*********
Bara diam sesaat, sedang berpikir. "Resign aja," jawabnya santai.
"Yakin?" tanya Karina lagi agaknya tak terima karena Bara langsung menyetujuinya, merekakan baru ada hubungan kenapa dengan santainya Bara malah membolehkannya resign? Kan waktu mereka bersama malah jadi berkurang.
"Nggak apa - apa. Peraturan perusahaan juga tidak membolehkan suami isteri bekerja di satu devisi," ucap Bara dan pipi Karina jadi merona.
Walau sebenarnya dia tak tahu apa keputusannya ini benar atau tidak, tapi yang jelas ia merasa nyaman dengan semua ini.
"Memangnya kapan Kita mau nikah?"
Bara meletakkan sendoknya dan menatap Karina lekat.
"Kamu maunya kapan?"
"Kok malah nanya balik."
"Kalau Mas sih maunya besok kalau bisa."
Karina menganga, bisa saja manusia satu ini.
"Nggak usah becanda deh Pak!"
"Emmm..." Bara menelan air minumnya.
"Mas," ralatnya.
"Kan lagi di kantor."
"Tapi lagi jam istirahat."
Karina mencebik, "Sengaja banget ngalihin pembicaraan."
"Ngalihin gimana?" Karina tak menjawab lagi.
"Kalau soal menikah Mas serius. Atur dulu pertemuan keluarga biar Mas bisa lamar Kamu secara resmi."
"Memangnya Kita beneran mau menikah tahun ini?"
Bara mengangguk, "Mas sih maunya gitu. Tapi kalau Kamu belum mau... Ya harus mau."
Karina mendengus, Bara dan segala sikap otoriter dadakannya.
"Maksa."
Bara hanya tertawa melihat Karina yang manyun sambil memainkam makanan di piringnya.
Tangan Bara terulur, menepuk pelan kepala Karina.
"Mas cuma mau cepat - cepat tinggal bareng Kamu, jadi setiap saat bisa lihat Kamu."
Mereka saling pandang sampai suara ketukan di pintu membuyarkan segalanya.
Seolah tersadar Bara langsung mengizinkan orang tersebut untuk masuk, sementara Karina mulai membereskan sisa makanan mereka.
Tomi masuk, sesaat ia memperhatikan Karina yang nampak canggung, kening Tomi mengerut, instingnya seolah berkata kalau dirinya sudah mengganggu sesuatu.
"Maaf Pak. Apa Bapak kenal dengan Ibu Nurma dan Rosa? Soalnya ada orang di bawah dari tadi mencari orang bernama Ditya dan waktu Saya tanya nama lengkapnya mereka bilang Raditya Putra jadi seperti nama Bapak," jelas Tomi.
Kening Karina menyerjit, ia ingin melihat ekspresi Bara. Nyatanya pria itu nampak tenang.
"Bilang saja Saya sedang tidak ada di tempat."
"Maaf, Bapak kenal?" tanya Tomi heran dengan jawaban Bara.
"Entahlah," jawab Bara nampak tak senang.
Karina menghela nafas, kenapa orang - orang dari masa lalu Bara terus saja bermunculan, Bara baru mau memulai hidup baru bersamanya dan sekarang ada saja yang mencoba mengganggu.
Tomi nampak bingung namun ia tetap melaksanakan sesuai dengan instruksi Bara.
Karina keluar sambil membawa piring kotor, sebenarnya ia bisa memanggil OG tapi ia sengaja karena ingin mengobrol dengan Tomi.
"Emang apa kata orang tadi?" tanya Karina sekeluarnya ia dari ruang Bara.
"Dia ngakunya tantenya Ditya. Tapi dari rupa - rupanya pasti mau minta duit."
Karina menghela napas. Kalau memang benar itu Bibi yang sudah menganiaya Bara saat ia masih kecil, Karina sendiri yang akan maju dan membabat mereka, enak saja anak yatim piatu di zolimi, saat ia sudah besar dan sukses malah datang minta jatah. Nggak ada otak emang.
"Emangnya kenapa Kar? Ekspresi Lo kayak mau nelan orang." Tomi bergedik melihat ekspresi Karina yang seolah penuh dendam.
"Nggak apa - apa. Kalau ada gosip lain kabarin Gue ya," ucap Karina masuk ke pantry dan Tomi hanya menggeleng heran.
