Abra dan Gadis saling pandang setelah menjerit bebarengan. Gadis melihat ke arah dirinya yang masih mengenakan pakaian utuh, begitupun halnya dengan Abra. Mereka saling pandang sebelum akhirnya keduanya sama-sama berlari masuk menuju kamar mandi.
Karena berebut masuk ke dalam kamar mandi, akhirnya keduanya kesusahan masuk ke dalam kamar mandi. Tubuh keduanya terhimpit. Keduanya tambah kesal bukan main. Abra berulang kali berdehem dan tak mau mengalah, Gadis juga, apalagi dilihatnya matahari pagi sudah sangat jelas terbit dan ia pasti mati sampai di rumah sakit.
Kesal karena Abra tak mau mengalah dalam hal kamar mandi, Gadis menginjak kaki Abra kuat-kuat, membuat lelaki itu mengangkat kakinya yang telah diinjak oleh Gadis dan tubuhnya bergerak mundur dari ambang pintu kamar mandi. Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Gadis, ia dengan cepat masuk ke kamar mandi dan mengunci diri, tak dihiraukannya umpatan Abra padanya dan aduhan kesakitan di kaki Abra.
Tuh kaki apa bambu runcing sih?
Abra mendengus kesal. Tak butuh waktu lama bagi Gadis untuk menyelesaikan ritual mandi tiga menitnya. Menit pertama lepas baju dan siram tubuh, menit kedua pakai sabun rata dengan gerakan cepat ala-ala mandi di sungai yang takut dilihat oleh orang, menit ketiga membilas tubuh pakai gayung, kalau mandinya shower, showernya dikencengin sampai terasa sakit semua di badan. Dan selesai. Tak butuh waktu lama.
Keluar dari kamar mandi, dilihatnya Abra masih meringis kesakitan dan melotot ke arahnya.
"Buruan mandi, Bra, kalau gak gitu, gue pergi sama James." kata Gadis santai seraya membereskan perlengkapannya untuk persiapan pulang. Mendengar ucapan Gadis yang menyebut nama James, Abra gegas ke kamar mandi dan melakukan mandi kilat. Seberapa kilatpun Abra berusaha mandi, tetap saja ia masih membutuhkan waktu dua puluh menit di dalam kamar mandi dan ketika keluar dari dalam kamar mandi, ia sudah tak mendapati Gadis di dalam kamarnya.
Khawatir akan James yang mengantar Gadis ke rumah sakit, Abra keluar kamar hanya dengan handuk yang melilit dari pinggangnya sampai lutut. Pemandangan tubuh Abra yang basah sembari keluar kamar itu membuat semua mata yang sedang menikmati sarapan di meja makan terhenti karena ulah Abra yang unik.
"Gadis mana, Ma?" tanya Abra dengan wajah bingung.
"Udah berangkat duluan dianterin James. Katanya udah telat." jawab Emily senang. Abra mendengus kesal lalu hendak menuju pintu keluar rumah jika saja Liliana tak berteriak memanggilnya. Abra menoleh heran ke Liliana yang menatapnya tak percaya.
"Kenapa lagi, Ma?" tanya Abra
"Mau ke mana dengan hanya pakai handuk itu?" kata Liliana tak habis pikir. Naomi dan Emily tertawa kecil. Sedang Claire memandang tanpa ekspresi kelakuan absurd Abra yang dimatanya sangat langka. Sedangkan John memilih tak peduli dengan sikap Abra yang aneh itu.
Abra memandang dirinya baik-baik. Lalu mengumpat kesal dan kembali ke kamar sesegera mungkin. Tak berselang lama, Abra keluar dengan pakaian lengkap yang sudah menempel gagah di tubuhnya. Ia gegas berjalan keluar rumah.
"Abra!" panggil Liliana kembali. Abra menahan diri di ambang pintu dan menoleh ke arah Liliana dengan sangat malas. "Kunci mobil. Kamu gak berencana jalan kaki, kan?" tanya Liliana seraya memamerkan kunci mobil di tangannya yang membuat Abra bergerak ke arah Liliana dan menyambar kuncinya itu segera. "eits!" tangan Liliana belum mau melepaskan kunci yang dipegangnya. "Pamit dulu." imbuh Liliana pada Abra. Abra jengah, dan dengan gerakan kilat ia mencium punggung tangan Liliana segera lalu kembali berlari keluar rumah untuk menyusul Gadis dan James.
***
Beberapa jam kemudian Abra tiba di rumah sakit Hermina Depok. Ia parkir mobilnya dengan segera lalu berlari masuk ke dalam rumah sakit dengan wajah celingukan sana sini. Pesonanya yang tampan dalam balutan jas berwarna coklat dan brewok miliknya yang khas itu membuat beberapa pasang mata memandang ke arahnya dengan tatapan yang nyaris tanpa kedip.
Abra bergerak masuk ke bagian informasi dan menanyai dua orang perempuan yang sedang bertugas di balik meja. Dua orang perempuan itu memandang Abra dengan ekspresi yang tak berhenti tersenyum sama sekali. Baru saja Abra hendak menyebut nama Gadis, Gadis berteriak memanggil nama pemuda itu yang membuat Abra langsung menoleh ke arahnya.
"Abra?!" tatapan Gadis masih lurus ke arah Abra dengan ekspresi kaget dan tak percaya. Di sampingnya berdiri James yang juga heran melihat kehadiran majikannya yang ternyata lebih dulu dari pada dirinya sampai di rumah sakit tempat Gadis dinas. Mungkinkah karena James mengantar Gadis pulang ke kontrakan Clara untuk mengambil alat medisnya seperti stetoskop itu yang membuatnya terlambat datang?
Abra seperti menemukan harta karun yang telah hilang. Ia serta merta menghampiri Gadis yang berdiri kaget ke arahnya. Refleks, Abra memeluk Gadis yang membuat Gadis tertegun tak percaya dengan tindakan spontan Abra barusan.
"Syukurlah ..." kata Abra di telinga Gadis.
"Syukuran untuk apa?" tanya Gadis tak jelas. Abra menarik dirinya dari Gadis dan menatap baik-baik mata Gadis yang polos memandangnya bingung.
"Syukuran karena lo gak jadi ilang!" kata Abra sewot.
"Yee! Lo pikir gue anak TK apa?" tanya Gadis balik.
"Gue cuma gak mau kehilangan uang gue ..." kata Abra beralasan yang membuat Gadis menatapnya dengan lirikan. "Lagian siapa suruh lo pake James? James itu pengawal gue."
"Trus gue siapa lo?" tanya Gadis.
"Istri, tapi ..."
"Nah, milik suami adalah milik Istri. Termasuk James , aku hanya memintanya untuk mengantarkanku kerja."
"Kenapa harus James? Kenapa bukan pengawal lainnya?"
"Kan lo bilang James gay?" kata Gadis pelan berbisik. "Kan seharusnya aman? Kalau pengawal lainnya kan normal laki semua ..." ujar Gadis nyengir yang ditanggapi oleh Abra dengan lirikan tajam. "Sudah, ya, aku kerja dulu." kata Gadis seraya mengulurkan tangannya ke arah Abra. Abra menatap tangan Gadis yang mengudara itu dengan kening berkerut dan heran.
"Apaan?" tanya Abra tak mengerti.
"Salim, sayang ..." kata Gadis dengan senyum yang dipaksakan dan mata yang penuh isyarat agar Abra segera menjabat tangannya itu.
Ragu-ragu, enggan dan bingung, Abra akhirnya menerima uluran tangan Gadis. Dengan gerakan cepat, Gadis menarik tangan kaku Abra yang mengudara dan menciumnya secepat kilat.
Nyessssss
Tangan Abra yang dicium oleh Gadis, tapi hatinya entah kenapa yang terasa adem bukan main. Bahkan ketika Gadis sudah berdiri dari posisinya rasa dingin di hati Abra masih terasa. Sensasi sejuknya luar biasa.
"Lagi, Dis ..." kata Abra.
"Hah?" tanya Gadis tak mengerti.
"Salim lagi, yang tadi kurang afdol." kata Abra ketagihan. Gadis hanya geleng-geleng kepala tak habis pikir, lalu melakukan hal itu lagi dan kembali hati Abra terasa sejuk dan Abra menampilkan senyumnya yang paling tampan, membuat Gadis menatapnya heran dan aneh.
Dasar lelaki aneh!