Obat pencegah kehamilan

1018 Words
Ekawirya merasa sangat kecewa, karena ketampanan dan juga kekuasaannya tidak bisa membuat wanita cantik yang ada didepannya tertarik kepadanya. Namun, karena sikap inilah yang membuat Ekawirya semakin menginginkannya. "Dia benar-benar berbeda dengan wanita lainnya. Selain cantik, dia juga tidak gila akan kekuasaan. Hehehe … wanita cantik, aku harus mendapatkan kamu!" Gumam Ekawirya didalam hatinya. Dia semakin menginginkan Adhisti dan dia sudah terjerat oleh perasaan cinta pada pandangan pertama kepada Adhisti. "Ehhmm … wanita cantik, siapa nama kamu? Err … bolehkah saya tahu nama kamu?" Tanya Ekawirya. Suaranya terdengar sangat tenang dan dia tidak berani menggunakan sikap arogansinya didepan Adhisti. Adhisti pun tersenyum dan dia pun menjawab, "Nama saya adalah Adhisti. Dan saya harap jika Yang Mulia mengizinkan. Saya ingin pamit mengundurkan diri," ucap Adhisti. Dia membungkukkan badannya dan setelah itu dia pergi begitu saja. Pengawal serta pelayan yang mengikuti Ekawirya, mereka dari belakang merasa sangat kesal sikap Adhisti dan lucunya, Adhisti menggunakan kata 'saya' bukan 'hamba.' Seakan dia memiliki derajat yang hampir sama dengan Ekawirya. Suara bisikan dan cemoohan terdengar dari belakang punggung Ekawirya. Namun, Ekawirya tidak peduli dengan pembicaraan mereka. Karena, dia sudah terkena virus cinta yang membuatnya sulit untuk melepaskan Adhisti. "Adhisti. Nama yang indah dan nama itu sangatlah cocok dengan wajahnya. Hhhmmm … aku harus mendapatkan kamu dan membawa kamu ke kerajaan ku," gumam Ekawirya dan dia tersenyum sendiri sambil menatap sosok Adhisti yang perlahan menghilang dari pandangannya. Ketika Adhisti sudah tidak terlihat lagi. Ekawirya pun kembali ke pemikiran asalnya. Dia pun melihat menoleh dan melihat kearah belakang punggungnya. Awalnya dia hanya lewat saja dan tidak ingin singgah di Desa yang terlihat sangatlah sederhana. Tapi, pertemuannya dengan Adhisti. Telah membuatnya ingin tinggal lebih lama di Desa itu. "Kita berhenti disini. Saya ingin tinggal disini untuk beberapa hari," titah Ekawirya dan dia pun kembali masuk ke dalam kereta kencana yang super mewah dan kereta itu memang di khususkan untuknya. Mendengar perintah dari Rajanya. Mereka pun langsung mematuhinya dan mendirikan sebuah tenda mewah dan jauh lebih mewah dari rumah-rumah yang ada di Desa itu. Sementara Ekawirya yang sibuk dengan pikirannya untuk memikirkan Adhisti di dalam kereta. Adhisti masih mencari Faguni dan saat dia masuk ke dalam hutan, dia tiba-tiba. Merasakan perut bagian bawahnya terasa sangat sakit. Kondisi tubuhnya belum terlalu baik, karena semenjak keguguran itu. Dia masih belum sembuh total. "Aduh …. Ahhh …. Sakit sekali!" ucap Adhisti, dia pun langsung duduk di sebuah rumput yang ada didalam hutan itu. Keringat dingin pun mulai bercucuran dan wajahnya kini, terlihat sangat pucat. "Ahhh … sakit! Sakit sekali!" Ucap Adhisti dan dia terus meremas perutnya serta mencoba untuk mengatur nafas, agar rasa sakit itu sedikit berkurang. Namun, Adhisti merasa sangat terkejut ketika dia melihat darah kembali keluar dari bagian intim miliknya. "Da ... Darah! Aku berdarah lagi?!" Ucap Adhisti dengan tatapan tidak percaya dan pikiran tentang kehilangan putranya kembali teringat didalam pikirannya. "Anakku! Tidak! Jangan ambil anakku!" Teriak Adhisti dan dia merasa jika dirinya telah kembali ke masa itu. Masa dimana dia harus kehilangan anaknya dan juga pria yang paling dia cintai. Adhisti pun menangis dan dia pun mencoba untuk bangun secara perlahan dan juga, dia pun berusaha untuk berjalan untuk keluar dari hutan itu. Saat Adhisti sedang berjalan secara tertatih-tatih. Pakaiannya tersangkut duri pohon yang ada di hutan itu dan dengan terpaksa, Adhisti harus meninggalkan potongan pakaiannya yang terdapat bercak darah itu. Setelah itu, Adhisti terus berjalan hingga dia merasa seluruh dunia berputar dalam pandangannya dan tidak lama kemudian, semuanya terlihat sudah gelap. Adhisti pun pingsan dan kebetulan, Faguni melihatnya. Dia pun berlari dan membantu Adhisti untuk kembali ke Desa dan merawatnya. Faguni pun membawa Adhisti masuk ke dalam rumah yang mereka sewa dan secepatnya, Faguni mencari tabib untuk mengobati Adhisti. Setelah mencari tabib, Faguni membantu untuk menggantikan pakaian milik Adhisti dengan pakaian yang sudah bersih. Tabib pun memeriksa Adhisti dan dia memberikan beberapa obat dan juga ramuan yang harus di minum oleh Adhisti. "Ini obat yang harus di minum dan diusahakan untuk nona ini tidak terlalu banyak bergerak dan biarkan dia beristirahat selama tiga hari. Luka didalam rahimnya cukup serius dan dalam waktu beberapa bulan ini, dia dilarang untuk hamil dulu. Karena kondisi rahimnya benar-benar sangat berbahaya," ucap tabib itu. Dia mengeluarkan satu obat yang dia racik sendiri dan memberikannya. "Berikan obat ini. Ini adalah obat pencegah kehamilan. Karena jika dia tidak meminum obat ini. Saya takut jika dia berhubungan dengan suaminya, maka dia akan hamil lagi," ucap tabib itu dan dia menyerahkan botol kecil yang berisikan beberapa butir obat pencegah kehamilan. Mendengar itu, Adhisti langsung membuka matanya dan melihat sang tabib memberikan obat itu kepada Faguni. Adhisti merasa sakit didalam hatinya. Karena dia sebenarnya tidak membutuhkan obat itu lagi. Namun, Adhisti pun merebut obat itu dari tangan Faguni dan menyimpannya didalam saku pakaiannya. "Saya akan meminumnya. Terima kasih tabib, karena sudah merawat saya," ucap Adhisti. Dia pun tersenyum kepada tabib itu. Tabib itu pun membalas senyuman Adhisti dan karena tugasnya telah selesai. Maka dia harus segera kembali. "Baiklah, saya pamit dulu. Jika ada masalah lagi, nona bisa memanggil saya lagi," ucap tabib itu. Faguni pun memberikan uang dan mengantarnya hingga pintu keluar. Kini, Adhisti masih terbaring lemah diatas tempat tidur sambil memandang botol kecil yang berisikan obat pencegah kehamilan itu. "Mungkinkah obat ini akan berguna?" Ucap Adhisti. Dia pun terus memandang botol obat itu dan setelah itu, dia pun memasukkan kembali obat itu kedalam saku pakaiannya. "Mungkin suatu hari nanti, obat ini pasti akan sangat berguna untukku. Ya! Pasti akan sangat berguna," ucap Adhisti dan dia pun menutup matanya kembali. Tubuhnya benar-benar terasa sangat lemas dan Adhisti tidak memilik tenaga sama sekali. Dari luar, Faguni pun datang dan dia pun langsung merebutkan obat yang diberikan oleh tabib. Setelah selesai, Faguni pun datang mendekati Adhisti dan membawakan segelas air obat yang berwarna hitam pekat dan itu terlihat sangatlah pahit. "Yang Mulia, ayo minum obat dulu!" ucap Faguni dan dia pun membantu Adhisti untuk duduk. Adhisti tidak menolak sama sekali dan dia pun duduk dan meraih segelas obat yang diberikan oleh Faguni. Saat dia meminumnya. Adhisti merasakan jika obat itu sangat pahit. Namun, jika dibandingkan dengan kehidupannya didalam Istana, itu jauh lebih pahit dari obat yang dia minum saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD