#Tandain Yak kalau ada yang typo dan ambigu.. kagak diedit soalnya.
********
Setelah berpamitan Karina dan Bara kembali ke Jakarta, tapi yah itu dari rumah langsung ke kantor. Ingat bagi seorang Baradean pulang itu bukan saja diartikan kembali ke rumah tapi ke kantor juga.
Sesampainya di kantor jam kerja sudah di mulai. Karina sedang membuat teh untuk Bara.
"Asik nih yang baru pulkam."
Karina menoleh ke arah suara, Tomi baru saja masuk ke pantry.
"Iya dong. Asyik sekali."
"Lebih asyik lagi pulangnya bareng bos ya?" Tomi menaik turunkan alisnya.
"Apaan sih."
Tomi senyum - senyum sendiri kemudian celingukan ke luar pintu memastikan tak ada orang lain lagi selain mereka berdua.
"Kar," serunya.
"Hmm."
"Lo sama bos pacaran ya?"
Karina melotot, tangannya yang sedang memegang sendok sembari mengaduk teh terhenti.
"Apaan sih Lo."
"Serius Kar, Gue nanya. Gue janji nggak bakal ngasih tahu orang deh." Tomi menggerakkan tangannya seolah sedang meresleting di depan mulutnya.
"Kagak. Jangan aneh - aneh deh Lo."
Tomi menatap tak percaya. "Masa sih? Ngaku aja Kar."
"Apanya yang mau diakui, orang Kami emang nggak pacaran," tegas Karina walau dia tak paham kenapa dirinya justru kesal saat mengucapkan kata mereka tidak berpacaran.
"Lo ngomong yang aneh - aneh lagi Gue sentil leklekan Lo," acam Karina, tangannya mengacungkan sendok tepat ke depan wajah Tomi yang menatap ngeri.
Tomi menghela nafas. "Kirain kalian pacaran."
Karina memindahkan tehnya ke atas nampan.
"Kenapa lagi Lo bisa mikir kayak gitu?"
"Yah habisnya pak Bara kayak gitu."
Karina mengerutkan dahinya, "Kayak gitu gimana?"
"Lo ingat nggak kejadian uwu Lo sama bos minggu lalu?"
Karina celingukan takut ada yang mendengar.
"Kagak ada orang. Aman," ucap Tomi.
"Emang kenapa soal kejadian itu?"
"Lo tahu nggak alasan kenapa nggak ada gosip soal Lo?"
Karina mendengar dengan seksama. Iya juga sejauh ini adem ayem, biasanya kan Tomi ini manusia yang bocor sekali apalagi soal gosip mana mau dia ketinggalan dan tak mau berbagi.
"Kenapa emang?"
"Gini..." Tomi bergeser mendekat ke arah Karina yang juga ikut menunduk.
"Gue nggak nyebarin itu soalnya pak Bara nyamperin Gue."
"Nyamperin?"
Tomi mengangguk. "Iya. Dia nyuruh Gue nggak nyebar gosip apapun. Mana tatapannya serius banget. Jadikan Gue pikir kalian lagi backstreet."
Karina terdiam sesaat, ia tak tahu ada kejadian seperti itu. Kenapa ya bosnya melakukan hal itu? Pikirnya.
"Nggak tuh. Gue nggak ada hubungan kayak gitu sama pak Bara." Lagi - lagi ada perasaan tak nyaman yang ia rasakan.
"Yah. Apa jangan - jangan dia cuma nggak mau ada gosip soal dia ya?"
Karina menaikkan bahunya, kemudian hendak beranjak. "Tapi awas ya kalau sampai ada gosip."
"Santuy. Aman soal ini. Ngeri Gue ditatap bos dengan tatapan serius begitu," ucapnya dan Karina berlalu mengantarkan teh Bara.
********
Hari - hari berlalu seperti biasa, tak ada yang istimewa. Karina dengan segala keriwehannya mengatur jadwal Bara. Dan Bara sendiri yang makin gila kerja karena akan mulai proyek baru.
Ia lelah sekali, mana sore ini mereka harus terbang ke Bali dan harus bertemu beberapa orang penting.
"Coy udah Gue chat ya titipan Gue," ucap Sesil. Karina manyun, dia ke bali bukan untuk liburan tapi untuk bekerja, boro - boro mau jalan - jalan bisa lihat kel luar jendela pas di jalan ketemu klien saja dia sudah syukur.
"Gue juga ya," ucap Farhan ikut - ikutan.
Karina mendesah pelan. "Kagak janji ya. Kayak nggak tahu aja gimana Gue kalau ke luar kota."
"Usahain lah Kar," sambung Tomi yang ikut - ikutan memesan oleh - oleh.
"Iye. Tapi duitnya mana nih? Jangan pada nitip omongan doang."
Mereka bertiga nyengir, Karina paham betul mereka ini cuma mau nitip tanpa mau keluar uang.
"Pake ATM bos dong Kar, ya Bisalah bantu lobi." Tomi mengedipkan sebelah matanya.
"Iye. Tapi nggak janji."
Sorenya Bara sudah menjemputnya di kontrakan dengan taksi online, karena memang mereka akan pergi paling tidak dua hari jadi Bara tak membawa mobilnya ke bandara.
Tadi saat makan siang Karina pulang duluan untuk mempersiapkan pakaiannya karena mereka pergi agak mendadak.
"Pak," seru Karina.
Bara menoleh, mereka baru saja mendarat di Bali. Dulu Karina sangat suka saat bisa jalan - jalan keluar kota walau nyatanya ia hanya numpang lewat saja, kan lumayam kalau ditanya pernah ke Bali, Karina akan dengan bangga berkata iya.
Tapi sekarang ia malah merasa lelah dan lebih suka tidak keluar kota.
"Kenapa?"
"Kita nginap berapa hari?"
Bara terdiam sesaat. "Belum tahu."
"Yah, kok belum tahu Pak. Terus jadwal Bapak gimana Saya ngaturnya."
"Itu urusan nanti."
Karina mencebik, enak sekali bosnya ini bicara begitu padahalkan yang susah itu Karina.
Sesampainya di hotel Karina langsung masuk ke kamarnya yang pas berhadapan dengan kamar Bara. Ia hendak berganti pakaian formal karena malam ini mereka akan makan malam dengan salah satu klien.
"Bapak kok pakai baju santai?" tanya Karina begitu melihat Bara hanya memakai celana selutut dengan kaos oblong berlawanan dengan Karina yang rapi dengan celana dasar dan bluse berwarna army, stelan kerjanya.
"Kitakan cuma mau makan malam."
Karina melongo, dia pikir mereka akan makan malam formal.
"Tapi bukannya Kita mau ketemu klien ya Pak? Tapi kok....."
"Kamu mau ganti baju atau mau tetap pakai baju itu?" tanya Bara. Karina ragu, kalau ganti baju lagi akan memakan waktu, tapi kalau tak ganti baju ia nampak timpang berjalan di samping Bara.
"Kalau Saya ganti dulu keburu nggak ya? Emang Bapak mau nungguin Saya?"
"Iya. Lima menit." Bara melihat ke arah jam tangannya.
"Yah Pak kok lima menit? Mana cukup."
"Empat menit setengah." Karina buru - buru masuk ke dalam kamarnya dan mulai pontang panting berganti pakaian. Mulutnya tak berhenti mengatai bosnya itu sebagai titisan penjajah.
Karina kembali keluar dengan long pants hitam dan baju berwarna Navi yang malah senada dengan kaos yang dipakai Bara.
Kok bisa? Desis Karina, ia benar - benar tak sengaja memakai baju berwarna senada dengan bosnya itu.
Bara masih melihat ke arah jamnya. "Waw, tepat lima menit," ucapnya santai
"Pak. Bapak ini ada keturunan penjajah atau gimana?" tanya Karina kesal sendiri. Mendengar itu Bara malah tertawa.
Karina merasa kesal tapi ia berjalan mengekori Bara menuju restoran di lantai bawah. Ia tak sabar untuk makan enak.
Karina berjalan di belakang Bara sembari memegang hpnga ia sedang mengecek penampilannya, takutnyakan mau bertemu dan makan malam bersama klien eh penampilan Karina malah urakan.
"Aduh." Karina menabrak Bara yang berhenti tiba - tiba.
Karina mengusap keningnya. "Kenapa dah Pak berhenti mendadak?" tanyanya.
Bara seolah mematung melihat sosok di hadapannya. Perempuan yang dulu pernah ada di masa lalunya sedang duduk di meja tak jauh darinya. Perempuan itu langsung berdiri begitu melihat Bara.
"Ditya," serunya menyebut nama Bara.
Mata Karina membulat.
"What?" desisnya dalam hati.
********
#Siap - Siap Yak Part selanjutnya ?
Vote Komen Klean biar Author gak dimarahin bos ??