twenty-two : feeling better

1508 Words
Tidak jauh berbeda dengan Jala, hari ini suasana hati Hamdan juga mellow. Dalam setahun, ada tiga tanggal penting yang membuatnya merasa seperti ini. Yang pertama adalah hari berpulangnya sang ayah, lalu hari ulang tahun si kembar, dan yang ketiga adalah hari ini. Untuk hari ulang tahun si kembar, Jala bukan merasa sedih karena mereka bertambah usia, melainkan sedihnya karena mengingatkan bagaimana pada hari ulang tahun mereka, salah satu orangtua mereka justru menghilang sehingga mereka tidak pernah memiliki figur orangtua yang lengkap. Dari tahun pertama hingga tahun ke-15 sudah begitu. Sedangkan untuk hari ini, rasanya lebih pribadi. Sedihnya Hamdan karena hari ini adalah tanggal ulang tahun wanita yang pernah menjadi kekasihnya. This day always reminds him how he could no longer celebrate her birthday, not even saying a simple 'happy birthday' to her. Yah, jangankan begitu. Hamdan saja tidak tahu bagaimana kabar wanita itu sekarang. Yang bisa dilakukan Hamdan hanyalah memandangi fotonya yang selalu ada di dompet, pada waktu istirahatnya di kantor. Cukup lama Hamdan sudah menatap sendu foto lusuh tersebut, sembari mengusapnya pelan dengan ibu jari. "Happy birthday, Kala." Hamdan bergumam, yang mana hanya dirinya sendiri yang bisa mendengar itu. Jika ditanya apakah Hamdan rindu pada Kala, tentu jawabannya sudah jelas. Ia rindu, ia ingin bertemu. Ada banyak sekali yang Hamdan ingin tanyakan kepada Kala dan menuntut penjelasan darinya. Entah kenapa Hamdan tahu kalau Kala pergi bukan karena kemauannya sendiri dan ada alasan besar di balik itu semua. Oleh sebab itu, Hamdan tidak pernah merasa marah walau sudah ditinggalkan selama bertahun-tahun dengan tanggung jawab yang begitu besar. Meski keluarganya marah pada Kala dan selalu mengatakan opini-opini buruk tentangnya setiap kali mereka membicarakan wanita itu, Hamdan memilih diam. Dulu ia sering sekali berharap bahwa Kala akan muncul lagi ke kehidupannya, menemui Hamdan dan anak-anak mereka, lalu akan ada kesempatan yang bisa membuat mereka bersatu kembali. Tapi sekarang, Hamdan sudah berhenti berharap. Ia sudah terlalu dihantam kenyataan sehingga tidak berani mengharapkan apa-apa lagi. Setidaknya tahun ini Hamdan menghadapi hari ini dengan lebih baik. Tahun-tahun sebelumnya, ia terlalu bersedih hingga tidak fokus untuk mengerjakan yang lain. Terutama pada tahun-tahun awal Kala menghilang, Hamdan selalu mendapat mental breakdown pada momen-momen penting yang telah ia sebutkan tadi. Bahkan ia juga pernah sampai menghilang satu hari penuh hingga Jala dan Lara yang waktu itu masih kecil mengamuk dan Hamdan membuat ibunya, juga Harlan jadi kewalahan mengurusi mereka. At that time, he was just tired for fighting along. Mengurus anak jelas bukan perkara mudah, terlebih di usia yang masih sangat muda sehingga banyak yang harus dikorbankan. Walau sekarang Hamdan selalu dipuji sebagai seorang ayah yang baik dan mengutamakan kepentingan anak-anaknya, tapi dulu Hamdan juga pernah mengalami struggle yang besar hingga rasanya pun ingin menyerah. He's so much better now. Bahkan Hamdan tidak terlalu ingat kalau hari ini adalah ulang tahun Kala karena terlalu sibuk bekerja. Ia baru mengingatnya di waktu istirahat. Hamdan memang masih sedih, tapi di sisi lain ia juga senang dengan self improvement yang sudah terjadi pada dirinya. Fokus Hamdan