"Sudah puas bersenang senangnya sayang?" Suara tegas milik seorang pria menghentikan langkah keempatnya yang baru saja keluar dari wahana bianglala tersebut.
Dhira membelalakkan matanya kaget. Ia tak tahu sejak kapan pria ini berubah menjadi dingin seperti itu.
"Mas Arjuna? Kamu disni juga mas?" ucap Dhira penuh kelembutan.
"Eh ada mamas cakep. Tahu saja sih kalau kita disini," timpa Reza terkekeh.
Arjuna tak bersuara, tatapan matanya hanya tertuju pada tangan Dhira dan Vero yang masih bertautan erat. Hingga akhirnya Dhira melepaskan paksa tangannya dari Vero.
"Ayo pulang," ucap Arjuna datar.
"Tapi kan mas a-"
"Ayo pulang!" bentak Arjuna sembari menarik kasar tangan Dhira hingga membuat Dhira hampir tersungkur karena terkejut.
Noni dan Reza terkejut bukan main dengan perlakuan kasar Arjuna pada sahabatnya itu. Bahkan ia tega melakukannya di tempat umum seperti ini.
"Tunggu," ujar Vero yang berhenti tepat di depan Arjuna dan menarik tangan Dhira kembali hingga membuat Arjuna semakin membara.
"Apa mau mu? Kenapa kasar pada Dhira?" ucap Vero lantang dengan tatapan tak kalah sinis dari Arjuna.
Tsh, Arjuna berdecak jengah. Ia sudah tak ingin berlama lama lagi disini.
"Aku calon suaminya, dan aku berhak atasnya," jawab Arjuna singkat kemudian kembali menarik tangan Dhira kasar.
Vero hendak menghentikannya kembali, namun Dhira menatap dan menggeleng dengan penuh harap agar Vero tak melakukannya. Lalu Dhira juga menatap Reza dan Noni secara bergantian dengan wajah penuh ketakutan.
Melihat itu, entah kenapa hati Noni menjadi tak tenang, hingga ia teringat akan sesuatu.
"Mas sakit, lepasin tangan aku mas," ucap Dhira lirih dan terus melangkah dengan tergesa untuk menyamakan langkahnya dengan Arjuna.
Arjuna masih tak bersuara, dan semakin mengeratkan cengkramannya pada pergelangan tangan Dhira, dan bisa di pastikan akan ada bekas merah yang tertinggal di sana.
Dhira mulai menitikkan air matanya, akibat rasa sakit di pergelangan tangannya. Bayangkan saja, jarak dari wahana bianglala menuju parkiran mobil sangat jauh belum lagi kerumunan orang orang ramai yang menghalangi langkah mereka.
Perasaan Dhira kini tak menentu, seorang Arjuna yang biasanya selalu bersikap lembut kini tiba tiba berubah seratus delapan puluh derat menjadi garang. Dhira merasakan hawa mencekam di wajah tampannya, hingga ia hanpir tak mengenali siapa yang tengah mencengkeram tangannya seperti ini.
"Tolong lepasin aku mas. Sakit..." rintih Dhira mencoba memohon kelembutan pada Arjuna.
Arjuna tetap tak bersuara bahkan menoleh pun enggan. Setelah menempuh jarak yang cukup jauh keduanya tiba di parkiran mobil milik Arjuna.
Arjuna masih mencengkeram erat pergelangan tangan calon istrinya tersebut, dengan kedua sorot mata tajam yang menatapnya.
"Mm...mas... ada apa dengan kamu mas?" Tanya Dhira ragu dengan wajah takutnya.
Arjuna masih tak bergeming. Tatapan tajamnya seakan tak ingin lepas dari wajah cantik milik Dhira.
"Lepasin mas... sakit," rintih Dhira yang sudah tak tahan akibat perih di pergelangan tangannya.
"Sakit kamu bilang? Sakit hah?" ucap Arjuna dengan rahang yang begitu mengetat juga gigi yang saling beradu membuat Dhira bergedik ngeri.
"Belum sakit di banding aku yang melihat kamu peluk pelukan dan di cium sama pria lain dari atas sana," sambung Arjuna sinis.
Mata Dhira mengerjap beberapa kali, tak sangka jika Arjuna telah lama melihat tidakan bodoh Vero padanya. Dan Dhira merasa sama bodohnya karena membiarkan Vero melakukan itu.
"Mas... Aku bisa jelasin mas. Itu bukan seperti yang kamu fikir. Aku dan Vero hanya teman mas, dan aku enggak punya hubungan spe-"
"Diam kamu," bentak Arjuna dan melepaskan cengkramannya hingga membuat Dhira nyaris saja tersungkur.
Tubuh Dhira mendarat sempurna di tubuh seorang pria yang menangkapnya di waktu yang pas.
Dhira mendongakkan wajahnya ke atas untuk memastikan siapa lagi pria yang akan mendapatkan masalah dari Arjuna saat ini.
Tubuhnya membatu begitu pun dengan matanya yang membulat sempurna menyadari pria yang tengah memegang tubuhnya tersebut, bersamaan dengan kehadiran Noni, Reza dan Vero, ketiganya pun tak kalah kaget dengan Dhira.
"Kakak ... Mas Tama?" ucap Dhira pelan.
Tama membantu Dhira untuk berdiri dengan baik. Pria itu kemudian mengelus rambut panjang Dhira dengan lembut dan menuntunnya untuk berdiri di belakangnya.
Tama perlahan maju mendekati Arjuna, hingga menyisakan jarak tiga langkah di antara keduanya.
"Begini kah cara mu memperlakukannya?" ucap Tama santai.
Arjuna tersenyum sinis "Apa urusan mu? dia calon istri ku. Wajar jika aku marah padanya dengan sikapnya yang tak jauh berbeda dengan seorang jalang," ucap Arjuna ketus.
Dhira menatap Arjuna dalam, tak sangka jika Arjuna sebegitu marahnya pada Dhira hingga tega mengeluarkan kata kata seperti itu di hadapan Tama dan ketiga sahabatnya. Pun dengan ketiga sahabatnya itu telah bergedik geram dengan perkataan Arjuna.
Bruk...
Serangan tiba tiba dari Tama membuat Arjuna terhuyung dan hampir terjatuh jika saya ia tak menjaga keseimbangannya.
"Jaga mulut mu. Kau kamu memang serius menginginkannya, maka pergi lah tanpa harus menyakitinya dengan kata kata kotormu," ucap Tama marah dengan rahang yang mengetat sempurna.
Ketiga sahabat Dhira pun tersentak kaget, namun setelah itu bibir ketiganya tampak menipis melihat Arjuna yang menerima pukulan telak dari Tama.
"Sialan kau, urus saja hubungan mu bersama adik sialanku itu." Arjuna mengambil posisi tegap untuk berjaga jaga.
Bruuk...
Kini Arjuna membalas pukulan yang di berikan oleh Tama. Cukup keras, hingga ujung bibirnya mengeluarkan darah.
Vero berniat untuk membawa Dhira pergi segera dari tempat membosankan ini. Tapi saat tangannya berhasil menarik tangan Dhira tiba tiba pukulan mendarat di wajahnya membuatnya harus meringis kesakitan.
"Cari mati rupanya," ujar Tama yang tak memberi kesempatan pada Vero untuk membawa Dhira.
"Gila lo berdua ya... Apa apaan coba. Gua mau ajak soulmate gue pulang dan bebas dari situasi gila ini," ucap Vero santai.
Namun perkataan Vero semakin menyulut kobaran amarah kedua pria yang sama menggilai Dhira, termasuk Vero pun begitu.
Bruk...
Ketiganya terlibat adu jontos cukup kuat, hingga wajah ketiganya sama lebam dan luka akibat saling hantam satu sama lain.
"Stop!" teriak Dhira degan isakan tangis yang mendominasinya.
Ketiganya terhenti mendengar teriakan Dhira yang bergetar, bahkan orang orang yang melintas dan menonton pertunjukan dari mereka pun sudah tak dipedulikan sama sekali.
Dhira menangis terisak, cucuran air mata begitu membasahi pipi mulusnya.
"Tujuan aku kesini untuk menghilangkan semua rasa penat ku pada kalian bertiga. Tapi apa? Kalian dengan ego masing masing justru kembali merusak ketenangan dan fikiran ku semakin kacau, hancur. Hiks hiks hiks..." ucap Dhira dalam isakan tangisnya. Dhira terlihat begitu kacau bahkan wajahnya tampak begitu lelah.
Ketiganya melangkah bersamaan, hendak mendekati Dhira yang tengah menangis, menyeka air mata dan memeluk tibuh ideal itu di pelukan mereka masing masing.
"Diam di sana. Jangan ada yang mendekat!" teriak Dhira, kembali menghentikan langkah ketiganya bersamaan.
Perintah Dhira seakan menjadi sebuah mantra yang ampuh untuk menguasai pergerakan ketiga pria yang sama menggilainya itu.
"Non, Za... Ayo kita pulang. Aku merasa sudah sakit jiwa melihat tingkah gila mereka bertiga," ajak Dhira pada Reza dan Noni.
Tentu saja Reza dan Noni segera mendekati Dhira, memegangi tangan dan pundak sahabatnya seakan memberi kekuatan untuk Dhira.
"Rebutin gue dong kakak kakak tampan. Gue rela kok, banget," ucap Reza sembari menempel kan sebelah telapak tangan di pipinya.
"Sudah deh Za, kita pulang," gerutu Noni sambil menarik tangan Reza. "Awas ya lo semua ngikutin kita dari belakang. Gue pastiin enggak akan ada di antara lo yang bisa dapetin Dhira," sambung Noni dengan gerakan satu telunjuk yang melewati lehernya dari kiri ke kanan sambil menatap ketiga pria yang terlibat adu jontos untuk memperebutkan Dhira.