“Kalian ini kenapa bertengkar terus?” tanya Arman kepada kedua anaknya.
Arsel dan Ara diam menghadap Arman yang kini mencak-mencak. Sedangkan Ibu mereka, Bu Joda yang sangat cantik hanya diam.
“Kalian sudah dewasa, apalagi kamu, Arsel, sudah dua puluh tujuh tahun. Tapi kamu masih saja ribut sama adik kamu. Kali ini rebutan apa, hah?” Arman terus menyentak anaknya.
“Dia itu, aku marah bukannya ngademin malah ngendangin,” jawab Arsel sambil menunjuk Ara.
“Begitu saja kamu marah,” ujar Arman.
“Ayah gak ngerti seberapa menyebalkannya dia,” ucap Arsel menusuk-nusuk kening Ara sampai kepala Ara mundur.
Ara tidak terima, gadis itu menepis tangan Arsel dan menjotos perut pria itu. Arsel mengusap perutnya, sedangkan Joda segera memisahkan kedua anaknya.
“Kalau kalian terus bertengkar, lalu siapa yang akan menikah?” tanya Joda.
“Tentu saja kami berdua,” jawab Arsel.
“Setiap hari bertengkar, sekarang mau menikah? Jangan mengada-ngada kamu, Arsel. Ibu gak setuju,” ujar Joda dengan tegas.
“Bener, Bu. Aku gak mau menikah sama Mas Arsel. Aku hanya mau menikah sama Kim Taehyung,” kata Ara.
“Halu halu ….” Arsel terus mengatai adiknya.
Ara tidak menjawab ucapan Kakaknya, perempuan itu menyalami punggung tangan Ayah dan Ibunya.
“Ayah, Ibu, selamat datang. Sekarang aku mau ke kamar, ada orang gak jelas di sini,” ucap Ara berpamitan.
“Siapa yang gak jelas?” tanya Arsel sewot.
Ara tidak menjawab dan terus menaiki anak tangga. Arsel yang melihat itu pun tidak terima. Dia merasa betul kalau dia yang dikatai Ara ‘tidak jelas.
“Woy woy, balik dulu sini!” titah Arsel pada Ara.
“Kamu pamit sama Ayah dan Ibu tapi gak pamit sama aku. Aku ini sebentar lagi jadi suamimu,” seloroh Arsel.
Ara menoleh sejenak, “Apa wajahku terlihat peduli?” tanya Ara pada Arsel. “Tidak sama sekali,” jawab gadis itu sendiri dan melanjutkan langkahnya.
“Ayah, Ibu, lihat dia! Dia selalu begitu. Aku hanya mau menikahinya, tetapi dia ruwet sendiri,” keluh Arsel kepada Ayah dan Ibunya.
“Ya lagian kenapa kamu mau menikahi Ara mendadak? Rencana licik apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Arman menatap curiga pada anaknya.
“Ayah, aku itu anak kandung Ayah. Hasil bibit unggulan yang awalnya menjadi kecebong terus menjadi dewasa seperti ini. Kok Ayah tega sih ngatain aku licik?” tanya Arsel bertubi-tubi.
“Ayah tau betul kalau otak kamu gak jauh dengan hal yang licik-licik. Sekarang katakan, buat apa kamu menikahi Ara!” tegas Arman.
Arsel mendudukkan diri di sofa, pria itu tidak mau mengatakan yang sebenarnya pada Ayahnya. “Aku menikahi Ara karena aku cinta sama dia,” jawab Arsel.
“Gak mungkin,” jawab Arman.
“Ayah kenapa sih ikut campur? Ini urusanku sama Ara. Yang mau menikah itu aku dan Ara,” jelas Arsel.
“Ayah bisa melihat dari mata batin kalau Ara itu kamu paksa. Pernikahan itu atas dasar suka sama suka, menyatukan dua orang yang mencintai menjadi satu, bukan atas dasar paksaan,” oceh Arman yang kini menceramahi anaknya.
“Bulshit cinta ada setelah menikah. Yang menikah atas dasar saling mencintai saja bisa cintanya hilang, apalagi menikah hanya modal konci doang,” tambah Arman.
“Aamiin.” Arsel menengadahkan tangannya seolah Ayahnya berceramah dan dia membaca doa.
“Menikah itu pondasinya Iman. Iman yang kuat agar satu sama lain tidak melirik orang lain. Laki-laki kalau belum mantap menikah, nanti bisa lirik sana sini. Ayah gak akan lepaskan Ara buat kamu,” ujar Arman lagi.
“Aamiin.” Arsel kembali mengaminkan. Namun, saat sadar kalau Ayahnya mengatakan ‘tidak akan melepaskan Ara, Arsel langsung menggeleng pelan.
“Eh eh jangan gitu dong, Yah. Lepaskan Ara untukku. Aku laki-laki bertanggung jawab, akan aku nafkahi Ara sepenuh hati,” jelas Arsel.
“Ayah gak hanya nyari yang bisa menafkahi, tapi yang bisa menyayangi Ara,” ujar Arman.
“Akhhhh!” Arsel menjambak rambutnya frustasi saat dia tidak diperbolehkan menikahi Ara.
Sungguh Arsel pengen cepat kawin dan pengen cepat punya anak kembar lima. Bahkan dia juga berencana menculik Alfath untuk menanyakan tips dan trik mendapatkan anak kembar. Sekarang keadaannya begini, jangankan mendapat anak, mendapatkan restu saja dia tidak bisa.
“Lalalala … teng teng teng teng ….” Seorang gadis menuruni anak tangga dan bernyanyi riang seraya membawa tasnya.
Ara sangat cantik mengenakan balutan dres berwarna biru muda dan bando lucu berwarna putih, sepertinya gadis itu mau datang ke pesta.
“Ara, kamu mau kemana?” tanya Joda kepada anaknya.
“Aku mau menghadiri pesta ulang tahun teman guruku, Bu,” jawab Ara.
“Hati-hati ya!” pinta Joda.
Ara mengangguk, perempuan itu segera pergi tanpa pamitan pada Arsel. Ara keluar rumahnya dengan riang, di depan gerbang megah rumah Kakaknya, ada seorang pria yang memakai baju senada dengan Ara. Pria itu nangkring di atas motornya.
Arsel bergegas menuju jendela, pria itu mengintip Ara yang bersama seorang pria. Seketika Arsel gerah hati dan gerah body. Sungguh apes nasib Arsel, dia sudah berusaha mendapatkan hati Ara, tetapi sekarang Ara dijemput laki-laki. Mana laki-lakinya cupu hanya berani jemput depan gerbang.
“Aku harus mengejarnya,” ucap Arsel segera mengambil kunci mobil yang masih dia kantongi.
“Arsel, kamu mau kemana?” tanya Joda setengah berteriak.
“Aku mau nyusul Ara,” jawab Arsel.
“Kamu itu loh kesambet apa, Sel? Ara itu sudah dewasa, ya biarkan saja dia pergi kemana pun,” ujar Joda.
“Tapi, Bu. Yang jemput Ara itu orang gak jelas, gak tanggung jawab seperti aku, dan gak gentle seperti aku. Masak dia jemput cewek cuma dari gerbang, minimal masuk lah ijin baik-baik. Dasar laki-laki kutil kuda,” seloroh Arsel bersiap menyusul. Namun, Arman menahannya.
“Gak usah pergi!” desis Arman.
“Pergi,” jawab Arsel.
“Enggak.”
“Pergi!”
“Arsel, nurut sama Ayah. Biarkan Ara main dengan bebas!” titah Arman.
“Ayah, dengarkan aku karena aku tau lelaki itu tidak baik buat Ara!” pinta Arsel.
“Dari dulu saat adikmu dekat sama laki-laki, kamu selalu bilang kalau laki-laki itu gak baik buat Ara. Terus yang baik laki-laki yang kayak gimana?” tanya Arman kelewat kesal.
“Kayak aku,” jawab Arsel penuh percaya diri.
Kini Arman dan Arsel terus berdebat. Arsel melepaskan tangan Ayahnya yang menahannya dan bergegas pergi.
“Kalau kamu nekat nyusul Ara, Ayah coret dari daftar warisan!” ancam Arman.
Awalnya Arsel peduli dengan warisan, tetapi sesaat kemudian dia nekat kabur. “Aku tidak peduli warisan, aku peduli kawin sekarang,” jawab Arsel yang siap membuat keributan di pesta orang.
Apa yang dikatakan Ayah Arsel benar adanya. Sejak dulu saat Ara pergi sama cowok lain, pasti Arsel selalu mengatakan kalau cowok itu tidak baik. Padahal cowok itu bukan pacar Ara, hanya teman karena Ara suka Taehyung, tetapi Arsel sudah kepanasan.