Sorenya tak ada istimewa, Bara fokus dengan pekerjaannya dan Karina sama sekali tak melihat keanehan dari Bara setelah kejadian tadi siang.
"Kamu lagi mikirin apa?" tanya Bara sekarang mereka sedang duduk di pinggir jalan sembari makan jagung bakar memandangi keindahan kota malam hari.
Karina menoleh ke arah Bara yang duduk di sebelahnya, kemudian menggeleng. Kening Bara menyerjit, ia tahu ada yang sedang Karina pikirkan.
"Lagi mikirin apa?" tanya Bara lagi.
Karina menghela napas, ia kepo tapi tak mau mengungkit masa lalu Bara lagi.
"Yang tadi siang itu beneran Bapak kenal?"
"Siapa?"
Bara terlihat santai dan nampak tak terganggu sama sekali.
"Yang Tomi bilang tadi siang, ada ibu - ibu nyari Raditya Putra?"
Bara nampak acuh namun kemudian ia tersenyum. "Mereka orang dari masa lalu Saya. Entah apa rencana tuhan mengantar mereka datang kembali ke Saya."
"Kalau Ba... Mas nggak suka lebih baik jangan temui mereka. Merekakan dulu jahatin Mas."
Tangan Bara terulur mengelus kepala Karina pelan, Bara jadi semakin sering melakukan hal ini dan Karina merasa perhatian Bara yang dulunya sama sekarang terasa begitu nyata.
"Tapi mungkin juga Tuhan mempertemukan kembali Kami untuk menyelesaikan apa yang terjadi di masa lalu."
"Mereka aja nggak peduli sama Mas dulu, nganiaya anak yatim. Sekarang pas Mas udah sukses dengan seenaknya datang lagi minta jatah. Nggak tahu diri itu namanya," ucap Karina tak terima.
Lagi - lagi Bara hanya tersenyum, "Terimakasih karena sudah mengkhawatirkan Saya," ucapnya dan Karima berdecak kesal, ya wajarkan ia khawatir? Dulu saat mereka belum ada hubungan pribadi saja Karina sudah sering khawatir apalagi sekarang?
Saat di jalan pulang mereka tak banyak bicara, Bara fokus menyetir sementara Karina curi - curi pandang ke arah Bara, ia ingin melihat seperti apa elspresi Bara saat ini.
"Apa calon suami Kamu ini sekeren itu sampai Kamu lihatin terus?" ucap Bara seolah sadar Karina meliriknya sejak tadi.
Karina yang ketahuan cepat - cepat mengubah posisi duduknya menjadi lebih tegap.
"Apaan sih?" acuhnya seolah tak terjadi apapun. Melihat respon Karina yang ketara sekali Bara tertawa.
Mobil mereka berhenti di depan kontrakan Karina.
"Terimakasih tumpangannya Pak," ucapnya seperti biasa. Karina hendak membuka pintu namun suara pintu terkunci malah terdengar.
Karina melihat ke arah pelakunya.
"Kenapa dikunci? Gimana Saya bisa keluar?" protes Karina.
Bara diam saja memperhatikan wajah Karina yang nampak manyun.
"Buka nggak."
Bara menggeleng.
"Maunya apa sih?" tanya Karina karena Bara nampak kekanakan.
"Kamu segampang itu mau pisah dari Saya?" Kening Karina mengerut, tak paham.
Bara menghela napas, setidakpekanya calon isterinya ini.
"Yah terus gimana? Kan udah malam, Saya juga mau istirahat."
Bara menghela napas lagi. Namun kemudian ia menekan pembuka pintu. Karina berbalik hendak keluar namum tangannya sedikit di tarik. Saat ia sadar wajah Bara tepat berada di depannya.
Mata Karina membola. Bara menutup mulutnya dengan tangan kanannga kemudian Bara mendekatkan diri dan mencium tangannya sendiri. Sekilas tak ada sentuhan fisik sungguhan, namun jantung Karina berdetak tak karuan, ia tak bisa berkata apapun lagi.
"Selamat malam. Semoga mimpi indah," ucap pria itu.
Karina nampak linglung, tak habis pikir apa yang baru saja terjadi padanya. Yang jelas ia akan sulit tidur malam ini.
*******
#Vote dan Komen yang buanyak yeee... Biar makin cepat updatenya hehee... Doakan daku yang ingin resign ini ?