Antara Genggaman Dan Jemari

2047 Words
Saat kita tiba-tiba kehilangan seseorang yang tiap saat hadir mengisi ruang kosong di sela-sela hari, detik itulah rasa hampa menerpa. _Ada yang kurang_ hati akan selalu berbisik demikian. Lambat laun hati menuntut yang lebih. Bukan lagi berkata kurang, dia mendesak kata lain yang lebih mengharu biru. _Ada yang hilang_ kata organ yang sering dikaitkan dengan perasaan. Padahal rasa itu sendiri tidak memiliki tempat selain dipikiran kita lalu memacu aliran darah menuju detak jantung kemudian beberapa hormon turut serta mengiyakan. Aruna berjalan menyusuri lantai 2 outlet Surat Ajaib. Celoteh seseorang yang biasanya memilih menghabiskan malam paling larut di tempat ini hilang. Terakhir adalah Tito dan Laras, dua adik tingkat pria yang memunculkan rasa kosong ini sedang melakukan penyesuaian diri dengan ritme kerja Surat Ajaib. Setelahnya mereka pamit, menyisakan Aruna termenung sendirian. Mengais beberapa peralatan yang tergeletak di lantai. Biasanya lelaki jangkung akan melempar benda lain ketika Aruna mencoba membersihkannya. Sekedar ingin mengganggu Aruna atau membuatnya jengkal, karena dia melempar sambil tetap fokus main game di layar tv Lcd favoritnya. Kini tv itu hampir tidak tersentuh, bahkan bantal jerapah tak lagi jadi bahan uring-uringan. Bantal besar itu sudah di musiumkan dengan sempurna. Tidak ada yang berkata "ini milik ku! Kalau kalian berani membuangnya langkahi dulu Agus". Pernyataan absrud khas Damar. Selalu membuat orang ingin marah sambil tertawa. "Ah' sepi sekali". Terlalu sepi, sebab keberadaan Damar menghadirkan segerombolan anak muda lainnya tiap saat ditempat ini. Entah sekedar main game atau menyelinap tidur. Kadang mereka juga hadir membantu tanpa di minta. Bahkan saat ada pesanan pernak pernik, Bridal Shower atau semacamnya, merekalah tim delivery dan display paling sempurna. Harga sahabat. Dan ketika peramu sajak mulai hilang, sesekali mereka datang. Mengeluh, kenapa Damar tiba-tiba jadi normal. "Gila, Damar kalian cecoki apa?". (Maksudnya kenapa dia mendadak berubah haluan). Intinya teman-teman Damar juga kehilangan. Bukan karena mereka tidak ikhlas Damar jadi populer, namun lebih kepada jalan yang kini Damar tempuh bukanlah impian pemuda itu. Aruna menuruni tangga. Sebelum mematikan lampu. Kunci yang dia bawa menimbulkan bunyi gemerincing, tersentuh pegangan tangga. "Terimakasih sudah datang, tunggu sebentar kami segera hadir melayani". Suara khas pintu outlet Surat Ajaib terdengar mengejutkan. Baru saja Aruna mematikan lampu lantai 1, kini dia harus meraba-raba letak stopkontak agar segera tahu siapa yang datang. Tetapi ketika Aruna berhasil menyalakannya tidak ada siapapun yang dia temukan. Sontak tubuh Aruna merinding. "Kretek-kretek". Suara yang di buat-buat untuk menakuti-nakuti timbul dari salah satu rak display. "Ah, siapa? Jangan menakuti ku". Aruna kini hanya bisa mengancam, dia tahu itu perbuatan manusia, tapi dia tidak bisa menghilangkan rasa takut di hatinya. Kalau ternyata penjahat bagaimana? Aruna berjalan mendekati rak itu. "Hai cantik kau mencari siapa ha-ha-ha". Suara besar laki-laki dari belakang telinga Aruna begitu mengejutkan. Dibarengi dengan dua tangan yang menutup rapat-rapat matanya. "Aaaaaa.....". Spontan Aruna berteriak memukul ke segala arah tanpa kendali. "Hai, tenang-tenang ini aku.. aku...". Pria itu memeluknya berharap mampu menghilangkan kepanikan Aruna. Ketika mata Aruna perlahan-lahan terbuka. Dia mendapati dirinya dalam pelukan seseorang. "Damar?!?". Gadis itu larut membalas pelukannya. "Kenapa? Kau sangat merindukan ku sampai memeluk ku suka rela". Celetuk Damar membuat Aruna mendorong tubuhnya menjauh dari Damar. Pria itu tersenyum, senyum jahil khas dirinya. "Mengapa malam-malam datang kemari?". Aruna berusaha menanggapinya dengan santai. "Aku mau tidur disini, aku kangen dengan rumah ke-dua ku". Balas Damar menerawang lantai 2. "Kamu juga kenapa baru pulang sekarang, ini terlalu malam". Jam di dinding menunjukkan pukul 10. Entahlah, Aruna sendiri tidak tahu mengapa dia terdampar malam-malam disini. Mungkin suasana rumah yang mulai tegang, membuatnya secara tidak sadar pulang lebih larut. Kakak-kakaknya sedang mendesak ayah untuk mengakhiri pertunangan Aruna seiring dengan menyebarnya gosip kedekatan Hendra dengan artis cantik Tania. Ketegangan semakin memuncak ketika ayah Lesmana memilih percaya pada keluarga mantan atasannya. Kak Anantha dan Alia merasa perbuatan ayah tampak bodoh. "Ini kesempatan terbaik kita membebaskan Aruna". Pemuda itu menjadi gila dan hampir menyerang ayahnya sendiri. "Kalian belum mengerti, lingkungan mereka berbeda, penuh intrik. Kita tidak boleh gegabah sebelum mendapatkan konfirmasi resmi dari mereka". Lesmana mencoba meredam kemarahan putra putrinya. "Ayah, kau terlihat seperti b***k mereka di mataku". Alia mengumpat ayahnya sendiri. Kedua kakaknya bergantian mengetuk pintu kamar Aruna tiap saat. Sebagai penghormatan kepada ayah dan bunda. Aruna memilih mengurung diri di kamar dan berangkat pagi-pagi. "Emm.. Damar jerapahnya sudah dibuang". Ucapan Aruna lirih, berupaya meredam Damar. "Apa? Kalian benar-benar keterlaluan aku cuma cuti sebentar, kesayangan ku sudah kalian buang". "Kamu bilang cuti?!". Aruna kini ngambek. "Kamu menghilang tanpa kabar, main ganti orang seenaknya". Suara Aruna tinggi tidak bisa menutupi kekecewaannya. "Sabar.. sabar neng". Damar mengelus rambut Aruna yang memanggil manggil dirinya dari tadi. Dia menceritakan hasil diskusi bersama teman-teman terkait posisinya kini di Surat Ajaib. Mungkin yang lain belum sempat bercerita dengan benar pada Aruna. Selain karena orderan Surat Ajaib menumpuk, efek samping dari melejitnya Damar secara tiba-tiba. Mereka sedang menghadapi Ujian Semester di kampus. Damar tidak akan kemana-mana dia tetap bagian dari tim Surat Ajaib, hanya saja kesibukannya makin meningkat dan popularitasnya mulai menanjak. Lili memposisikan karya Damar di jual sebagai produk premium Surat Ajaib. Sedangkan pesanan standar jadi bagian dari tugas Laras dan Tito. Damar bisa mengerjakan dimana saja lalu mengirimkannya via online. Tentu dengan harga yang jauh berbeda. "Lihat! aku masih punya kuncinya, jadi tempat ini masih markas ku". Seru Damar sembari mengayunkan kunci outlet. "Bagaimana kamu bisa tidur, tidak ada bantal kesayangan mu, apa kita perlu beli?". Entah dari mana rasa senang itu muncul. Aruna merasa dia butuh lebih lama bersama pria ini. "Semalam ini, aku yakin tidak ada penjual bantal seperti milik ku. Tapi tak apalah kita coba saja". Damar memasang kupluk dan penutup wajah. Senyum Aruna terkembang, menyadari sahabatnya kini jauh berbeda, dia sepesial di mata banyak orang. "Jangan tertawa, aku hanya malas terus-terusan dimintai foto". *** "Cekrek...". Suara pintu di buka takut-takut oleh seorang Butler (personal assistant untuk VIP guest). Dia menggunakan kunci cadangan khusus untuk bersih-bersih dan pelayanan lainnya demi bisa memenuhi permintaan laki-laki tua yang di kelilingi bodyguard. "Kau masih bisa tidur dalam kondisi seperti ini!!". Teriak lelaki tua sembari mengetukkan tongkatnya, tak kalah keras. Hendra tidak tidur dia hanya merebahkan tubuhnya. Selama tiga hari suasana sangat kacau. Tim corporate secretary memutuskan tidak mengangkat telepon apa pun. Mereka menghadirkan beberapa buser demi memerangi akun sosial media yang memberitakan kedekatan CEO Djoyo Makmur Grup dengan artis Drama Series Tania. Bahkan tim ini mampu membenned akun gosip di i********:, akun yang pertama kali memposting foto keduanya dengan kalimat pernyataan aneh. *hai hai para rempah rengginang sini aku kabar-kabarin hasil bidikan hangpong jaduel Mimin berhasil menangkap sicantik berinisial T dekat sama mas mas ganteng, tajir melintir dan fenomenal. Ugh Lala siapa ya.. Foto itu menunjukan Tania berjalan di belakang Hendra, jas Hendra melekat pada tubuh indah Tania. Bahkan adegan Hendra membukakan pintu mobil untuk Tania dan Tania masuk ke dalam mobilnya terdokumentasi dengan jelas walau dari kejauhan. *Indah19 'Oh mbak Tania, pinter juga dia, ingin menirukan sepak terjang temannya dinikahi kolongmerat' (maksudnya Kia) *prita_tata 'Gateng ya yang cowok' *kaosanak 'Aku tahu IG si laki, dia mirip sama CEO Djoyo Makmur Grup @hendra_djoyo' *Rahman77 'Siapa yg g suka cewek cantik, kalau gue tajir gue sikat aja tuch' *Daniella.id 'Eh, mereka udah dekat dr SMA kali, gw adik kelas pas SMA. Ini mah basi' BLA BLA BLA Dan puluhan ribu komentar menghujani i********: official Hendra secara membabi buta. Ada yang memuji, mencibir sampai mengumpat. Tim berusaha menghapus komentar² yang dirasa terlalu parah untuk menjaga personal branding CEO mereka. Sayang buntut penghapusan komentar sama panjangnya dengan gosip yang di bahas. Hingga hari ke tiga paska tersebarnya foto-foto tersebut beberapa stasiun televisi tidak lagi menayangkan tentang kedekatan mereka. Para CEO media telekomunikasi meminta program gosip menghentikan penayangan yang berkaitan dengan pewaris tunggal Grup Djoyo Makmur. Sebagai penghormatan sesama pebisnis pertelevisian. Dilain pihak Nara&tv, salah satu anak perusahan Djoyo Makmur Grup dengan sengaja melakukan klarifikasi tentang pertemanan antara CEO mereka dan Tania. Sehingga kesan yang muncul dari kejadian tersebut sekedar adegan dua sahabat. Hendra buru-buru turun dari ranjang abu-abu miliknya, pria itu membungkukkan badan sebagai tanda penghormatan kepada kakeknya. "Besok hari terakhir mu, jika kau tak bisa membereskan ini. Aku yang akan turun tangan". Suara dingin lelaki tua itu membuat seluruh ruangan serasa ikut mengerut. Sore tadi, hal yang tidak terprediksi muncul begitu saja di berbagai laman berita online dan YouTu*e. Akibat dari tersebarnya insta story live milik Kia. Padahal insta story Kia segera di hapus, selang 30 menit setelah Kia mendapat terguran keras dari suaminya. Kini yang gencar di serang adalah Tania dan Ladies squad. Sayang dari hari pertama mencuatnya kegaduhan ini, Tania hilang bak ditelan bumi. Handphone, apartemen dan manajernya lenyap. Hendra mengerahkan banyak orang untuk mencarinya. Namun sia-sia. "Maaf kek, aku akan berusaha semampu ku". Hendra masih belum punya keberanian menatap kakeknya sendiri. Semua orang di lingkaran Djoyo Makmur Grup mengetahui dengan pasti seberapa kuat pengaruh Wiryo dan kemampuannya menundukkan orang lain. Termasuk cucunya sendiri. "He..m". Dia tertawa menyeringai. Hampir mirip dengan Hendra, kali ini terkesan lebih kaku. "Aku tidak datang sebagai kakek mu". Wiryo meminta asistennya menggeser tempat duduk untuk dirinya. "Maaf Presdir, saya akan berusaha sebaik mungkin". Hendra mencoba menegakkan tubuh. Mendapati lelaki tua duduk dengan angkuh di depannya. "Aku tidak peduli dengan isu yang tersebar diluar, tak akan ada pengaruhnya bagi bisnis kita". Wiryo berbicara sebagai Presiden Direktur, artinya dia akan bertindak sesuai kebutuhan Mega bisnis yang dibangun. Menanggalkan setatusnya sebagai kakek yang perlu peduli dengan nama baik cucunya. "Aku benar-benar tertipu karena kau tumbuh menjadi anak cerdas". Wiryo bicara dengan datar. "Ternyata kau tidak secerdas yang aku bayangkan, bagaimana bisa mengabaikan gejolak yang terjadi pada karyawan hotel ini". Kata-kata lelaki tua itu, membuat Hendra berfikir keras. Jika ada seorang saja dari karyawan Djaya Ritz Hotel mengungkap bahwa CEO mereka membawa artis itu ke kamar pribadinya. Tentu akan jadi bencana. "Hah!". Wiryo membuang hinaan. "Kau sama sampahnya dengan orang yang memberi mu mata biru". Ucapan yang baru saja didengar Hendra membuat tangannya gemetar. Dia mencoba mengumpulkan pikiran positif. Menggenggam erat, meredam gejolak di d**a. "Kau bawa perempuan itu ke kamar ini!". Wiryo memandang jijik ranjang milik Hendra. "Maaf, tapi yang anda pikirkan salah besar.". Hendra mencoba membela diri. "Kau pikir penjelasan semacam itu bisa membuat orang percaya?!". Dia membentak tanpa ampun. "Sekarang tergantung pada mu". "Aku bisa dengan mudah membayar orang untuk menjadi CEO perusahaan ini". Tegasnya "Kau bisa pergi dengan perempuan itu. Dia ada pada ku". Hendra terperanjat mendengar ucapan Presdir. "Kenapa?! Ada yang salah?! Aku hanya perlu memastikan perempuan itu tidak membuat statement diluar kendali". Ucapan Wiryo tanpa ragu. "Tap. Tap. Tap". Seseorang berlari menyusup kedalam kamar. "Ah..!?". Dia terlambat, lelaki tua yang di khawatirkan sudah hadir mengintimidasi atasannya. "Kebetulan sekali sekertaris mu datang?!". Wiryo menatap Surya. Dan mulai menegakkan tongkatnya. "Kau ikut aku!". Wiryo berdiri memberi instruksi pada Surya dan mulai melangkah. Surya melirik Hendra, berusaha mencari tahu apa yang terjadi. Dia hanya mendapati mata menyala berbaur antara biru dan merah. Penuh kemarahan. "Bagaiman dengan Aruna?". Kali ini Hendra melempar pertanyaan sebagai cucu kepada kakeknya. Wiryo hanya tersenyum sinis, tak peduli. "Ku pastikan yang telah ku genggam, tidak akan terlepas". Hendra menantang Presiden Direktur sekaligus kakeknya sendiri. "Kita lihat saja nanti. Waktu mu sampai jam 5 sore". Wiryo melanjutkan langkahnya disusul sekertaris pribadinya dan sekertaris cucunya, termasuk para bodyguard yang secara sopan menutup kembali pintu kamar pribadi Hendra. *** "Yee...". Entah mengapa Aruna begitu menikmati jalanan kota Jakarta. Bersama montor Vespa antik milik Damar. Dulu Vespa ini tampak biasa saja. Tapi semenjak kejadian di Bandung, Aruna menyadari berkendara dengan bebas seperti ini sangat melegakan. Aruna mengangkat kedua tangannya sambil sesekali menyuarakan kebebasan sesaat. "Kau senang?". Damar selalu meminta pengakuan. Aruna hanya tersenyum, senyum yang tertangkap spion montor Vespa. "Kalau senang peluk aku". "Kau ini, itu melanggar janji". Celetuk Aruna mengingatkan. Damar berjanji tidak akan meminta apapun setelah keinginannya terpenuhi. Menghabiskan seharian bersama Aruna di Bandung "Em... Damar". Panggil Aruna. "Iya?? Yang keras aku ga' dengar". Hembusan angin malam membuat suara Aruna ikut terbang. Gadis itu mendekati Damar dari sisi belakang. "Apa aku yang membuat mu berubah? Em.. maksud ku kenapa kau tiba-tiba memilih jalan ini. Itu bukan impian mu (Impian Damar sebatas penulis, yang berperan di belakang layar). Ah' lupakan kayaknya aku kepedean". Aruna menepis pernyataannya sendiri. "Lebih dari itu.. aku sedang berkejaran dengan waktu. Mempersiapkan masa depan seseorang". Damar mengelus lirih jemari Aruna yang berada di pinggangnya. Kadang ungkapan Damar memang sulit dipahami. Aruna beberapa kali mengerutkan keningnya, berusaha menerka. Apa makna di balik ucapan Damar?.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD