Natasha dan Juan saat ini tengah berjalan menuju kamar VVIP di mana Nyonya Renata dirawat. Selepas makan siang di kantin, keduanya langsung kembali ke kamar perawatan setelah mendapat panggilan dari Alex.
"Bukankah ada meeting hari ini?" tanya Natasha pada asisten sekaligus sahabat bosnya itu.
"Ya," jawab Juan singkat. "Kenapa, Nat?"
"Tidak apa-apa hanya belum pernah ikut saja. Jadi, belum tahu apa yang harus saya lakukan."
"Aku pikir, urusan meeting biar aku saja yang tangani. Kamu bisa menunggu tanpa harus repot mengawasi Alex."
"Benarkah?" Natasha terlihat sumringah.
"Ya. Sejauh aku masih bisa menemani Alex, kamu tidak perlu khawatir. Urus saja lelaki itu kalau aku tidak ada. Seperti saat di rumah atau di kamar misalnya." Terdengar nada suara Juan yang menggoda Natasha.
"Maksudnya apa, Pak Juan?" tanya gadis itu seiring langkah mereka yang sudah keluar dari lift.
"Ya ... seperti yang aku bilang tadi. Alex itu enggak suka perempuan karena ada trauma yang masih ia rasakan sampai sekarang. Jadi, jujur saja aku berharap kamu bisa menyembuhkan trauma Alex itu."
"Apa!" seru Natasha yang membuat Juan terkejut.
Betapa tidak, gadis itu tiba-tiba berhenti setelah mendengar pernyataan asisten pribadi bosnya tersebut.
"Kok saya semakin enggak ngerti maksud Pak Juan."
"Ah, enggak usah dimengerti. Jalanin aja. Kalau kamu enggak bisa membalas sikap ketus dan dinginnya Alex, setidaknya kamu bisa membuat sikap itu melunak dan berubah."
Natasha mengerutkan keningnya, jelas tak mengerti.
"Udah, yuk, jalan! Omongan aku enggak usah dipikirin sekarang," ucap Juan seraya meneruskan langkah.
Ada senyum yang tersinggung ketika Juan berjalan lebih dulu meninggalkan Natasha yang mendadak melamun. Gadis yang kerap gesit dan cekatan itu mendadak terdiam bak orang bodoh.
'Apa maksudnya, yah? Apakah ...? Ah, entahlah.'
Natasha akhirnya memilih untuk menyusul Juan. Mengejar lelaki itu yang kini sudah berbelok masuk ke kamar nyonya besar.
"Tuh!" tunjuk Juan ketika Natasha baru memasuki ruangan.
"Lambat sekali!" seru Alex.
Tampak lelaki itu berdiri di sebelah brankar sang mommy dengan tatapan kesal. Lain dengan Alex, Nyonya Renata justru terlihat tersenyum menatap Natasha.
"Nat! Sini!" ucap wanita paruh baya itu dengan tangan mengayun lemah.
Natasha tak pernah bisa menolak permintaan wanita itu. Sekedar untuk mendekat dan duduk di sebelahnya meski mendapat tatapan tak menyenangkan dari Alex, menurutnya bukan satu hal yang sulit.
"Iya, Nyonya," ucap Natasha seraya duduk setelah diminta oleh mommy-nya Alex.
"Terima kasih karena kamu benar-benar menjalankan permintaanku hari ini. Jangan ragu-ragu untuk cerita padaku kalau Alex berbuat macam-macam atau mempersulit pekerjaan kamu nantinya."
Mendengar ucapan sang mommy, Alex melengos menatap ke arah lain.
"Baik, Nyonya." Natasha mengangguk. Ia tahu batas mana seharusnya ia bercerita pada sang nyonya besar dan tidak mengambil kesempatan dengan menjelek-jelekkan putranya.
"Oh iya, aku minta mulai hari ini kamu jangan panggil aku 'nyonya'."
Natasha menatap bingung. "Lalu, saya harus panggil apa, Nyonya?"
"Panggil aku mommy, sama seperti Alex memanggilku."
"Apa!" pekik Alex tak percaya dengan pendengarannya.
Natasha melihat ketidaksetujuan yang lelaki itu tunjukkan. Padahal gadis itu sendiri pun enggan melakukan hal tersebut.
"M-Maaf, Nyonya. Sepertinya saya tidak bisa." Natasha menolak kali ini. Meski ada perasaan tak enak saat melihat perubahan ekspresi Nyonya Renata ketika ia mengatakan penolakan.
Di belakang sana, ada Juan yang malah tersenyum. Senyum yang tidak dilihat oleh ketiga orang di depannya, begitu puas sebab dugaannya yang sepertinya benar. Tuan dan Nyonya Anderson tengah menjalankan rencana untuk menjodohkan Alex dengan Natasha. Begitu pikir Juan.
"Entahlah, aku merasa kamu sudah tidak sayang lagi kepadaku, Nat," ucap Nyonya Renata sedih, membuat Natasha semakin tak enak hati.
"Nyonya, tidak begitu," sahut Natasha seraya menggenggam jemari wanita itu yang terlihat pucat.
Berbeda dengan Natasha yang merasa bersalah, Alex malah merespon sebal. "Jangan mulai deh, Mom. Memang Natasha itu siapa harus sayang sama Mommy. Kenapa juga ia harus panggil Mommy begitu? Jangan mengada-ada."
Juan tahu kalau Nyonya Renata mungkin sedang melakukan sandiwara, begitu juga Alex yang sepertinya sudah mulai mengetahui tak tik sang mommy. Namun, hal itu tidak berlaku pada Natasha yang menganggap jika ucapan Nyonya Renata adalah satu firasat tak baik.
"Ya sudah, kalau begitu kalian pergi saja. Mommy mau istirahat." Nyonya Renata melepas genggaman tangan Natasha padanya. Kemudian ia menarik selimut seraya merebahkan tubuhnya ke kasur.
Natasha tampak menyesal atas sikap penolakan yang barusan ia sampaikan. Ia tidak menduga jika mommy-nya Alex akan bersikap demikian. Merajuk dan berubah sedih.
"Baiklah, saya permisi dulu. Besok saya akan kembali menjenguk Mommy di sini," ucap Natasha yang membuat wanita di balik selimut itu berbalik dan memandangnya dengan wajah ceria.
"Mommy tunggu, yah, Nat," ucapnya yang kemudian meminta gadis itu mendekat guna mengecup keningnya seolah menandakan rasa sayang terhadap anaknya sendiri.
Setelah itu Natasha pun beranjak berdiri. Ia memberikan kesempatan bagi Alex untuk berpamitan pada mommy-nya.
"Mommy sepertinya memang sengaja mengajakku berperang," bisik Alex di telinga sang mommy.
Seolah tidak mempedulikan ucapan putranya, Nyonya Renata hanya tersenyum lalu mengucapkan kalimat sampai jumpa. Sontak saja hal itu membuat Alex keki dan kesal bukan main.
Pengusaha tampan itu pun pergi lebih dulu setelah mendaratkan kecupan di kening sang mommy. Menatap ketus Natasha saat ia melewatinya.
Juan menyusul kemudian setelah berpamitan pada Nyonya Renata. Lalu, Natasha berjalan paling belakang sembari melempar senyum pada mommy-nya Alex sesaat akan menutup pintu. Tak lama seorang perawat yang diminta selalu berjaga dan menemani selama Nyonya Renata dirawat, masuk setelah semua rombongan pergi.
"Apakah kamu merasa mendapat angin segar dari setiap permintaan mommy?" Mendadak Alex bicara setelah semua berada dalam mobil. Semua orang di dalamnya tahu kalau itu ditujukan kepada Natasha.
"Saya tidak berpikir demikian, Tuan. Maaf kalau itu membuat Anda tidak nyaman."
"Lalu kamu merasa bagaimana kalau bukan senang, hah?" Alex menatap tajam Natasha yang duduk di depan di sebelah supir.
"Saya tidak merasakan apapun. Saya hanya berusaha melakukan hal yang mampu saya lakukan. Itu saja."
"Walau seandainya mommy minta kamu untuk terjun ke jurang, apakah kamu mau melakukannya?" Tajam Alex terus bertanya.
"Jika itu membuat Nyonya Renata bahagia, lalu sembuh dari penyakitnya, saya akan lakukan itu."
"Ah, bullshit! Omongan kamu mana bisa dipercaya. Mana ada orang yang mau mati demi orang lain yang tidak dikenal." Alex menatap jendela mobil. Melihat keluar dengan lalu lintas yang terlihat padat.
"Sudahlah, Alex, anggap saja setiap permintaan mommy adalah sebuah cara bagi kita untuk membuatnya bahagia di tengah kondisinya sekarang. Lagian apa yang bikin kamu emosi kaya gini sih, mommy 'kan cuma minta Natasha buat mengganti panggilannya, apa ada yang salah? Bukan kamu juga yang mommy perintahkan untuk berbuat ini dan itu." Juan yang duduk di sebelah Alex, hanya berusaha meredam emosinya.
Entah apa yang dipikirkan Alex hingga membuatnya begitu sensitif.
'Salah! Jelas salah,' batin Alex yang enggan mengeluarkan suaranya hingga perjalanan mereka berakhir di sebuah gedung perusahaan di mana ia akan menjalani meeting di dalamnya.