Kau Penyelamatku

1045 Words
Suasana pagi hari ini tak secerah biasanya. Awan awan mendung yang menyelimuti ibukota di pagi hari membuat wanita muda bertubuh ideal ini masih ingin bermalas malasan di kasur, walau jam telah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Kejadian semalam membuatnya hampir tak bisa memejamkan mata. Ketiga pria yang sama gilanya, sama sama menginginkan dirinya entah karena apa dan untuk apa. Terlebih perlakuan Arjuna yang sangat tak di sangka yang berubah menjadi kasar seperti itu. Padahal selama mengenalnya, Dhira tak sekali pun menerima perlakuan kasar dari Arjuna seperti semalam. Kelembutan dan perhatian Arjuna lah yang membuat Dhira pada akhirnya bertahan dan memilih untuk melanjutkan perjodohan dari orang tuanya itu. "Argh, malas banget sih mau ngantor. Gimana caranya coba ngenetralin ni hati? Ribet amat sih hidup aku." Dhira mengacak acak rambutnya hingga terlihat seperti singa baru bangun dari tidur lelapnya. Dhira kembali merebah kan tubuhnya di atas kasur, menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya tanpa terkecuali. Tak lama suara pintu kamar terbuka, hingga membuat Dhira membuka selimut yang menutupi wajahnya. "Dhira, kamu apa apaan sih? Kerja sana." Mama Dhira sedikit berteriak melihat tingkah Dhira. "Eeemm... Malas ah ma, siangan saja," sahut Dhira kembali menutup wajahnya dengan selimut. Renita menggelengkan kepalanya sembari membuka paksa bad cover tebal bermotif shaby yang menutupi wajah cantik anaknya. "Mama lihat kamu uring uringan terus beberapa hari ini. Ada apa sih?" tanya Renita dengan nada lembutnya. Dhira menghela nafas kasar sembari mengubah posisinya untuk duduk dan menyender di kepala ranjang. "Mama sama papa dulu nikahnya gimana sih ma? Apa karena sama cinta atau karena di jodohkan juga?" Dhira bertanya sekenanya. Renita mengerjitkan alisnya dengan bibir yang juga tertarik ke atas. "Kanapa tiba tiba tanya gitu? Kamu lagi galau?" Renita kembali bertanya. Dhira menggelengkan kepalanya dan memutar bola mata malas. "Jawab saja sih ma," ujar Dhira memelas. "Ya jelas karena perjodohan sayang, tapi mama dan papa memang saling cinta sampai saat ini," ucap Renita dengan seutas senyuman di bibirnya. Dhira menghela nafas kasar kembali, dirinya pasrah kali ini. Jelas saja jika ia akan di jodohkan karena kedua orang tuanya pun menikah karena adanya perjodohan, ya bisa di bilang mama dan papanya menjadikannya sebagai ajang turun menurun atau balas dendam karena dulu mereka juga di jodohkan oleh kedua orang tuanya. "Kamu ada masalah sama Arjuna, sayang?" Mama Renita menatap penuh selidik. Dhira menyalipkan rambutnya tepat di samping telinganya, membuatnya semakin terlihat cantik alami walau dalam keadaan bangun tidur sekalipun. "Astaga, tangan kamu kenapa Dhira?" Renita menarik tangan Dhira yang terlihat ada bekas merah di pergelangan tangannya. Dhira kaget, ia lupa jika harus menutupi bekas cengkeraman Arjuna yang mulai terlihat jelas. "Enggak ada apa apa ma. Cuma kemarin aku pake jam tangannya terlalu ketat makanya jadi gini," dusta Dhira, ia tak ingin jika mamanya akan merasa sedih mengetahui perlakuan kasar Arjuna semalam padanya. Dhira menarik tangannya dan beranjak dari kasur. "Aku mandi dulu ya ma, mau ke kantor sebentar lagi." Sembari berjalan cepat tanpa menghiraukan Renita yang masih menatap curiga. Dhira merasakan kesegaran dari air pancuran shower yang mengguyur tubuhnya, tak butuh waktu lama hanya sekitar lima belas menit untuk menjalankan ritual mandinya. Dhira pun keluar dari kamar mandi dan segera memakai pakaian kerjanya. Hari ini Dhira menggunakan atasan blouse sedikit lnggar berkerah rendah berwarna soft pink dipadu dengan rok beraksen ruffle dengan rambut yang di ikat keatas tak lupa sepatu tinggi berhak tujuh sentimeter serta aksesoris berupa anting berlian dan jam tangan simple, tentunya tak lupa pula make up tipis yang membuat penampilannya stylis seperti artis artis korea. Hari ini Dhira mengendarai mobil pemberian kedua orang tuanya yang di beli secara khusus karena Dhira telah menyetujui perjodohan itu. Mobil sport berlabel BMW i8 berwarna putih menjadikan penampilan Dhira semakin istimewa. Dhira melajukan mobilnya dengan santai, fikirannya terbang tak tahu kemana, tujuan Dhira kali ini sudah sangat jelas. Namun pandangannya terfokus pada sebuah cafe pinggir jalan yang menampilkan sosok dua orang manusia yang tengah bergandengan yang akan menaiki mobilnya. "Eh itu kan yang kemarin?" ucap Dhira spontan sembari menghentikan laju mobilnya dan menepi. "Benar itu, mereka mau kemana?" sambung Dhira. Dhira semakin penasaran, ia memutuskan untuk mengikuti mobil yang di kendarai kudua orang itu. Entah kenapa perasaan Dhira menjadi tak enak, jantungnya seakan memompa lebih kencang saat mengetahui mobil tersebut memasuki sebuah hotel berbintang lima. "Untung aku pake mobil ini, jadi enggak ada yang tahu kan," ucap Dhira dengan senyum getir di wajahnya. Dhira memikirkan cara untuk masuk kedalam agar tak di curigai. "Kau penyelamatku, muach." Dhira menjadi sumringah saat menemukan kacamata hitam besar dan sebuah masker baru juga sendal jepit di dalam mobil itu. Dan bisa di duga itu semua milik sang mama yang kemarin baru saja mengendarai mobil ini. Benar saja, mereka baru akan menaiki lift, dan untungnya ada dua orang pengunjung lain yang ikut masuk, dengan cepat Dhira melebarkan langkahnya dan ikut menyelinap di dalamnya. Entah keberanian dari mana Dhira menjadi nekat seperti ini. Sepertinya semesta sangat mendukungnya. Tak ada satu pun yang curiga dengan penampilannya, bahkan kedua targetnya pun tak mengenalinya sama sekali. Sampai akhirnya kedua targetnya memasuki sebuah kamar hotel dengan fasilitas mewah. Dhira mematung, tubuhnya tak dapat bergerak melihat keduanya saling melumat penuh hasrat sebelum memasuki kamar hotel itu tanpa menghiraukan sekitar, meski pun saat itu suasana memang sepi dari lalu lalang manusia. Air matanya jatuh tak tertahankan mendapati kenyataan yang teramat menusuk hatinya. Dhira tak tahu harus berbuat apa, bibirnya terasa kelu, tubuhnya lunglai seperti tak bertulang, beruntung ia saat itu hanya memakai sendal jepit yang membuatnya sedikit merasa ringan untuk menopang tubuhnya sendiri dengan cara berpegangan di dinding. "Dhira." ***** King Hotel, 09:25 wib. "Setelah ini apakah ada meeting lain?" tanya Tama pada Angga. Angga membuka smartphone miliknya, untuk memastikan jadwal sang bos. "Untuk hari ini tidak ada lagi tuan," sahut Angga sembari berjalan di belakang Tama. "Jam berapa meeting nanti selesai?" Tama kembali bertanya sambil menekan tombol lift. "Jika tidak telat pukul dua belas tuan," ucap Angga cepat. "Baik, pastikan tidak ada yang menggangguku setelah itu. Karena ada urusan penting yang harus ku selesaikan," titah Tama datar. "Baik tuan." Angga menundukkan kepalanya hormat. Keduanya menaiki lift menuju ke lantai empat belas tempat berlangsungnya meeting. Sebelum memasuki ruangan meeting, Tama menoleh pada Angga yang berdiri tepat di belakangnya dengan tatapan tajam hingga membuat Angga sedikit ngeri merasakan hawa dingin yang mencekam. "Ada yang lain tuan?" tanya Angga sembari menundukkan pandangannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD