Chapter 3

1226 Words
Max duduk dengan santai di samping kursi kemudi, sesekali Emily melirik ke arah Max di mana lelaki itu terlihat begitu tenang melihat ke arah depan sampai keduanya tiba di parkiran, Emily mengaja Max memasuki salah satu tempat perbelanjaan. “Ayo Max, kita harus segera mendapatkan pakaian yang cocok denganmu.” Emily berjalan lebih dulu di depan Max, namun lelaki itu tidak menjawab atau pun terdengar suara langkahnya hingga membuat Emily berhenti untuk berbalik melihat apa yang sedang Max lakukan. “Oh gosh, dasar pria.” Kaki Emily berjalan mendekati Max menarik lelaki itu dari kerumunan para anak muda dan ibu-ibu yang meminta foto. “Kakak tampan, tunggu dulu aku belum mendapatkan fotomu!” Seru seorang gadis mengejar langkah Emily dan Max. Emily berhenti lalu menoleh. “Maaf ya adik manis kakak tampan udah punya pacar jadi kamu jangan ganggu ya.” Ucap Emily tenang tapi penuh dengan kemarahaan tertahan hingga gadis yang mengejar mereka putar balik arah. Emily mendesah kesal menatap Max, “Kau di beri makan apa sebelumnya, kenapa mereka terlihat tergila gila dengamu.” Gerutu nya. “Daya Listrik,” jawab Max jujur namun Emily justru tertawa dengan jawaban Max sambil kepala menggeleng pelan. “Dasar aneh.” desis nya. Dia dan Max berjalan ke arah sebuah toko pakaian pria membantu Max memilih beberapa pakaian sambil mengabaiakan kalimat kalimat kagum yang beberapa orang lontarkan saat melihat Max. Emily berdecih setiap kali melihat mereka memuji Max. Karena kesal akhirnya Emily mengambil beberapa baju secara acak, kemudian di berikan semua untuk Max, “Ini coba di ruang ganti dan aku akan menunggumu di sini.” Emily mendesah lega saat sudah duduk di atas sofa, sekarang tinggal menunggu Max selesai dengan pakaiannya. Max keluar dengan baju pertamanya, Emily mengacungkan jempol ke atas tanda ia suka kemudian Max mencoba baju kedua dan Emily mengacungkan jempol ke bawah tanda ia tak suka. Max kembali mencoba beberapa pakaian lain dan Emily akan memberikan jawaban menggeleng jika tidak suka lalu mengangguk jika dia suka. “Jadi karena aku sudah membayarnya sekarang kau yang bawa.” Setumpuk tas Emily sodorkan untuk Max agar lelaki itu membawanya. Max tidak menolak ataupun memprotes dia hanya mengikuti kemauan Emily hari ini bahkan untuk membawa tas belanja yang begitu banyak ini. “Aku lelah sekali menemanimu memilih pakaian, sekarang ayo cari yang segar-segar aku haus.” Tanpa menunggu Max setuju atau tidak, Emily sudah langsung menarik tangan Max untuk membeli minuman dingin. Tangan Max sangat dingin, sejenak Emily kaget saat pertama kali menyentuhnya tapi berusaha tidak mengatakan apapun. “Kamu ingin rasa apa?” Kali ini perempuan itu meminta pendapat Max, tapi Max adalah robot dia tidak minum ataupun makan. “Mau pesan sepertiku?” Emily bertanya kembali dan Max hanya mengangguk mengiyakan, Emily berdecih pelan. Emily langsung menyedot minumannya untuk membasahi tenggorokannya yang kering, ia berjalan lebih dulu meninggalkan Max dengan setumpuk tas belanjaan di sebelah tangannya dan sebelahnya memegangi gelas minuman. Seorang anak laki-laki usia 5 tahun di gandengan mamanya menatap Max tepat saat itu Max langsung memberikan minumannya untuk anak laki-laki itu. Bagaimanpun juga robot tidak minum air, semoga saja para teknisi semakin memperbaharui tiap kekurangan para Humanoid nantinya. “Kemana minumanmu?” Tanya Emily. “Habis.” “Ternyata kau suka minum juga ya.” Kekeh Emily sembari membantu Max memasukkan tas tas tadi ke dalam bagasi. Max tidak menjawab hingga mereka kembali tiba di apartemen dan di sana Diana terlihat berdiri di depan pintu apartemen Emily dengan menatap tajam ke kedua orang yang ada di depannya itu. “Kamu ingin aku menghajarmu hah?” Pekik Diana kesal, alis Emily terangkat sebelah sebelum tersenyum tanpa dosa. “Maaf, maaf, aku lupa memberikanmu salah satu kuncinya.” Diana sedikit bergeser untuk membiarkan Emily membuka pintunya, Diana menatap Max dengan banyak tas dari kecil hingga besar di tangannya. “Kalian habis berbelanja?” “Seperti yang kamu lihat, semua gara-gara kau karena kemarin ada orang yang tiba tiba datang menyerahkan orang itu padaku lalu membuatku membantunya membelikan barang-barang pribadinya.” Kemudian Emily berbalik menatap Diana di mana perempuan itu langsung mengalihkan matanya. “Apartemenmu panas sekali, kau mematikan AC nya?” “Ck! Tidak usah berdalih, aku benci muka pura-puramu.” Emily melompat ke atas sofa empuk dan membaringkan dirinya di sana. “Jika kau bukan sepupuku aku mungkin sudah menendangmu dari sini.” “Oh kau jahat sekali padaku, aku merasa terasingkan sekarang.” Ucap Diana tepat saat itu sebuah bantal melayang ke arahnya, Diana menyambutnya dengan gelakan tawa hingga tawanya mampu terdengar ke seluruh penjuru apartemen Emily. “Kau menyebalkan sekali, kenapa aunty dulu melahirkanmu menjadi sepupuku, rasanya aku ingin mencakarmu saat ini juga.” “Amy, itu sudah takdirmu, kau tidak bisa mengubahnya.” Dengan santainya Diana menjawab, “Oh ya, kemana Max, kenapa dia langsung menghilang?” “Mungkin lagi sakit perut.” Sahut Emily seenak jidatnya. Diana mengerutkan kening, ‘Sejak kapan robot bisa sakit perut?’ tapi sudahlah, itu artinya Emily belum tau jika Maxime adalah Humanoid kan? “Bagaimana hubunganmu dengan Hans?” “Kami sudah selesai.” Jawab Emily. “Setelah dia menghianatiku aku sudah malas bertemu lagi dengannya. Ah, kenapa aku dulu begitu bodoh hingga harus mengorbankan waktuku sia-sia selama lima tahun dengannya.” Emily mendesah kecewa. Diana mencebikkan bibirnya, “Karena kau memang bodoh makannya dengan mudah mencintai Hans.” “Oh ya Amy apa Max merepotkanmu?” “Tidak selama dia kau titipkan di sini, tapi entahlah kalau kedepannya, setidaknya masih ada 29 hari lagi.” “Ck ck kau tidak tulus membantuku ya sampai menghitung hari di mana aku membawa Max keluar dari rumahmu?” “Sebenarnya tidak tapi mau bagaimana lagi. Awalnya aku ingin menyuruh kau membawa Max lagi tapi ternyata kau membawakan koki handal itu kerumahku, dan sepertinya mulai hari ini aku akan makan enak terus.” “Koki? Koki apa?” “Max. Kau tidak tau kalau dia sangat pintar memasak, bahkan koki di restoran mahal pun akan kalah dengan masakannya, aku bahkan tidak bisa menahan godaan masakannya, lain kali kau juga harus mencicipinya.” Diana terkekeh pelan menyadari Emily sudah tidak keberatan lagi dengan kehadiran Max, semoga saja Emily tidak akan tau tentang siapa Max sebenarnya. Jika sampai Emily tau maka usaha yang sudah ia lakukan akan berakhir sia-sia. Lagian siapa yang tidak akan suka dengan Humanoid? Mesin dengan pemikiran seperti manusia itu sangat langka. Dengan begitu para Humanoid nantinya bisa ikut berbaur di lingkungan para manusia, selain menjadi pelindung dari para penjahat, para Humanoid juga bisa melindungi pemilik mereka masing-masing. “Seperti yang aku katakan jika dia pintar memasak kan?” ucap Emily begitu indra penciumannya menghirup aroma wangi masakan. “Wah aku tidak menyangka dia juga bisa melakukan hal ini.” sahut Diana hingga kedua perempuan itu tanpa sadar melangkah ke arah sumber asal aroma itu berasal. “Apa kalian sudah lapar?” Tanya Max yang sudah memakai celemek biru yang biasa Emily pakai. Dengan patuhnya kepala Emily dan Diana mengangguk mereka berdua duduk di berhadapan di kursi meja makan sedangkan Max menghidangkan masakannya. “Jika aku mendaftarkanmu di ajang kompetisi memasak aku yakin kau akan langsung dapat juara satu.” Celetuk Diana begitu Emily menyumpal makanan ke dalam mulut perempuan itu. Emily terkekeh pelan menatap Ekspresi yang Diana tampilkan tidak jauh dari apa yang Emily rasakan pagi tadi. Emily kemudian tersenyum ke arah Max namun Max hanya menatapnya tanpa ekspresi yang membuat Emily tiba-tiba jadi geram.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD