“Kamu di mana Honey?” tanya Zul lembut.
“Daddy di mana? Kita mau janjian di mana?” tanya Shita santai.
“Ini jadi sudah mau dekat rumah. Honey di mana?”
“Kamu sudah dekat rumah? Serius? Mobilmu itu di depan mobil aku loh. Kamu baru keluar dari hotel,” jawab Shita.
“Ya kan ini sudah dekat rumah kan?” kata Zul gelagapan. Dia sungguh tak percaya, benar mobil Shita ada di belakang mobilnya, dia lihat dari spion. Untung tadi dia memang habis meeting bersama klien bukan habis ngapa-ngapain.
“Ini aku masih bersama Lukman sekretarisku, kami baru selesai meeting dengan MR Takada di hotel Olympic, sedang menuju ke rumah. Kalau dari kantor berarti lebih jauh kan? Itu makanya Daddy barusan bilang sudah dekat rumah,” ucap Zul beralibi.
“Oh begitu maksudnya, ya sudah kita langsung ketemu di rumah saja. Aku duluan ya,” kata Shita dia melajukan mobilnya mendahului mobil Zul.
Zul benar-benar tak percaya Shita memang benar-benar di belakangnya, padahal tadi sudah lihat di spion.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Wow kamu cantik banget Honey,” puji Zul.
“Cantik begini saja suamiku nggak peduli kok. Lebih-lebih aku nggak cantik,” balas Shita menanggapi pujian suaminya.
“Kamu tuh kalau ngomong asal deh. Nanti orang mengira beneran loh.”
“Kalau dikira beneran ya enggak apa-apa lah, tapi kalau kenyataannya beneran nah itu yang menyakitkan,” kata Shita.
“Ayo jalan,” kata Zul tak mau memperpanjang perdebatan.
“Oh ya sini kunci mobil sama BPKB mobilmu,” pinta Shita.
“Kenapa?” tanya Zul.
“Aku mau ganti, karena itu kan sudah empat tahun dipakai, harus ganti mobil dengan tahun yang lebih muda, sudah biasa seperti itu kan kalau di perusahaanku.”
Zul pun memberikan kunci mobil beserta BPKB pada Shita. Mereka telah menikah hampir tiga tahun, jadi Zul memang sudah tahu mobil di rumah Shita tidak boleh lebih dari empat tahun, harus ganti dengan tahun yang lebih muda.
“Kamu mau ganti apa?” tanya Shita.
“Terserah kamu saja lah. Daddy mah ngikutin saja, sedikasihnya saja lah,” jawab Zul tenang. Dia tak mau request jenis atau warna mobil barunya kelak.
“Oke,” jawab Shita. Dia pun memasukkan kunci mobil dan BPKB ke dalam lemari yang kuncinya dia pegang.
“Jadi kita pakai mobil mana hari ini? Pakai mobil harianmu atau pakai mobil lain?”
“Kita pakai mobil keluarga saja, dan hari ini kita nggak berdua tapi diantar sopir. Nggak mungkin lah kita mau makan malam tapi cuma berdua. Biar diantar sopir saja. Nanti sopir makan di luar, dia sudah stand by di mobil selalu.”
“Oke,” jawab Zul. Mereka pun bergandeng tangan keluar dari rumah untuk bertemu dengan Ekawira Dewangga dan istrinya juga anaknya.
Mr Ekawira Dewangga adalah pengusaha besar, super besar. Dia punya reputasi bagus, dia juga termasuk orang terkaya di Indonesia. Tapi ya belum masuk ke level orang terkaya di Asia seperti Shita.
Orang tua Shita orang terkaya nomor 11 di Asia, kalau Ekawira Dewangga orang terkaya nomor 5 di Indonesia, sangat jauh dari Shita. Tapi gaya hidup mereka memang lebih terlihat mewah, tidak seperti keluarga Shita yang selalu humble.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Kenapa Mommy sewa ruang private seperti ini?” tanya Zul.
“Nggak enak lah masa makan sama tuan Ekawira Dewangga kita makan di resto terbuka? Kita tentu nggak enak ngobrolnya. Kalau di ruang private seperti ini kan cuma kita berlima nanti.”
“Apa Daddy mau di ruang terbuka saja? Kalau kayak begitu kita tukar saja,” usul Shita santai.
“Enggak lah, enggak. Sudah seperti ini saja,” Zul tak ingin mempersulit istrinya dengan mengganti ruang yang sudah direservasi.
“Soalnya aku sudah bilang sama Mr Ekawira Dewangga, nanti dia suruh tanya saja sama penjaga pintu, cari pesanan atas nama kamu. Aku dua hari lalu pesannya atas nama kamu kok.”
“Oh oke kalau seperti itu,” kata Zul.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
Tanpa menunda waktu rupanya Ekawira Dewangga, papi Anya datang tepat waktu. Istrinya Gantari Gurudatta, mami Anya tampil sangat cantik. Begitu pun Hiranya Janavi Dewangga atau Anya putri tunggal mereka.
Anya dan Gantari keduanya pakai baju branded, tentu tidak aneh karena memang mereka orang yang hobby mercusuar. Mereka senang show up. Tak seperti Shita.
“Selamat datang Bapak, Nyonya, halo Anya, kamu makin cantik saja,” sapa Shita.
Mereka lalu langsung saling puji sedang Shita akhirnya ngobrol bersama dengan Ekawira Dewangga, papi Anya. Mereka bertukar pendapat tentang bisnis.
Memang keahlian Shita jangan disepelekan. Dia bisa disejajarkan dengan para senior dalam hal sepak terjang bisnis. Kalau untuk urusan bisnis walau dia masih pemula, semua orang sudah tahu kemampuannya itu. Termasuk Ekawira yang biasa dipanggil Mr Wira.
“Hari Anda tentu sangat melelahkan ya Mister Wira. Kalau saya hari ini sangat menyenangkan.
“Ya standar lah. Saya hanya punya Anya, sedang dia tidak pandai untuk mengelola bisnis dan yang pasti dia tak mau terjun di bisnis. Makanya saya bingung.”
“Wah Anda harus mencari menantu yang hebat dalam bisnis, sehingga bisa menunjang semua kebutuhan perusahaan. Menantu yang hebat walaupun dari keluarga miskin tak apa. Dia nanti akan bisa menyesuaikan diri kok.”
“Bahkan biasanya anak dari keluarga miskin bisa lebih borjuis daripada kita yang sudah lahir dari orang kaya,” kata Shita. Zul tak merasa itu disindirkan pada dia. Zul merasa dia adalah keturunan orang kaya, jadi tak ada rasa tersinggung pada Zul.
“Banyak orang biasanya yang dari kaum menengah ke bawah begitu naik merasa dia sudah lahir dengan sendok emas di mulutnya. Seperti itu kan ya Mbak Anya?” Shita melempar pertanyaan pada Anya.
“Wah saya kalau soal seperti itu nggak tahu,” jawab Anya lirih dan lembut.
“Oh mbak Anya sudah biasa lingkungan the have’s ya. Jadi nggak pernah tahu lingkungan orang miskin. Biasanya orang miskin seperti itu walau tak semua. Kalau diangkat sedikit, dia lupa sama asal-usulnya. Dia merasa dia lebih kaya dari yang ngangkat. Biasanya seperti itu sih,” ucap Shita sambil mulai makan menu pembuka yang barusan datang.
“Kalau hari saya tadi menyenangkan. Saya banyak bertemu dengan orang, saya banyak bertemu dengan para rekanan baru, dan saya tadi makan siang dengan mertua saya, orang-orang paling hebat yang ada di sekitar saya.”
“Wah Anda sangat dicintai oleh mertua? Hebat kalau hubungan kalian sangat baik,” kata nyonya Gantari istri dari Mr Wira.
“Iya kami membahas banyak hal, terutama tentang kapan saya buka alat kontrasepsi.”
“Kalian sudah berapa tahun menikah?” tanya Gantari.
“Hampir tiga tahun, dan waktu saya dilamar saya bilang sama kedua orang tua saya dan kedua calon mertua saya waktu itu, saya bilang saya tidak akan punya anak sebelum tiga tahun pernikahan. Karena saya ingin pacaran dulu dan juga menapaki apakah calon suami saya waktu itu benar-benar cinta sama saya, atau hanya cinta harta saya. Jadi sekarang waktunya sudah untuk mulai menapaki hari baru karena mau masuk tahun ketiga,” dengan senyum manis Shita menjelaskan semua langkah yang dia ambil di awal pernikahannya dengan Zul dulu.
“Oh jadi Anda bukan mandul?” tanya nyonya Gantari sambil menatap Anya tajam. Dia dengar dari Anya kalau Shita mandul, waktu Gantai tanya Anya dapat info dari siapa, putrinya bilang dari orang terdekat Shita dan info itu sangat valid.