pada foto Kala baru terpecah ketika ada pesan masuk di ponselnya dan nama Ambar yang tertera disana. Hamdan pun mengambil ponsel untuk mengecek pesan yang itu. Ternyata, Ambar mengirimkan sebuah foto, yaitu foto Ambar bersama Jala yang sedang berada di sebuah restoran Jepang all you can eat yang terkenal. Di bawah foto itu, Ambar mengirimkan satu pesan lagi. Ambar Kusumaputri Aku culik anakmu dulu yaaa. Katanya hari ini lagi sedih dan dia abis ceritain alasannya ke aku. It made me sad too huhu. Karena itu aku mau traktir dia makan enak. Don't worryyyy, I'll make him all smiley again! Sejenak Hamdan tertegun mengetahui dari Ambar kalau hari ini Jala sedang sedih. Selama ini anak laki-lakinya itu selalu ceria dan tidak pernah menunjukkan kesedihan sama sekali. Namun, Hamdan sendiri bisa menebak kalau alasan Jala bersedih hari ini kurang lebih sama dengan alasan Hamdan memandangi sendu sebuah foto lusuh dari dompetnya tadi. Mereka tidak benar-benar pernah benar-benar membicarakan masalah ini, apalagi berbagi kesedihan. Di rumah, topik mengenai Kala selalu jadi hal yang sensitif, karena itulah Hamdan dan Jala menyimpan kesedihan mereka masing-masing. Tapi setidaknya, melihat foto Ambar bersama Jala, Hamdan bisa sedikit merasa lega. Anak laki-lakinya itu nampak sudah tersenyum lebar di foto. Hamdan tidak tahu apa yang sudah dilakukan Ambar untuk menenangkannya, namun satu hal yang pasti, Hamdan merasa berterima kasih untuk itu. Hamdan bersyukur karena dekat dengan Ambar selama beberapa waktu ini. Walau Lara masih bersikap dingin padanya, namun Jala dengan mudahnya akrab dengan wanita itu. Hamdan juga bersyukur karena Ambar tidak jadi mengakhiri hubungan 'pertemanan' mereka saat itu. Satu senyum kecil terukir di bibir Hamdan ketika ia mengetikkan balasan untuk Ambar. Hamdan Septian E. Thank you. Today must be hard for him...and actually for me too. Balasan Ambar datang semenit kemudian. Ambar Kusumaputri Kamu kode minta dihibur juga ya? Hamdan tertawa membacanya. Mungkin, Ambar juga ikut andil dalam membaiknya perasaan Hamdan tahun ini. Sebab berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Hamdan tidak mengizinkan perempuan manapun masuk dalam kehidupannya. Tahun ini tidak begitu lagi. Hamdan Septian E. Iya :) *** Berbeda dengan papi dan saudara kembarnya, Jala sama sekali tidak merasa sedih atau menganggap spesial hari ini. Bahkan, Lara pun tidak ingat sama sekali momen apa yang terjadi pada tanggal sekarang. Lara memang telah mengenyahkan semua informasi yang menurutnya tidak penting. Daripada mengingat hari ulang tahun seseorang yang tidak pernah ada dalam hidupnya, lebih baik Lara mengingat siapa saja anggota Panitia Sembilan dan kapan PPKI mengesahkan Piagam Jakarta. Sepulang sekolah, Lara pun sudah punya agendanya sendiri. Ia mau pergi ke mall bersama Bu Semira sang guru kesayangan. Alasannya sih, Lara minta ditemani mencari kado untuk hadiah ulang tahun papinya yang masih sekitar sepuluh hari lagi. Nah, untuk tanggal ulang tahun papi tentu harus diingat. Syukurnya Semira mau menemani Lara karena Lara yang memintanya dengan sangat memelas. Lara beralasan kalau ia tidak jago memilih kado untuk orang dewasa. Padahal, selama ini Lara selalu memilih kado untuk papinya sendiri. She has good taste in fashion and stuffs, jadi Lara tahu apa yang cocok dan tidak cocok untuk papinya. Tapi, alasan Lara minta ditemani Semira juga bukan hanya karena ia ingin mencari kado saja. Selain ingin menghabiskan waktu bersama Semira yang menyenangkan, Lara juga mau semakin mengakrabkan diri dengan sang guru, juga mencoba mempromosikan sang papinya. Lara sudah bilang kalau harus punya mami, ia maunya yang seperti Bu Semira. Tetapi, ia tidak tahu bagaimana caranya untuk menjodohkan si ibu dengan papinya. Selama sebulanan ini, Lara harus menahan hati saja melihat papinya kian dekat dengan tantenya Anette. Walau sudah memutuskan untuk bersikap sopan dengan Ambar, bukan berarti Lara sudah setuju. Tidak, Lara belum setuju. Dan sekarang Lara sudah mulai beraksi untuk berusaha membuat Bu Semira jadi maminya kelak. Lara iseng mengambil foto Semira ketika mereka sedang berada di counter Calvin Klein dan memilih-milih kemeja mana yang cocok untuk Hamdan tadi. Lara mengirimkan foto itu kepada Jala dan bilang, lagi sama calon Mami. Eh, Jala justru membalas dengan fotonya bersama Ambar. Kata Jala, DITRAKTIR KINTAN BUFFET SAMA CALON MAMI (PALING REAL) NO TIPU TIPU PACARNYA PAPI BAIK HATI N CAKEP ABIEZZZZ Iya, Jala membalas dengan full capslock. Lara menganga melihatnya dan langsung sebal bukan main. "Kurang ajar," gumam Lara tanpa sadar. "Kenapa Lara?" tanya Semira yang mendengar gumaman Lara itu. Mereka sekarang sudah tidak lagi berada di counter Calvin Klein, melainkan sudah berada di sebuah restoran sushi untuk makan siang. Kadonya sudah didapat dan Semira lah yang memilihkan, sementara Lara terima-terima saja dengan pilihan Semira. "Enggak Bu, ini Jala nyebelin," jawab Lara. Semira mengangguk-angguk saja, lantas meminum ocha di dalam gelasnya. Mereka masih menunggu makanan yang dipesan datang. Duh, Lara jadi menggebu-gebu karena melihat foto yang dikirimkan oleh Jala. Kembarannya itu nampaknya semakin dekat saja dengan Ambar, papinya pun begitu. Namanya dua lawan satu, Lara pasti akan kalah kalau begini caranya. Karena itu Lara harus cepat bergerak dan mengubah pilihan papinya. Tapi bagaimana caranya menjodohkan Papi dan Bu Semira? Lara belum pernah pacaran karena tidak boleh juga oleh papi. Katanya, mereka baru boleh pacaran kalau sudah lulus SMA (sebelumnya lulus kuliah, tapi Jala menawar). Lara juga nggak pernah naksir cowok, seringnya cowok yang naksir Lara, tapi semuanya Lara tolak. "Bu, saya mau tanya sesuatu boleh, nggak?" Lara bertanya. "Boleh dong. Mau tanya apa?" "Ibu belum nikah, kan?" Semira menggelengkan kepala. "Belum, Lara." Ia menunjukkan tangan kanannya. "Nih, liat belum ada cincin kawin di jari manis Ibu." Lara nyengir. Bagus, pikirnya. "Kalau pacar punya nggak, Bu?" Kepala Semira menggeleng lagi. "Baru aja putus enam bulan lalu." "Udah move on?" "Udah dong, ngapain juga berlarut-larut." "Sekarang lagi naksir orang atau lagi dekat sama siapa gitu nggak, Bu?" "Nggak ada sih. Soalnya Ibu masih fokus sama kerjaan aja." Wah, kalau begini sudah semakin jelas kalau Bu Semira available. Jujur, Lara betul-betul clueless dengan hubungan percintaan. Jadi ia tidak tahu apakah ini tindakan yang benar atau tidak ketika ia bertanya to the point pada Semira, "Mau sama Papi saya nggak, Bu? Papi saya ganteng loh, masih muda, baik hati, terus pe-" Lara tidak sampai melanjutkan kata-katanya karena Semira yang keselek ocha yang baru saja diminumnya. Lara panik. "YA AMPUN, BU! IBU NGGAK APA-APA?!" 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD