius menatap layar televisi yang menyala sedangkan gadis di sebelahnya memangku setoples keripik kentang. “Max, sebenarnya kamu itu berasal dari negara mana? Jujur aku sangat penasaran dengan sosok dirimu ini, selain misterius kau juga sedikit aneh. Oke abaikan kata aneh nya karena intinya aku hanya ingin mengetahui satu hal saja, apa hubunganmu dengan Diana?” “Tidak ada.” jawab max sembari mengganti Channel tv. Emily memanyunkan bibirnya, “Entah pria macam apa dirimu ini hingga sulit sekali untuk berbicara.” Gumam nya sembari menyuapkan keripik kentang ke dalam mulutnya. “Tunggu dulu! Jangan mengganti channel yang itu. Nah kau lihat, itu adalah perusahaan tempatku bekerja, di sana banyak sekali artis, mungkin kamu bisa datang kesana untuk menjadi salah satu model pria, aku yakin dengan posturmu yang oke ini kau akan langsung di terima di sana.” “Maksudmu aku harus bekerja?” Tanya Max. “Tentu saja, menurutmu apa aku harus membiayai kebutuhanmu terus menerus? Perlu kamu ketahui, aku ini bukan orang kaya, aku juga bekerja untuk memenuhi kebutuhanku, lagian kamu ini pria kan harusnya pria itu harus pintar mencari uang, bagaimana jika kamu menikah nanti, kamu mau kasih makan apa istrimu.” Kata Emily, Max diam untuk beberapa menit mencerna kalimat Emily dengan membuka data perintah di dalam processor nya, apakah dirinya di bolehkan untuk hal seperti yang Emily katakan atau tidak. Dan data yang dia dapatkan untuk saat ini belum tersedia, Max menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan Emily. Di lain tempat Diana mengutuk sepupunya. “Emily, awas saja ya kau jika terus membuatku geram.” Gerutu Diana kesal bahkan dia hampir membanting papan Keyboard jika profesor tidak segera mencegahnya. “Hei meskipun itu hanya keyboard tapi itu juga sangat berarti kau tidak bisa mengakses datamu tanpa bantuan dari nya.” Tegur Profesor. “Aah! Aku menyesal menitipkan Max pada Emily! Ternyata Emily lebih berbahaya ketimbang para gengster. Sialan, sepertinya aku harus segera memperbaharui sistem dalam diri Max.” “Maka cepat lakukan sebelum terlambat.” Sahut Profesor yang kini sedang merakit benda berukuran bulat berbentuk kepala kucing. Sekali lagi Diana menggeram kesal seperti seekor singa yang akan mencabik cabik mangsanya. Tepat saat Emily akan berangkat kerja, di depan pintu Diana sudah berdiri akan memencet bel pintu karena Emily tidak mau memberikan salah satu kunci apartemennya. Tatapan Diana terlihat kesal tapi nada suaranya di buat sesantai mungkin. “Apa Max ada di dalam?” “Dia di dalam, masuk saja kebetulan aku juga mau berangkat kerja.” Jawab Emily. “Hari ini aku akan mengajaknya keluar untuk mengurus data pribadinya mungkin dia nanti akan pulang sedikit terlambat.” “Tidak masalah. Sekarang aku harus segera tiba di kantor.” Pamit Emily lalu perempuan itu meninggalkan Diana. Sebenarnya Diana ingin mencakar dan merusak tatanan rambut Emily karena perempuan itu nyaris menghancurkan rencananya. Tapi Diana harus bersabar dan yang perlu ia lakukan sekarang adalah tarik nafas lalu keluarkan dengan perlahan. Bagaimana pun juga Emily adalah kandidat terbaik untuk menjadi teman Max. Selain Emily Diana tidak tau harus meminta bantuan pada siapa lagi. Hanya sisa 27 hari lagi hingga masa uji cobanya terhadap Max selesai. Diana masuk mencari keberadaan Max yang sedang duduk menghadap layar televisi yang menyala. Diana mematikan televisi lalu menyuruh Max mengikutinya ke lab. Sesampainya di lab, profesor langsung menyambut kedatangan Max dengan raut wajah senangnya ,“Humanoid kebanggaanku, coba lihat ini, kau terlihat sama persis dengan manusia.” “Profesor, aku menonaktifkan suaranya jadi dia tidak akan menjawabmu.” Seru Diana sambil membuka kemeja Max hingga Humanoid itu tidak memakai baju. Diana beralih ke bagian belakang Max menyentuh salah satu bagian yang memiliki sensor sidik jari hingga sebuah lingkaran terlihat lalu perlahan terbuka, Diana menarik kabel untuk menambah daya listrik di dalam diri Max. Diana berbalik menatap profesor, “Waktuku hanya sampai nanti malam untuk memperbaiki beberapa sistem di dalam tubuh Max, atau jika tidak Emily akan sadar jika Max adalah humanoid.” “Woho, sepertinya ada seseorang yang sangat berambisi disini. Butuh peralatan?” Diana mengangguk sambil tersenyum menerima beberapa alat yang ia butuhkan di tangan profesor lalu mereka berdua mulai di sibukkan memperbaiki sesuatu di dalam diri Max. _____ Emily mengutak atik layar komputer di ruang kerjanya dengan beberapa lembar kertas menumpuk untuk ia lihat dan segera di cantumkan ke dalam web perusahaan. Emily tidak sendirian, dia di temani oleh Carla si cewek sedikit tomboy dengan sifatnya yang kasar namun dengan Emily Carla tidak pernah bersikap kasar kecuali pada Romi maka kedua orang itu bisa di samakan dengan tom and jerry. Tidak pernah akur. “Carla, apa yang ini sudah kamu masukkan kemarin?” Seru Emily pada Carla di mana meja mereka hanya berjarak beberapa meter saja. Carla sedikit mengakat wajahnya menyipit melihat dokumen yang di perlihatkan oleh Emily, “Oh yang itu sudah kenapa bisa sampai di tempatmu?” “Mungkin terselip.” Sahut Emily lalu kembali fokus lagi pada pekerjaannya. “Amy, bisa kita bicara sebentar?” Kepala Emily terangkat untuk melihat siapa orang yang kini sedang mengajaknya bicara. Tatapan Emily berubah dingin melihat sosok pria yang sedang berdiri di depan meja kerjanya. “Maaf anda siapa ya aku tidak kenal.” “Amy kenapa kamu...,“ “Stop jangan lanjutkan. Ini masih jam kerja dan kamu tidak bisa mengangguku.” Sela Emily mengabaikan lelaki itu dengan kembali fokus ke layar komputer. “Emily aku hanya perlu bicara sebentar saja dengan--” “Hans! Ternyata kamu juga ada di sini kenapa tidak langsung menemuiku?” Seru Zoya dengan nada centil. Emily memutar bola matanya malas hingga seruan bernada kesal membuat perhatian mereka teralihkan. “Kalian pasangan bi*ch, kalau mau bermesraan carilah tempat yang benar, ini masih jam kerja dan aku bisa melaporkan kalian ke atasan.” Intrupsi Carla. Zoya menatapnya sinis. “Dasar tidak laku, bilang saja kau iri melihat keromantisankuku dengan Hans kan?” “Ewh.. dasar wanita menggelikan, penghancur hubungan orang. Cepat pergi sana, keberadaan kalian disini membuatku jijik.” Seru Carla lagi. Zoya mendengus ingin membalas ejekan Carla namun Hans segera menarik Zoya keluar dari ruangan admin sebelum kedua perempuan itu membuat masalah yang lebih besar. “Astaga, mereka selalu saja membuat darahku terasa panas ingin mencakar salah satu dari mereka.” Omel Carla sambil duduk kembali ke kursinya. “Thanks Carla!” Teriak Emily. Carla tersenyum ke arahnya. “No problem Emily!” sahutnya. Emily terkekeh pelan dengan sikap Carla barusan namun kekehannya berhenti tergantikan dengan tatapan masam, Emily menatap Hans dan Zoya keluar, jika Hans sudah mengatakan hal seperti tadi lelaki itu pasti akan mencari cara untuk menemuinya lagi, padahal Emily sudah tidak mau lagi berurusan dengan Hans. Hubungan mereka sudah berakhir sejak Hans lebih memilih Zoya sebagai kekasih barunya. Kenapa Lelaki itu harus datang kembali, sudah bagus Hans menghilang selama dua minggu dan kemunculannya kali ini justru membuat Emily kesal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD